Kesempatan RI Memimpin Perubahan Iklim di Era Pasca-Perjanjian Paris

Feiral Rizky Batubara, CNBC Indonesia
17 February 2025 17:50
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara merupakan pemerhati kebijakan publik dan praktisi ketahanan energi. Feiral telah lama berkiprah dalam perumusan kebijakan energi nasional, mengawal transisi menuju ketahanan energi yang berkelanjutan. Ia juga merupakan Ketua Dewan P.. Selengkapnya
A view during a closing plenary meeting at the COP29 United Nations Climate Change Conference, in Baku, Azerbaijan November 24, 2024. REUTERS/Maxim Shemetov
Foto: Suasana COP29 di Baku, Azerbaijan, tahun lalu. (REUTERS/Maxim Shemetov)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Perjanjian Paris yang diadopsi pada tahun 2015 merupakan pencapaian bersejarah yang menyatukan hampir seluruh negara di dunia untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C. Pemerintah Amerika Serikat memainkan peran penting dalam merumuskan kesepakatan tersebut.

Akan tetapi, keputusan Negeri Paman Sam untuk keluar dari perjanjian pada tahun 2025 menunjukkan rapuhnya komitmen internasional dan menciptakan kekosongan kepemimpinan pada fase krusial.

Di tengah dinamika tersebut, terdapat peluang bagi Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin di Asia Tenggara, sementara China dan Uni Eropa mengambil peran utama di tingkat global. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di kawasan dan anggota ASEAN, Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendorong aksi iklim di kawasan regional.

Pernyataan sikap Presiden Prabowo Subianto dan posisi Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP 29) menegaskan ambisi Indonesia untuk menjadi pusat pelaksanaan industri energi terbarukan dan menetapkan standar kepemimpinan Perubahan iklim di Asia Tenggara. Untuk menjaga momentum ini, Indonesia perlu menunjukkan konsistensi dalam sikap dan usahanya untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris.

Konsistensi ini tidak hanya memperkuat legitimasi Indonesia di panggung internasional, tetapi juga meningkatkan kepercayaan dan kerja sama regional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan tetap teguh pada komitmennya, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang kredibel dan progresif dalam isu lingkungan global.

Visi Energi Terbarukan Indonesia: Komitmen di Kawasan dan Prioritas Strategis
Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menarik negaranya dari Perjanjian Paris untuk kedua kalinya pada 2025 mengguncang dunia kebijakan iklim. Sebagai salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dalam sejarah, peran Amerika Serikat dalam kebijakan iklim global sangat krusial.

Kepergian mereka meninggalkan kekosongan kepemimpinan dalam aspek penanganan iklim global, yang segera diisi oleh negara-negara seperti China dan Uni Eropa. Namun, di tengah ketidakpastian ini, Indonesia mulai muncul sebagai pemimpin baru di Asia Tenggara.

Dalam COP 29 di Baku, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan visi ambisius Indonesia untuk mengembangkan 75 gigawatt (GW) energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan. Target ini mencerminkan tekad Indonesia untuk mengambil peran utama dalam transisi energi global.

Lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan energi domestik, Indonesia berkomitmen untuk memimpin Asia Tenggara dalam mengatasi perubahan iklim, mengarahkan agenda pembangunan berkelanjutan, dan membuktikan bahwa kepemimpinan iklim bukan hanya milik negara-negara adidaya.

Memanfaatkan Sumber Daya Beragam untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa. Dengan kapasitas panas bumi yang diperkirakan mencapai 29.000 megawatt (MW), Indonesia menguasai 40% cadangan panas bumi dunia. Sayangnya, kurang dari 10% dari potensi ini telah dimanfaatkan, menunjukkan masih besarnya peluang yang belum tergarap.

Selain itu, dengan sinar matahari yang tinggi sepanjang tahun, Indonesia sangat cocok untuk proyek tenaga surya berskala besar, terutama di daerah terpencil yang belum terjangkau listrik. Potensi energi angin yang kuat juga tersedia di wilayah pesisir dan lepas pantai, terutama di Sulawesi dan kepulauan timur.

Sementara itu, aliran sungai yang luas menawarkan berbagai peluang untuk proyek pembangkit listrik tenaga air. Dengan memanfaatkan sumber daya ini, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energinya secara berkelanjutan tetapi juga menjadi contoh bagi negara-negara ASEAN lainnya.

Namun, ada tantangan besar dalam merealisasikan target ini. Batubara masih mendominasi bauran energi nasional, dan Indonesia tetap menjadi salah satu eksportir batubara terbesar di dunia. Diperlukan kebijakan yang dapat mengurangi ketergantungan pada batubara, diantaranya menghapus subsidi bahan bakar fosil dan menerapkan insentif berbasis pasar untuk energi terbarukan.

Regulasi yang kompleks dan sering kali inkonsisten juga menjadi hambatan bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Oleh karena itu, penyederhanaan proses perizinan, kepastian kebijakan, dan mekanisme investasi yang ramah bagi investor domestik maupun asing menjadi langkah penting.

Selain itu, sebagai negara kepulauan, tantangan logistik dalam membangun sistem energi terbarukan dalam skala besar harus diatasi melalui modernisasi dan perluasan kapasitas jaringan listrik agar dapat mengakomodasi sumber energi terbarukan.

Kepemimpinan Global dan Regional: Menjadikan Asia Tenggara Pelopor Aksi Iklim
Tekad Indonesia untuk memimpin Asia Tenggara dalam menghadapi perubahan iklim tidak hanya sekadar ambisi nasional, tetapi juga mencerminkan strategi yang lebih luas untuk menetapkan agenda regional dan mendorong kerja sama ASEAN.

Sebagai pemimpin de facto ASEAN, Indonesia memiliki kapasitas untuk memengaruhi kebijakan regional terkait adaptasi iklim dan pengembangan energi terbarukan. Menetapkan target energi terbarukan yang disepakati bersama serta mendorong perdagangan energi lintas batas dapat mempercepat kerja sama dan kemajuan di kawasan.

Kepemimpinan Indonesia dapat membuka jalan bagi inisiatif kolaboratif, seperti pembangunan jaringan energi terbarukan Asia Tenggara yang memungkinkan perdagangan listrik lintas negara, berbagi praktik terbaik dalam pengembangan energi terbarukan, serta membentuk mekanisme pembiayaan regional untuk mendukung proyek energi dan iklim.

Keberhasilan Indonesia dalam transisi energi dapat menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lainnya. Dengan membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan dapat berjalan berdampingan, Indonesia dapat menginspirasi anggota ASEAN lainnya untuk menyelaraskan strategi pembangunan mereka dengan target iklim global.

Menjadi pemimpin dalam aksi iklim akan memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Investasi di sektor energi terbarukan dapat menciptakan lapangan kerja baru, menarik investasi asing, dan mendorong inovasi industri. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor serta memperkuat ketahanan energi nasional, sehingga menjadikan Indonesia lebih tahan terhadap gejolak pasar global.

Untuk mencapai kepemimpinan regional dan global yang efektif, Indonesia harus bertindak dengan tegas. Reformasi kebijakan menjadi kunci untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, termasuk dengan menyederhanakan regulasi, menetapkan target energi terbarukan yang lebih spesifik, serta secara bertahap mengurangi subsidi bahan bakar fosil.

Investasi infrastruktur juga harus difokuskan pada modernisasi jaringan listrik dan pengembangan solusi energi terdesentralisasi, seperti tenaga surya mikrogrid di daerah pedesaan dan terpencil.

Selain itu, kerja sama regional sangat penting untuk membangun agenda iklim yang selaras dan mendorong kolaborasi dalam ketahanan iklim serta proyek energi terbarukan. Indonesia juga perlu memanfaatkan kemitraan dengan pelaku industri global seperti China, Uni Eropa, dan organisasi multilateral untuk mendapatkan pendanaan dan dukungan teknologi.

Kesimpulan: Peran Indonesia dalam Mewujudkan Masa Depan yang Berkelanjutan
Target Presiden Prabowo Subianto untuk menghasilkan 75 GW energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan adalah langkah awal dalam menjadikan Indonesia sebagai kekuatan utama energi hijau. Inisiatif ini tidak hanya mengatasi tantangan energi dan iklim dalam negeri, tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemimpin transisi energi di Asia Tenggara.

Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan, mengatasi hambatan kebijakan, dan memperkuat kerja sama regional serta global, Indonesia memiliki peluang besar untuk menunjukkan kepemimpinan iklim yang nyata. Kini, saatnya bagi Indonesia untuk bertindak dan membuktikan bahwa negara berkembang pun dapat menjadi motor utama dalam membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation