Dilema Strategis Hubungan RI-China: Antara Balancing & Peluang Ekonomi

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Kebijakan Publik serta Bagaimana Filsafat Membentuknya
"Public policy is whatever governments choose to do or not to do" - Thomas Dye (1978). Ya, kebijakan publik ala Dye adalah pilihan bagi pemerintah, apakah bertindak aktif untuk mengimplementasikan hal tertentu, atau dengan sengaja menahan diri dari intervensi atas isu tertentu.
Tentu melalui berbagai analisis dan pertimbangan dari sang pengambil kebijakan. Definisi ini juga menunjukkan bahwa kebijakan publik itu politis, choose to do or not to do, depends on. Melakukan atau tidak melakukan, tergantung konteks, sangat politis.
Sedangkan filsafat berperan penting dalam pembentukan kebijakan publik, karena filsafat menyediakan kerangka konseptual yang memungkinkan para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan berbagai aspek etis, sosial, dan filosofis dari keputusan yang diambil.
Pendekatan rasional dan kritis yang diadopsi oleh filsafat dapat membantu dalam proses penyusunan bahkan evaluasi etis dari kebijakan publik, sehingga menghasilkan keputusan yang lebih adil dan seimbang.
Kebijakan publik sangat vital dalam men-drive apakah sebuah negara menjelma menjadi negara maju atau tidak. John Stuart Mill, seorang filsuf dan ekonom Inggris abad ke-19, berpandangan bahwa tujuan negara adalah memang untuk mencapai tingkat perekonomian dan pendidikan yang tinggi. Dua hal yang dianggap menjadi kunci mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, dalam naungan sebuah negara.
Menjadi negara maju dengan tingkat perekonomian terbesar nomor dua di dunia (idxchannel.com), Republik Rakyat Tiongkok, lazim disebut China, sepertinya dapat dijadikan rujukan bagaimana sebuah negara seharusnya dijalankan.
Menarik untuk melihat bagaimana mereka mampu menggabungkan strategi kebijakan politik marxis dengan kebijakan ekonomi kapitalis ala Adam Smith yang membuat China sekarang menjelma menjadi raksasa yang terus diperbincangkan dunia karena kedigdayaannya.
Kebijakan Politik China
Setelah pecahnya Revolusi Komunis pada tahun 1949, China melirik Marxisme sebagai ideologi utama yang diprakrasai oleh Mao Zedong dengan Partai Komunis China (PKC). Mao mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok dengan ide Marxis-nya.
Ideologi ini diadopsi karena marxisme yang jelas anti kapitalisme dianggap menawarkan solusi radikal melalui penghapusan sistem kelas dan redistribusi kekayaan, yang sangat relevan dengan kondisi China saat itu.
Selain itu, marxisme dijadikan alat untuk memobilisasi petani dan pekerja dalam perjuangan melawan kekuasaan borjuis dan imperialisme. Terakhir, marxisme memberikan kerangka ideologis yang kuat untuk mengkonsolidasikan kekuasaan PKC dan mengarahkan pembangunan ekonomi dan sosial.
Contoh kebijakan politik yang hadir di China adalah kepemimpinan PKC yang sentralistik, mengendalikan penuh pemerintahan dan semua aspek kehidupan politik serta memiliki struktur komando hierarkis ketat dari pucuk hingga level terendah organisasi pemerintahan.
Instruksi pusat dilaksanakan tanpa bantahan. Selain itu, muncul revolusi kebudayaan yang lahir pada tahun 1966 yang idenya memperkuat konsep sosialis-komunis. Pada masa ini, banyak mobilisasi massa untuk mengkritik dan menggulingkan pejabat yang dianggap tidak pro pada prinsip marxis.
Hingga sekarang, hegemoni politik PKC yang sentralistik-marxis masih dijalankan oleh Xi Jinping, yang menghapus batasan masa periode jabatan seorang presiden di China.
Kebijakan Ekonomi China
Berbeda dengan konsep politik marxis yang masih dipegang teguh oleh China hingga kini, pendekatan ekonomi berubah drastis pada akhir 1970an. Deng Xiaoping, Presiden China saat itu membelokkan tajam ide ekonomi marxisme ke arah kapitalisme ala Adam Smith melalui reformasi ekonomi.
Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi China lalu terbuka untuk bergabung dengan perdagangan dan organisasi dunia serta menerima investasi asing.
Reformasi ekonomi ini lantas benar-benar mengadopsi prinsip-prinsip kapitalisme seperti pasar bebas yang memungkinkan pasar memainkan peran yang lebih besar dalam menentukan harga dan produksi meski negara masih memiliki kontrol penuh di sektor strategis.
Prinsip kompetisi, reformasi membuka jalan bagi sektor swasta untuk bersaing secara bebas. Terakhir, invisible hand, China menjamin kebebasan kepada individu dan perusahaan untuk mengejar keuntungan, sehingga muncul lingkungan dimana mekanisme pasar berfungsi lebih efektif.
China: Politik Marxis Featuring Ekonomi Kapitalisme
Kombinasi Marxis-Kapitalis dapat dilihat dalam beberapa kebijakan yang digulirkan. Zona Ekonomi Khusus (ZEK), kepemilikan negara dan swasta, serta perencanaan ekonomi sentral.
Pertama, kebijakan Zona Ekonomi Khusus (ZEK), China mendirikan ZEK yakni wilayah yang dirancang khusus untuk menarik investasi asing dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang lebih liberal dengan berbagai insentif penguatan bisnis seperti pajak yang lebih rendah, kebijakan perdagangan yang lebih fleksibel, dan kemudahan dalam perizinan usaha. ZEK dengan cepat menarik investasi asing dan teknologi, serta menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan ekspor.
Berikutnya, kebijakan kepemilikan negara dan swasta. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menguasai sektor-sektor strategis seperti energi dan telekomunikasi, memastikan stabilitas ekonomi, sementara sektor swasta mendominasi manufaktur, teknologi, dan layanan, yang tentunya didorong oleh kebijakan pasar bebas serta investasi asing.
Transformasi ini mengubah ekonomi yang sebelumnya didominasi oleh kepemilikan negara menjadi lebih terbuka terhadap kepemilikan swasta. Kombinasi ini menciptakan dinamika ekonomi yang unik, di mana pemerintah mengendalikan sektor-sektor penting sambil mendorong efisiensi dan inovasi melalui sektor swasta.
Terakhir, kebijakan perencanaan ekonomi sentral. Pendekatan di mana pemerintah mengarahkan dan mengendalikan aktivitas ekonomi melalui Rencana Lima Tahun yang menetapkan sasaran pembangunan ekonomi dan sosial secara terpusat.
Pemerintah melakukan intervensi signifikan dalam industri strategis seperti teknologi, energi, dan transportasi dengan memberikan subsidi dan investasi besar-besaran. Selain itu, kendali modal dan regulasi ketat terhadap kepemilikan asing membantu menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan nasional.
Pendekatan ini memungkinkan pengelolaan sumber daya yang efisien dan pencapaian tujuan jangka panjang, meskipun menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan kontrol pemerintah dan dinamika pasar bebas.
Lesson Learned
Kembali pada kalimat awal, "Public policy is whatever governments choose to do or not to do", melalui reformasi komunis dan reformasi ekonomi, pemerintah China memilih untuk menduetkan pemikiran Karl Marx dan Adam Smith yang sebenarnya saling bertolak belakang dalam bentuk kebijakan politik marxis dengan kebijakan ekonomi kapitalis.
Hasilnya adalah justru kedigdayaan dan kemajuan. Hal yang patut diambil pelajaran dari ini adalah kemampuan pemerintah untuk memungkinkan elemen pasar bebas beroperasi dalam kerangka politik sentralistik yang bahkan dikendalikan oleh partai politik, PKC.
Dengan menggabungkan kontrol politik yang ketat dengan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dan fleksibel, China berhasil menciptakan model unik yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabil, menjadikannya kekuatan ekonomi yang sepertinya tidak lama lagi akan menjadi yang terbesar di dunia.