Indonesia Membutuhkan Strategi Industri Pertahanan Nasional

Alman Helvas Ali, CNBC Indonesia
26 January 2024 14:45
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi Country Representative Indonesia untuk Jane’s Aerospace, Defense & Security pada tahun 2012-2017. Sebagai konsultan.. Selengkapnya
Infografis: 5 Fakta Kapal Selam Made in RI yang Bikin Geger ASEAN
Foto: Ilustrasi kapal selam (Arie Pratama/CNBC Indonesia)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Amerika Serikat belum lama ini menerbitkan National Defense Industrial Strategy (NDIS) yang merupakan turunan dari National Defense Strategy (NDS). NDS memberikan prioritas pada penguatan defense industrial base (DIB), yaitu kemampuan untuk memproduksi peralatan perang.

Sejak berakhirnya Perang Dingin, Amerika Serikat menghadapi tantangan dalam mempertahankan keunggulan DIB terhadap negara-negara lain, sebab produksi sistem senjata mengalami pengurangan secara kuantitas seiring menurunnya anggaran pertahanan. Sementara di sisi lain, negara-negara pesaing Amerika Serikat seperti Cina dan Rusia berupaya memperkuat DIB mereka dengan memanfaatkan keuntungan dari globalisasi.

Sebagai ilustrasi, DIB Amerika Serikat menghadapi tantangan besar menyusul invasi Rusia terhadap Ukraina pada Februari 2022 setelah Washington memberikan beragam paket bantuan militer kepada Kiev, termasuk munisi kaliber 155 mm. Tingkat produksi munisi kaliber 155 mm Amerika Serikat sebelum invasi tersebut adalah 14 ribu butir per bulan, sementara tingkat konsumsi harian munisi kaliber 155 mm Ukraina pada 2023 adalah enam ribu butir per hari.

Kondisi demikian sempat mengkhawatirkan Amerika Serikat mengingat dua juta butir munisi yang dikirimkan ke Ukraina berasal dari persediaan munisi miliknya yang harus segera diganti untuk mengantisipasi pecahnya perang yang langsung melibatkan Amerika Serikat. Pada Oktober 2023, Amerika Serikat berhasil meningkatkan kapasitas produksi munisi 155 mm menjadi 28 ribu butir per bulan.

Mengacu pada NDIS, terdapat empat isu kritis bagi industri pertahanan Amerika Serikat, yaitu resilient supply chains, workforce readiness, flexible acquisition dan economic deterrence. Isu resilient supply chains antara lain karena industri pertahanan Amerika Serikat juga mengandalkan pasokan material berbagai usaha kecil domestik dalam supply chain industri tersebut.

Sedangkan di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa banyak usaha kecil domestik yang berada dalam supply chain menghadapi tantangan cash flow karena persetujuan pendanaan program yang terlambat.

Mengenai isu workforce readiness, tantangan yang dihadapi oleh industri pertahanan Amerika Serikat adalah kurangnya generasi muda yang mengejar karier di dunia manufaktur dan mengambil jurusan Science, Technology, Engineering and Math (STEM) yang dibutuhkan oleh dunia industri. Kurangnya tenaga kerja dipandang oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat sebagai salah satu penyebab jadwal pemeliharaan rutin kapal perang meleset dari jadwal seharusnya.

Sedangkan flexible acquisition dan economic deterrence adalah dua isu yang cukup unik karena status Amerika Serikat sebagai negara pemilik anggaran terbesar di dunia sekaligus mempunyai industri pertahanan paling maju di dunia.

Penerbitan NDIS menunjukkan bahwa industri pertahanan adalah bagian tidak terpisahkan dari strategi pertahanan nasional Amerika Serikat. Industri pertahanan Amerika Serikat merupakan industri yang sudah maju karena telah dikembangkan sejak abad ke-19 dan didukung oleh beragam industri pendukung pada tier dua, tier tiga dan tier empat.

Firma swasta merupakan pemain utama industri tersebut, sedangkan peran pemerintah antara lain memberikan suntikan dana untuk riset maupun pengembangan produk-produk kepada pihak swasta. Dalam sistem politik Amerika Serikat, pengaruh industri pertahanan sangat kuat pada dua partai utama di sana, bahkan merupakan hal yang lumrah bila para eksekutif industri pertahanan ditunjuk menduduki jabatan-jabatan penting di Pentagon.

Indonesia sejak era Orde Baru sampai sekarang terus berupaya memajukan industri pertahanannya, di mana tantangan-tantangan yang dihadapi cukup berat dan kompleks. Sebagai contoh, Indonesia masih menghadapi jalan terjal untuk menguasai berbagai teknologi tinggi yang terkait dengan industri pertahanan, suatu hal yang tidak dihadapi oleh Amerika Serikat.

Begitu pula dengan upaya untuk menghadirkan industri-industri pendukung di dalam negeri sehingga tercipta supply chain domestik yang akan memberikan keuntungan ekonomi secara luas. Terkait dengan NDIS, terdapat sejumlah hal yang dapat menjadi bahan pelajaran bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia.

Sudah saatnya bagi Kementerian Pertahanan untuk menyusun dokumen tentang Strategi Industri Pertahanan Nasional yang merupakan turunan dari Strategi Pertahanan Negara. Strategi tersebut akan menjadi acuan dalam pengembangan industri pertahanan nasional untuk jangka waktu tertentu, misalnya untuk lima tahun ke depan.

Dengan eksistensi dokumen tersebut, pemerintah dan para pelaku industri pertahanan memiliki arah yang sama dalam membangun industri pertahanan domestik. Sehingga sumberdaya yang dibutuhkan pun dapat dikonsolidasikan, khususnya pembiayaan untuk mendukung pemajuan industri pertahanan, baik yang berasal dari APBN, kas internal perusahaan-perusahaan industri pertahanan maupun pinjaman dari lembaga keuangan.

Eksistensi Strategi Industri Pertahanan Nasional juga dapat memusatkan sumber daya yang terbatas untuk mendukung pengembangan sejumlah teknologi pertahanan yang dipandang prioritas dan mendesak. Selama ini, pemerintah mempunyai fokus yang terlalu banyak untuk pengembangan teknologi pertahanan sebagaimana dicerminkan dalam 10 program prioritas di tengah keterbatasan dana, sumberdaya manusia dan teknologi.

Melalui pemusatan sumberdaya pada sejumlah teknologi pertahanan saja, pemerintah dan industri pertahanan, baik BUMN maupun swasta, dapat secara bersama membangun industrial base pada industri-industri tersebut. Penguatan industrial base pada industri-industri tertentu merupakan sebuah keniscayaan agar kemandirian relatif bisa dicapai meskipun sumberdaya yang dipunyai terbatas.

Salah satu yang memerlukan pembangunan industrial base adalah kapal selam, di mana Indonesia perlu melibatkan berbagai pihak, baik domestik maupun internasional, BUMN maupun partikelir dan aktor lainnya. Penawaran kerja sama produksi kapal selam secara lokal oleh Naval Group sebagai bagian dari program kapal selam senilai US$2,1 miliar merupakan salah satu peluang untuk membangun industrial base kapal selam di Indonesia.

Begitu pula dengan penguatan industrial base untuk land system, khususnya kendaraan lapis baja, baik APC maupun tank medium. Penguatan industrial base untuk land system hendaknya melalui kemitraan yang lebih dalam dengan beberapa firma asing seperti FNSS yang selama ini telah membantu Indonesia di bidang tersebut.

Peran industri domestik dalam mendorong pembangunan maupun penguatan industrial base juga harus dilakukan. Industri dalam negeri hendaknya diharapkan dapat menjadi pemasok pada tier dua hingga tier empat.

Kementerian Pertahanan perlu memperluas peran industri pertahanan swasta dalam pembangunan maupun penguatan industrial base tersebut sebab selama ini peran mereka masih dipandang sebelah mata. Tidak mungkin tercipta industrial base yang kuat tanpa peran industri pertahanan swasta pada tier dua sampai tier empat.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation