Pengelolaan Dana Desa & Peningkatan Pembangunan-Kesejahteraan Rakyat

Muh. Amin H CNBC Indonesia
Jumat, 04/07/2025 05:10 WIB
Muh. Amin H
Muh. Amin H
Muh. Amin Hidayatullah merupakan Pengawas pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Tipe A1 Pekalongan, Kanwil DJPb Provinsi Jawa Tengah, ... Selengkapnya
Foto: Ilustrasi dana desa. (Aristya Rahadian/CNBC Indonesia)

Dana Desa telah bergulir kurang lebih 10 (sepuluh) tahun sejak diluncurkan yakni tahun 2015 berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Alokasi yang diberikan pun dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari awalnya di tahun 2015 sebesar Rp20,8 triliun menjadi sebesar Rp71 triliun pada tahun 2024.


Terlihat bahwa peningkatan anggaran tersebut sangat signifikan, dan tentu saja harapan dari pemerintah pusat adalah adanya perubahan yang relate terhadap pembangunan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di pedesaan.

Alokasi Dana Desa ini ditujukan untuk peningkatan infrastruktur dasar, penguatan ekonomi lokal, dan pemberdayaan masyarakat serta sebagai multiplier effect bagi pertumbuhan desa. Namun seiring dengan berjalannya waktu pelaksanaan pengelolaan Dana Desa tersebut, perubahan yang diharapkan dirasakan masih belum optimal.

Hal ini belum ditambah lagi dengan adanya beberapa kasus penyalahgunaan Dana Desa yang sudah masuk ke dalam ranah hukum pidana korupsi. Berdasarkan hal tersebut, Penulis ingin mencoba sedikit beropini apa sebenarnya yang menjadi benang merah dari kurang optimalnya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

Pembahasan
Penulis akan mencoba menganalisa korelasi pengelolaan Dana Desa yang baik dengan peningkatan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat desa.

Penulis membatasi data alokasi Dana Desa, Penggunaan Dana Desa, dan perubahan jumlah desa yang berstatus tertinggal, berkembang, maju, dan mandiri yang digunakan adalah kurun waktu tahun 2020 sampai dengan tahun 2024 serta locus desa-desa yang berada di lingkup wilayah Pemda Kabupaten Batang dan Pemda Kabupaten Pekalongan. Adapun data tersebut diambil dari aplikasi OM-SPAN (DJPb-Kemenkeu).

Berikut adalah data-data yang dapat penulis ambil dan sajikan dalam tulisan ini:

Pagu Dana Desa (dalam miliar rupiah) untuk kurun waktu 5 tahun terakhir (2020 - 2024):

Foto: Pagu Dana Desa (dalam miliar rupiah) untuk kurun waktu 5 tahun terakhir (2020 - 2024): (Istimewa)



Beberapa contoh kegiatan yang masuk dalam kriteria Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa dengan nilai relatif besar di atas Rp10 miliar adalah Pembangunan/Pemeliharan/Jalan Desa; dan Penyelenggaraan Posyandu/PAUD/TK/Desa Siaga.

Selanjutnya, untuk contoh beberapa kegiatan yang masuk dalam kriteria Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan nilai di atas Rp1 miliar adalah Pembangunan/Pemeliharan saluran irigasi (untuk sawah); Program Ketahanan Pangan (Pengadaan bibit tanamah/ikan/ternak; pembelian alat produksi); pelatihan pemberdayaan perempuan; dan pelatihan peningkatan kompetensi masyarakat desa terkait pertanian, peternakan dan lain-lain.

Sementara itu, untuk kegiatan yang masuk dalam kriteria Penanggulangan Bencana, Keadaan Darurat Dan Mendesak Desa adalah pembayaran BLT Desa dengan nilai di atas Rp35 miliar. Bahkan di tahun 2020 dan tahun 2022 sampai menyentuh angka Rp100 miliar lebih karena adanya pandemi Covid-19 sehingga membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memperpanjang masa BLT Desa hingga awal 2022 untuk menjaga daya beli masyarakat saat gelombang pandemi kedua (PP 104/2021).

Berdasarkan data tersebut di atas, Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa mendapatkan porsi rata-rata 56,52% dari total penggunaan Dana Desa. Kita setuju bahwa pembangunan desa memang penting, namun diperlukan perencanaan yang lebih bagus agar alokasi Dana Desa tidak tersedot untuk membiayai kegiatan pelaksanaan pembangunan desa.

Apalagi bisa dikatakan desa mempunyai jaminan dalam memperoleh alokasi Dana Desa setiap tahunnya dengan besaran relatif sama bahkan cenderung naik. Sehingga apabila pembangunan/pemeliharaan jalan desa dan pembangunan fisik lainnya yang membutuhkan biaya besar, kegiatan ini bisa direncanakan penyelesaiannya lebih dari satu tahun.

Sementara itu, Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa hanya mendapatkan porsi rata-rata 8,68% dari total penggunaan Dana Desa selama kurun 5 tahun terakhir. Angka tersebut masih jauh di bawah porsi Bidang Penanggulangan Bencana, Keadaan Darurat Dan Mendesak Desa (23,98%), apalagi jika dibandingkan dengan Bidang Pembangunan Desa.

Padahal kalau dilihat jenis kegiatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa memberikan kontribusi langsung pada pendapatan dan kemandirian warga, seperti ungkapan "memberikan kail lebih baik/bermartabat dibandingkan memberi ikan".

Perlu dicarikan formula yang lebih ideal lagi agar masing-masing bidang mendapatkan porsi proposional dalam rangka mendapatkan hasil optimal dari penggunaan Dana Desa. Hal ini menjadi sesuatu yang perlu dipikirkan lebih mendalam lagi, mengingat kucuran dana APBN untuk masing-masing desa setiap tahunnya relatif besar , yakni antara Rp900 jutaan - Rp1 miliaran. Apalagi alokasi tersebut masih ditambah lagi dengan kewajiban dari pemda untuk menganggarkan minimal 10% dari total Dana Perimbangan yang diterima dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK).

Penulis berpikir seandainya penggunaan Dana Desa dikelola secara optimal mulai dari perencanaan sampai dengan pertanggungjawabannya dengan berfokus pada kebutuhan dan memperhatikan kearifan lokal masing-masing desa, maka desa akan meningkat pembangunannya maupun kesejahteraan masyarakat desanya. Apabila hal ini terjadi, maka pemerintah daerah akan dapat lebih fokus pada pembangunan di wilayahnya dan mensinergikan program-programnya dengan pengelolaan Dana Desa tersebut agar pembangunan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan bisa seiring dan sejalan.

Adapun data perubahan status desa yang tersedia hanya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (2022 - 2024) secara berturut-turut adalah sebagai berikut : Tertinggal (12, 11, dan 5); Berkembang (408, 388, dan 374); Maju (91, 110, dan 129); Mandiri (0, 4, dan 3). Dalam rentang waktu tersebut desa berstatus tertinggal menurun drastis (12→5) dan desa berstatus maju bertambah (91→129). Pelaksanaan infrastruktur membantu akses ekonomi, namun potensi pemberdayaan masih terbuka lebar.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa yang perlu menjadi perhatian kita bersama adalah belakangan ini mulai bermunculan kasus penyalahgunaan Dana Desa. Contoh kasus penyalahgunaan Dana Desa yang terekspos di media massa yakni:

A. Kabupaten Batang, perangkat salah satu desa menyalahgunakan Dana Desa 2024 untuk kepentingan pribadi (pinjol, karaoke) dan merugikan negara sebesar Rp354 juta (https://www.detik.com/jateng/hukum-dan-kriminal/d-7948782/); dan

B. Kabupaten Pekalongan, perangkat salah satu desa menyalahgunakan Dana Desa 2024 dengan kerugian negara hampir Rp956,5 juta berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat (https://www.detik.com/jateng/hukum-dan-kriminal/d-7958124/).

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat beberapa kasus serupa lainnya yang tidak terekspos di media masa pada kurun waktu 5 tahun terakhir (2020 - 2024).

Oleh karena itu, pengawasan merupakan hal yang tak kalah pentingnya dengan penggunaan/pengelolaan Dana Desa. Alangkah bagusnya ketika pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH) saja melainkan juga banyak pihak termasuk masyarakat desa itu sendiri.

Sehingga indikasi penyalahgunaan penggunaan Dana Desa akan lebih cepat terdeteksi dan meminimalisir kerugian negara serta masyarakat desa itu sendiri selaku pihak yang langsung merasakan manfaat Dana Desa.

Kesimpulan
Pengelolaan Dana Desa yang seimbang antara pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat, didukung pengawasan kuat, mendorong peningkatan status dan kesejahteraan desa. Peningkatan infrastruktur dasar harus diimbangi dengan program pemberdayaan ekonomi agar manfaat ekonomi langsung dirasakan warga. Jika fokus perencanaan berorientasi kebutuhan lokal dan transparansi dijaga, maka investasi anggaran setiap tahun akan berbuah mandiri, maju, dan sejahtera.

Berikut ini adalah beberapa rekomendasi yang dapat penulis berikan untuk pengelolaan Dana Desa yang lebih baik lagi:
A. Tetapkan proporsi minimum 15-25% untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa agar program pelatihan, dukungan UMKM, dan ketahanan pangan makin masif.
B. Desain kegiatan pembangunan fisik multi-tahun untuk infrastruktur besar (jalan, irigasi), menyisihkan anggaran lintasan tahun demi mencegah penumpukan beban tahunan.
C. Meningkatkan pengawasan melalui : a) libatkan musyawarah desa, LPM, dan BPD dalam setiap tahap perencanaan dan pertanggungjawaban anggaran; b) gunakan teknologi (aplikasi monitoring real-time, foto GIS) untuk memantau progres; c) lakukan audit internal semesteran oleh inspektorat desa berbasis check-list risiko korupsi; dan d) dorong partisipasi masyarakat lewat forum warga dan akses terbuka Laporan Realisasi Anggaran.

Semoga dengan langkah-langkah tersebut, Dana Desa tidak hanya menjadi sekadar anggaran, melainkan instrumen transformasi kesejahteraan masyarakat desa dapat terwujud. Sehingga setiap rupiah uang APBN yang dikucurkan tidak sia-sia dan benar-benar memberikan manfaat yang nyata buat masyarakat.



(miq/miq)