DeepSeek: Bukti Kekuatan Kepemimpinan dan Perencanaan 5 Tahun Tiongkok

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Asia Tenggara saat ini menjadi fokus perhatian dunia karena potensi dan percepatan ekspansi ekonomi secara eksponensial dan menjanjikan selama beberapa dekade terakhir. Transformasi digital yang sedang berlangsung di kawasan ini menjadi salah satu alasan utama pencapaian ini.
Dengan bantuan data terkait, opini ini akan mengkaji gagasan downstreaming atau hilirisasi digital dan bagaimana pengaruhnya terhadap masa depan Asia Tenggara.
Asia Tenggara Menggiurkan
Gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) di Asia Tenggara terealisasi mencapai US$3,6 triliun pada tahun 2022. Hal itu menempatkan kawasan ini lebih menggiurkan dibanding negara-negara industri seperti Prancis dan Kanada dan bahkan dua kali PDB Australia, menjadikannya salah satu kekuatan ekonomi utama di dunia. Asia Tenggara telah menjadi pusat perhatian internasional karena kemajuan ekonominya yang luar biasa.
Namun yang lebih mengesankan adalah perkiraan pertumbuhan ekonomi yang stabil di masa depan. Tingkat pertumbuhan PDB agregat untuk wilayah ini diperkirakan sebesar 4% hingga tahun 2040, yang menunjukkan potensi signifikan untuk pengembangan lebih lanjut. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara industri, yang umumnya berkisar antara 1% hingga 2%.
Sebagai negara terbesar di kawasan ini, Indonesia diperkirakan akan memberikan kontribusi pembangunan ekonomi yang besar, dengan PDB-nya diperkirakan mencapai US$4,85 triliun pada tahun 2040, IMF menggunakan proyeksi nilai produk domestik bruto (PDB) untuk mengukur perekonomian negara-negara. Pada tahun 2023, proyeksi nilai PDB Indonesia adalah US$1,4 triliun.
Angka ini setara dengan 36,7% dari total PDB ASEAN, atau 1,4% dari total PDB global. Dengan proyeksi ini, Indonesia menjadi juara di ASEAN dan menduduki peringkat ke-16 di dunia.
Namun demikian, PDB per kapita Indonesia pada tahun 2023 hanya sebesar US$5,1 ribu, yang merupakan sekitar 17 kali lebih rendah dibandingkan dengan Singapura. Dilihat dari sisi per kapita, ekonomi Indonesia hanya menempati peringkat ke-5 di ASEAN, masih kalah dari Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand.
Faktor utama yang menjadi kunci dari kemajuan Asia Tenggara saat ini adalah populasi muda yang akan mencapai era keemasan di tahun 2040 an. Masa depan perekonomian akan sangat bergantung pada generasi muda ini, karena mereka merupakan 55% dari populasi di wilayah tersebut menurut report dari Bain & Company. Potensi tersebut ditunjukkan dengan besarnya kapasitas konsumen dan kemampuan untuk berkembang menjadi sumber daya manusia yang kreatif dan produktif.
Hilirisasi Digital: Faktor Pertumbuhan yang Penting
Fenomena yang juga sering disebut dengan hilirisasi digital ini menggambarkan bagaimana perekonomian tradisional bertransisi menjadi ekonomi digital. Hal ini mencakup penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan produksi, kreativitas, dan efisiensi di setiap sektor ekonomi. Hilirisasi digital telah muncul sebagai salah satu kekuatan utama di balik pembangunan dan ekspansi ekonomi di Asia Tenggara.
Data dari Mondor Intelligence menunjukkan pasar kecerdasan buatan atau artificial intelligence di kawasan ini telah berkembang sangat pesat. Pasar AI tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 31,22% pada tahun 2023, dan diperkirakan CAGR ini akan melambung dari USD$1,15 miliar menjadi USD$3,39 miliar di tahun 2028 mendatang.
Dengan mendigitalkan operasional perusahaan, perubahan ini memungkinkan industri-industri mapan seperti manufaktur, pertanian, dan jasa keuangan tumbuh lebih efektif dan menjangkau khalayak yang lebih luas. Selain itu, bisnis dan startup teknologi baru bermunculan di seluruh wilayah, membawa serta penemuan dan lapangan kerja baru.
Opportunities and Adversities
Hilirisasi digital memiliki potensi pengembangan yang sangat besar, namun banyak kendala yang harus diselesaikan. Kesenjangan digital antara generasi muda dan lanjut usia serta kesenjangan penetrasi IPTEK antara wilayah perkotaan dan pedesaan adalah salah satu contohnya.
Untuk menjamin setiap orang mempunyai akses yang adil terhadap teknologi dan manfaatnya, perlu dilakukan reformasi teknologi. Contoh dari reformasi teknologi yang dapat dilakukan baik pemerintah maupun swasta adalah dengan mengedepankan penetrasi internet terutama di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).
Sungguh sebuah ironi apabila negara lain telah membicarakan teknologi pintar, namun masih ada bagian di Indonesia yang bahkan tidak terfasilitasi dengan fasilitas penunjang internet yang baik.
Permasalahan penting lainnya yang harus diperhatikan ketika menangani hilirisasi digital adalah regulasi. Regulasi yang inovatif dan mudah beradaptasi diperlukan untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung perluasan ekonomi digital.
Namun privasi pengguna dan keamanan data juga harus diperhatikan dalam kebijakan ini. Faktanya, cybersecurity di Indonesia masuk ke dalam peringkat Ke-49 di dunia menurut data dari National Cybersecurity Index (NCSI) 2023, inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama.
Kurangnya keterampilan digital pada angkatan kerja dan perekonomian dunia juga menjadi hambatan lebih lanjut. Meskipun demikian, Asia Tenggara akan terus bergerak menuju masa depan yang lebih inklusif dalam hal digitalisasi jika Asia Tenggara terus melihat hambatan sebagai peluang untuk pengembangan dan inovasi.
Kesimpulannya, hilirisasi digital telah menjadi faktor kunci dalam ekspansi ekonomi Asia Tenggara. Kawasan ini memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi pusat inovasi dan pertumbuhan ekonomi di masa depan, terutama dengan dukungan besarnya porsi generasi muda dalam piramida penduduknya.
Namun, kerja sama antara sektor Public-Private Partnership (PPPs) diperlukan untuk mewujudkan potensi ini. Asia Tenggara siap mencapai kemajuan yang signifikan untuk menuju masa depan digital yang sejahtera dan inklusif melalui pendekatan-pendekatan yang tepat.