Bantuan RI ke Pasifik Selatan: Murni Kemanusiaan atau Manuver Politik?

Rachmasari Nur Al Husin, CNBC Indonesia
02 January 2025 12:10
Rachmasari Nur Al Husin
Rachmasari Nur Al Husin
Rachmasari Nur Al-Husin adalah seorang Peneliti di Center for International Relations Studies UI (CIReS), Departemen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Indonesia. Rachmasari mendapatkan gelar Magister Ilmu Hubungan Internasional dari Univers.. Selengkapnya
Seremoni pelepasan bantuan untuk korban bencana di Vanuatu bertempat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, beberapa waktu lalu. (Instagram/sugiono_56)
Foto: Seremoni pelepasan bantuan untuk korban bencana di Vanuatu bertempat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, beberapa waktu lalu. (Instagram/sugiono_56)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Baru-baru ini, Indonesia memberikan bantuan luar negeri dalam bentuk kemanusiaan pada Vanuatu, salah satu negara di kawasan Pasifik Selatan yang terkena bencana gempa. Bantuan sebesar US$ 727 ribu dilengkapi dengan 21 item logistik, dan tim medis darurat telah dikirimkan pada 27 Desember 2024 (Metrotv News, 2024).

Jika ditarik ke belakang, Indonesia pernah memberikan bantuan luar negeri serupa ke kawasan Pasifik Selatan antara lain pada Maret 2015, dikirimkan bantuan kemanusiaan pada Vanuatu setelah dilanda badai Siklon Pam sebesar US$ 2 juta untuk rehabilitasi dan rekonstruksi (The Jakarta Post, 2015). Jauh setelah itu pada Mei 2023 Indonesia memberikan bantuan kembali pascabadai siklon judy dan kevin sebesar Rp. 7,2 miliar (RNZ Pacific, 2023).

Bantuan yang diberikan Indonesia tidak hanya dana, tetapi juga dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti proyek rehabilitasi terminal VIP di bandara internasional Bauerfield, Vanuatu sebesar Rp 14 miliar pada Agustus 2023 (Antaranews.com, 2023). Bantuan yang diberikan menggambarkan peran strategis Indonesia dalam memperkuat hubungan Bersama Pasifik Selatan.

Banyak narasi yang menyatakan bahwa bantuan luar negeri yang diberikan Indonesia terhadap Pasifik Selatan ditujukan untuk mendapat dukungan terkait isu Papua. Akan tetapi bantuan yang diberikan tidak berkaitan dengan isu Papua, bahkan lebih mengedepankan aspek kemanusiaan.

Mengacu pada Hans J. Morgenthau (1962) bahwa bantuan kemanusiaan yang diberikan untuk bencana alam dianggap non politis. Dengan demikian ada isu lebih besar yang sebenarnya ingin dicapai oleh Indonesia.

Di sisi lain, bantuan luar negeri selalu menjadi komponen penting dalam perumusan dan pengimplementasian kebijakan luar negeri (Bindra, 2018). Oleh sebab itu penting untuk melihat lebih dalam bantuan luar negeri yang diberikan oleh Indonesia melalui kebijakan luar negerinya.

Indonesia saat ini di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, memiliki kebijakan luar negeri yang cenderung mendekatkan diri ke global south. Kondisi ini terlihat dari keinginan Indonesia untuk bergabung ke dalam BRICS (BBC News, 2024).

Berbicara mengenai Pasifik Selatan, Prabowo pernah mengadakan pertemuan dengan pemimpin negara Pasifik Selatan pada Oktober 2024 yang ditindaklanjuti pada pertemuan Menteri Melanesian Spearhead Group (MSG) (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2024).

Di samping itu, pada Asia Pacific Economic Cooperation - Chief Executive Officer (APEC CEO) Summit 2024, dalam pidatonya Prabowo mengajak seluruh negara Pasifik Selatan untuk saling berkolaborasi (Metrotv News, 2024).

Situasi ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin memperkuat posisi strategisnya di kawasan Pasifik Selatan, salah satunya melalui pemberian bantuan luar negeri seperti yang sudah disinggung sebelumnya.

Perlu digarisbawahi jika Pasifik Selatan vokal dalam menyuarakan perubahan iklim yang selaras dengan Indonesia terkait kondisi ini terakhir diungkapkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Brazil (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2024).

Bahkan bantuan luar negeri yang diberikan Indonesia ke Pasifik Selatan berlandaskan akibat perubahan iklim. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin membangun citra sebagai negara yang peduli terhadap masa depan Pasifik Selatan. Sembari mewujudkan komitmen Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim melalui Pasifik Selatan yang langsung berbatasan.

Kawasan Pasifik Selatan menjadi target bantuan luar negeri negara besar, mengacu pada data dari Lowy Institute (2024) lima negara penyumbang terbesar pada kawasan tersebut adalah Australia, Tiongkok, Jepang, New Zealand, Amerika Serikat, dan Taiwan.

Meskipun tidak masuk ke dalam daftar penyumbang terbesar, namun bantuan luar negeri yang diberikan oleh Indonesia dapat mengimbangi pengaruh negara tersebut di kawasan Pasifik Selatan yang berbasiskan solidaritas negara selatan bukan ketergantungan.

Fenomena bantuan luar negeri yang diberikan Indonesia terhadap kawasan Pasifik Selatan, mencerminkan manuver politik strategis untuk memperluas pengaruhnya di kawasan global south.

Jika sebelumnya perhatian utama Indonesia tertuju pada Afrika Selatan dan Amerika Latin, pendekatan baru terhadap Pasifik Selatan menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam manuver politik regionalnya.

Langkah ini menggarisbawahi ambisi Indonesia untuk memanfaatkan kebutuhan mendesak Pasifik Selatan akan mitra regional yang tangguh, terutama dalam mengatasi tantangan di sektor ekonomi, keamanan, dan lingkungan (Pacific Island Forum Secretariat, 2022).

Melalui posisinya sebagai bagian dari ASEAN dan keanggotaannya dalam organisasi seperti MSG, Indonesia memiliki peluang besar untuk memainkan peran sebagai penghubung strategis antara negara di kawasan Pasifik Selatan dengan mitra global south lainnya.

Manuver politik ini tidak hanya memperkuat posisi strategis Indonesia di kawasan Indo-Pasifik, tetapi juga meningkatkan relevansinya dalam dinamika geopolitik global. Dengan demikian, langkah ini menjadi bagian integral dari upaya Indonesia untuk menegaskan perannya sebagai aktor utama dalam kawasan yang sedang berkembang.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation