Tantangan Pascakontrak Kapal Selam Scorpene Evolved

Alman Helvas Ali, CNBC Indonesia
29 April 2024 11:10
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi Country Representative Indonesia untuk Jane’s Aerospace, Defense & Security pada tahun 2012-2017. Sebagai konsultan.. Selengkapnya
Kapal Selam Scorpene Evolved. (Dok: Naval Group images)
Foto: Kapal Selam Scorpene Evolved. (Dok: Naval Group images)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Naval Group menandatangani akuisisi dua kapal selam kelas Scorpene Evolved pada 28 Maret 2024. Pemberian kontrak kepada galangan Prancis dilakukan tiga hari sebelum masa berlaku Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) program kapal selam diesel elektrik senilai US$2.1 miliar berakhir.

Program pengadaan kapal selam yang mengadopsi Full Lithium-ion Battery tersebut memakai skema pembiayaan Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, di mana kreditor terbesar adalah Banque publique d'investissement (Bpifrance) dan Direction générale du Trésor (DG Trésor) yang merupakan bagian Kementerian Ekonomi dan Keuangan Prancis.

Kontrak tersebut juga menandai bahwa dalam periode 2020-2024, Indonesia membelanjakan sekitar US$11 miliar ke Prancis untuk belanja peralatan pertahanan setelah sebelumnya memberikan sejumlah kontrak kepada Dassault Aviation, Thales dan Airbus Defence and Space.

Keputusan Indonesia menetapkan Naval Group sebagai pemasok kapal selam diesel elektrik merupakan perpaduan antara pertimbangan teknis operasional kapal selam, ekonomi-industri dan politik. Pertimbangan politik tidak dapat dipandang sebelah mata, sebab keputusan memberikan kontrak kepada galangan Prancis juga atas persetujuan Presiden Joko Widodo.

Pembelian dua kapal selam kelas Scorpene Evolved merupakan upaya membangkitkan kembali kemampuan peperangan kapal selam yang tidak dapat dipenuhi lewat pengadaan tiga kapal selam DSME 209/1400 hampir 10 tahun lalu. Selain itu, akuisisi kapal selam dari Prancis juga bagian dari upaya Indonesia untuk menguasai teknologi rekayasa dan konstruksi kapal selam melalui pembangunan dua kapal selam di Surabaya lewat kemitraan antara Naval Group dan PT PAL Indonesia.

Penandatanganan kontrak tersebut bukan akhir dari program pengadaan kapal selam diesel elektrik, namun awal dari sebuah fase panjang hingga kapal selam kelas Scorpene Evolved diserahkan kepada Indonesia sekitar 2030. Justru sekarang adalah fase kritis yang dihadapi oleh Indonesia sesudah kontrak pembelian diteken.

Mengacu pada berbagai kegiatan akuisisi sistem senjata, masa pascapenandatanganan kontrak adalah waktu kritis sebelum sebuah kontrak memasuki fase aktivasi. Terdapat beberapa alasan mengapa saat ini dikategorikan sebagai tahap kritis untuk kontrak akuisisi dua kapal selam kelas Scorpene Evolved.

Pertama, loan agreement. Agar kontrak yang telah diteken dapat memasuki fase efektif, dibutuhkan loan agreement antara Kementerian Keuangan dan calon lender. Mengingat bahwa skema pembiayaan program kapal selam diesel elektrik adalah Lembaga Penjamin Kredit Ekspor di mana calon lender sudah tersedia, penandatanganan loan agreement adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Apabila loan agreement sudah ditandatangani oleh Kementerian Keuangan dan calon lender, program akuisisi kapal selam kelas Scorpene Evolved dapat melangkah menuju fase berikutnya.

Kedua, ketersediaan dana Rupiah Murni Pendamping (RMP). Dalam loan agreement yang disepakati oleh Kementerian Keuangan dan calon lender, salah satu klausul adalah besaran uang muka yang harus dibayarkan oleh pemerintah Indonesia agar kontrak dapat memasuki tahap efektif.

Besaran uang muka bervariasi antara 7,5% hingga 15% tergantung kesepakatan kedua belah pihak. RMP akan diambil dari pos anggaran belanja modal APBN Kementerian Pertahanan, sehingga menjadi pertanyaan apakah RMP bagi program kapal selam kelas Scorpene Evolved akan tersedia pada APBN TA 2025 atau tidak?

Ketiga, kesiapan mitra lokal Naval Group di Indonesia. Naval Group selaku Original Equipment Manufacturer kapal selam kelas Scorpene Evolved diharapkan akan segera menyepakati kemitraan dengan PT PAL Indonesia melalui Joint Operation Agreement (JOA).

Mengacu pada Workshare Agreement antara Naval Group dan PT PAL Indonesia pada 10 Februari 2022, 30% dari nilai kontrak akan diberikan kepada PT PAL Indonesia. Seperti pernah ditulis sebelumnya, semua kegiatan seperti pemotongan baja pertama, konstruksi lambung kapal selam, modules/section grand assembly, test and trial hingga torpedo live firing akan dilaksanakan di Indonesia.

Kesiapan anak usaha PT LEN Industri (Persero) dalam pembangunan dua kapal selam kelas Scorpene Evolved di Indonesia merupakan salah satu hal kritis terkait implementasi program senilai US$2,1 miliar tersebut. Isu kesiapan bukan sekadar tentang fasilitas produksi yang tahun lalu telah mendapatkan assessment dari Naval Group, tetapi juga kesiapan untuk mengelola program bersama dengan Naval Group melalui semacam Joint Program Office (JPO).

JPO merupakan suatu organisasi gabungan antara Naval Group dan PT PAL Indonesia untuk mendiskusikan dan mengeksekusi hal-hal teknis terkait pembangunan kapal selam kelas Scorpene Evolved. Dibutuhkan kesiapan manajemen firma Indonesia tersebut untuk menjalankan program tersebut, di mana peran JPO pada tahap awal dapat berfokus pada isu desain dan perencanaan program.

Kesiapan finansial tidak boleh dilupakan pula, di mana PT PAL Indonesia harus memiliki dana khusus yang dialokasikan untuk program konstruksi kapal selam. Sebagai sebuah program bersama, tentu saja urusan finansial tidak dapat semuanya diserahkan kepada Naval Group.

Misalnya apabila ada persyaratan penerbitan bank guarantee dengan jaminan berbentuk cash collateral, di mana praktik cash collateral adalah lumrah dalam dunia keuangan Indonesia. Merupakan sebuah harapan bahwa isu kesiapan finansial tidak akan menjadi penghambat program pembangunan kapal selam kelas Scorpene Evolved pada tahun-tahun mendatang.

Begitu pula dengan kesiapan manpower planning, di mana fakta menunjukkan bahwa hingga beberapa tahun ke depan PT PAL Indonesia masih memiliki kontrak pembangunan dua fregat Arrowhead 140 pesanan Kementerian Pertahanan Indonesia, dua LPD pesanan Departemen Pertahanan Nasional Filipina dan satu LPD pesanan Uni Emirat Arab.

Dihadapkan pada empat program besar tersebut, PT PAL Indonesia dituntut untuk dapat menyiapkan manpower planning yang dapat diandalkan sehingga tidak ada program konstruksi yang terganggu karena manpower diserap oleh tiga program lainnya.

Di antara keuntungan yang akan didapatkan oleh Indonesia dalam pembangunan kapal selam kelas Scorpene Evolved adalah nilai kandungan lokal sebesar 30% atau jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kegiatan konstruksi fregat di PT PAL Indonesia beberapa tahun silam.

Nilai 30% juga akan mengalir kepada beberapa firma swasta Indonesia, selain PT PAL Indonesia, yang telah dipilih oleh Naval Group untuk berperan sebagai vendor lokal. Hal demikian selain menciptakan lapangan kerja lokal dalam program konstruksi kapal selam, juga membantu perusahaan-perusahaan swasta lokal menyerap know-how yang bersifat teknis dan keterampilan terkait beberapa subsistem kapal selam.

Ini merupakan peluang langka bagi firma-firma tersebut sebab sangat jarang galangan kapal asing memberikan sejumlah pekerjaan terkait kandungan lokal kepada perusahaan non BUMN.


(miq/miq)