Buyback Spirit AeroSystems oleh Boeing, Jet Tempur F-15EX, & Indonesia

Alman Helvas Ali, CNBC Indonesia
08 July 2024 11:30
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi Country Representative Indonesia untuk Jane’s Aerospace, Defense & Security pada tahun 2012-2017. Sebagai konsultan.. Selengkapnya
Ilustrasi Boeing. (AP Photo/Richard Drew, file)
Foto: Ilustrasi Boeing. (AP Photo/Richard Drew, file)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Insiden terlepasnya door plug Boeing B737 MAX 9 Flight 282 Alaska Airline pada 5 Januari 2024 dalam penerbangan dari Portland, Oregon ke Ontario, California ternyata berbuntut panjang. Peristiwa itu berujung pada langkah Boeing melakukan buyback terhadap Spirit AeroSystems yang merupakan firma aerostructures dan sekaligus bekas Boeing Wichita.

Setelah Boeing melepas Boeing Wichita pada 2005, Spirit AeroSystems memproduksi pula komponen aerostructures untuk pesawat-pesawat Airbus seperti A220, A320 dan A350. Pelepasan Boeing Wichita tidak lepas dari upaya Boeing melakukan pemotongan biaya setelah firma itu mengadopsi budaya McDonnell Douglas pasca mengakuisisi pihak yang terakhir pada 1997.

Buyback Spirit Aerosystems oleh Boeing membuat Spirit AeroSystems dipecah menjadi dua dan eksistensinya hilang. Semua fasilitas produksi Sprit AeroSystems di Prancis, Skotlandia, Irlandia Utara, Malaysia, Maroko dan Kingston, Amerika Serikat dibeli oleh Airbus.

Airbus harus menyerap fasilitas-fasilitas itu karena fabrikasi komponen aerostructures untuk firma multinasional Eropa tersebut dilakukan di sana. Sedangkan fasilitas produksi lainnya yang tersisa di Amerika Serikat diakuisisi oleh Boeing, sebab sarana-sarana itu memproduksi komponen aerostructures pesawat-pesawat Boeing.

Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia memiliki hubungan niaga dengan Spirit AeroSystems lewat manufaktur sejumlah komponen aerostructures pesawat komersial buatan Airbus. Spirit AeroSystems menjalin pula kerja sama bisnis dengan perusahaan swasta Indonesia yang bergerak di bidang aerostructures.

Namun sayangnya, gabungan kinerja anak usaha BUMN dan partikelir Indonesia di bidang aerostructures belum optimal sehingga pendapatan Indonesia dari lini bisnis itu masih di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia lebih fokus pada status sebagai Original Equipment Manufacturer (OEM) dan kurang mencurahkan upaya pada bisnis aerostructures.

Selain memproduksi pesawat komersial, Boeing melakukan manufaktur jet tempur F-15 dan AH-64 yang merupakan warisan McDonnell Douglas. Setelah gagal pada MEF 2020-2024, Indonesia diduga kuat akan mengakuisisi F-15EX pada pembangunan kekuatan pertahanan kurun masa 2025-2029.

Kepastian pengadaan F-15EX akan ditentukan oleh kesepakatan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Ekspor pesawat tempur oleh Amerika Serikat hanya dapat dilakukan melalui skema Foreign Military Sales (FMS).

Walaupun Indonesia mewajibkan offset pada program akuisisi senjata dari luar negeri, namun Amerika Serikat tidak mengenal apalagi mengadopsi offset dalam skema FMS. Program offset dipandang merugikan kepentingan Amerika Serikat, namun Amerika Serikat tidak melarang kerja sama komersial antara OEM dan negara pembeli senjata.

Kerja sama komersial yang dimaksud adalah kemitraan industri yang melibatkan OEM dan industri di negara importir senjata. Secara resmi, kerja sama niaga demikian tidak dapat digolongkan sebagai offset sebab tidak tercantum dalam dokumen Letter of Offer and Acceptance.

Apabila tidak ada program offset dalam akuisisi F-15EX oleh Indonesia, hal tersebut tidak merugikan sepanjang Kementerian Pertahanan bisa meyakinkan Boeing untuk menjalin kemitraan industri. Kemitraan industri seperti apa yang sebaiknya dijalin oleh Indonesia dengan Boeing terkait pengadaan F-15EX?

Karena pembelian dari Amerika Serikat adalah pesawat tempur, maka kemitraan yang dijalin sebaiknya menyangkut industri dirgantara. Salah satu pilihan yang tersedia adalah kemitraan antara Boeing dengan firma-firma Indonesia di bidang aerostructures.

Kemitraan demikian penting untuk memajukan industri tersebut di Indonesia sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam global supply chain bisnis aerostructures. Lalu komponen apa yang sebaiknya diproduksi oleh firma-firma Indonesia dalam kerjasama tersebut?

Akan lebih baik apabila Indonesia melirik produksi komponen-komponen pesawat komersial Boeing, termasuk komponen yang berbasis komposit, daripada komponen-komponen F-15EX. Alasannya, yaitu peluang memproduksi komponen-komponen pesawat komersial Boeing dapat ditindaklanjuti oleh firma BUMN ataupun swasta dengan kontrak baru di masa depan ketika masa berlaku kemitraan industri terkait akuisisi F-15EX berakhir.

Jika kerja sama industri yang terjadi adalah manufaktur komponen aerostructures pesawat komersial Boeing, apakah firma partikelir dapat terlibat dalam kegiatan itu? Pertanyaan ini diajukan sebab selama ini kegiatan yang terkait dengan offset hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang terdaftar sebagai industri pertahanan di Kementerian Pertahanan.

Walaupun kemitraan industri tersebut bukan offset, namun kerja sama demikian terkait langsung dengan pembelian F-15EX oleh Indonesia. Pertanyaan ini bersifat kritis sebab perusahaan swasta Indonesia yang mempunyai kemampuan memproduksi komponen aerostructures tidak terdaftar sebagai industri pertahanan.

Seandainya hanya perusahaan milik negara yang boleh terlibat dalam kemitraan dengan Boeing karena berstatus sebagai industri pertahanan, tentu saja hal demikian patut disayangkan. Selain itu, merupakan tantangan bagi PT Dirgantara Indonesia untuk dapat memenuhi persyaratan mutu maupun jadwal penyerahan yang ditetapkan oleh Boeing.

Seperti diketahui, dibutuhkan modernisasi fasilitas produksi seperti penambahan autoclave, pergantian mesin-mesin CNC dan pengadaan automatic fibre placement pada firma tersebut. Dengan dana Penanaman Modal Negara sebesar Rp.543 milyar untuk PT Dirgantara Indonesia yang diharapkan cair tahun ini, apakah dana senilai Rp.144,97 miliar untuk revitalisasi fasilitas produksi dapat mencakup pula pengadaan mesin-mesin produksi yang terkait aerostructures dalam jumlah yang memadai?

Terkait dengan buyback Spirit AeroSystems oleh Boeing, Indonesia akan mendapatkan keuntungan apabila pandai memanfaatkan peluang bisnis yang tersedia. Beberapa firma Indonesia akan berurusan langsung dengan Airbus dalam hal aerostructures pesawat-pesawat komersial Airbus.

Kondisi itu akan menguntungkan Indonesia apabila perusahaan-perusahaan tersebut mampu menunjukkan kinerja yang baik terkait kontrak, sehingga dapat menjadi posisi tawar untuk mendapatkan pesanan komponen aerostructures di masa depan.

Sayang tidak ada perusahaan Indonesia yang menjadi pemasok komponen aerostructures pesawat-pesawat niaga Boeing lewat Spirit AeroSystems. Namun peluang kemitraan industri lewat akuisisi F-15EX memberi kesempatan kepada firma-firma Indonesia untuk berurusan langsung dengan Boeing tanpa lewat pihak ketiga seperti Korean Air Aerospace dalam kongsi aerostructures.

F-15EX sangat mungkin dapat diekspor ke Indonesia apabila Indonesia tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak perlu terkait perdagangan pertahanan dengan Rusia, seperti berupaya mengeksekusi kontrak jet tempur Su-35. Aktivasi kontrak Su-35 dapat menjadi pemicu Amerika Serikat untuk membatalkan rencana ekspor F-15EX ke Indonesia.

Dalam situasi geopolitik global yang penuh ketidakpastian, Indonesia harus cerdas dalam mengamankan kepentingan nasionalnya. Pengadaan F-15EX bukan semata soal pertahanan, tetapi pula peluang ekonomi Indonesia dalam global supply chain bisnis aerostructures.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation