Sinergi Kebijakan APBN & APBD Demi Perlindungan Sosial Rakyat

Setyo Utomo, CNBC Indonesia
08 November 2022 09:50
Setyo Utomo
Setyo Utomo
Setyo Utomo merupakan salah satu aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Keuangan. Saat ini menjabat sebagai Kepala Subbagian Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pamekasan. Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan .. Selengkapnya
Aktifitas kegiatan penghuni Rusun Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (25/6). Sejumlah 10 blok penghuni Rusun Penjaringan di relokasikan ke Rusun Buaya karena rusun tersebut merupakan bangunan lama. Warga yang terkena revitalisasi ini sekitar 600 KK atau 4.160 warga, direlokasi ke Rusunawa Rawa Buaya. Proses relokasi dilakukan berthan hingga batas terakhir para penghuni rusunawa sampai 07 Juli 2019. Menurut warga sekitar pihak pemprov membebaskan masyarakat umum untuk menyewa rusun itu. Hal itu tertuang dalam Pergub No 55 tahun 2018 jo Pergub No 29 tahun 2019. Dalam aturan itu, masyarakat umum berpenghasilan Rp 2,5 - 4,5 juta perbulan nantinya akan dibebankan tarif Rp 765 ribu diluar tagihan listrik dan air. Sedangkan untuk masyarakat terprogram (relokasi) akan dibebankan tarif Rp 505 ribu diluar tagihan listrik dan air. Sebelumnya mereka menyewa di rusunawa ini seharga Rp 50.000. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Aktivitas penghuni Rusun Penjaringan, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Perlindungan sosial adalah upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu agar dapat menikmati taraf hidup yang wajar. Perlindungan sosial dalam rencana pembangunan nasional diartikan sebagai suatu langkah kebijakan yang dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin.

Sebagaimana diketahui, pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, pemerintah telah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 431,5 triliun. Anggaran tersebut ditujukan untuk meringankan beban pengeluaran keluarga miskin dan rentan, serta mengembalikan tren penurunan tingkat kemiskinan dan penurunan ketimpangan di Indonesia.

Adanya program perlindungan sosial diharapkan mampu memperkuat fondasi kesejahteraan sosial, mengentaskan kemiskinan dan kerentanan, termasuk memperkuat daya ungkit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan dunia usaha agar mampu bangkit kembali lebih kuat dan berdaya tahan menghadapi perkembangan ekonomi global.



Realisasi APBN untuk Program Perlindungan Sosial
Realisasi APBN untuk program perlindungan sosial sampai dengan periode September 2022 tercatat Rp 307,1 triliun. Anggaran itu sudah terserap 72,28% dari target anggaran yang sebesar Rp 431,5 triliun.

Bantuan perlindungan sosial ini telah disalurkan kepada Program Keluarga Harapan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), bantuan tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan (PKLWN) sebanyak 2,1 juta penerima, kartu sembako 18,7 juta KPM. Kemudian, subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 5,64 juta debitur, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng 23,9 juta penerima, dan BLT Desa kepada 7,5 juta KPM.

Sementara untuk realisasi bantuan sosial tambahan dalam merespons kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pemerintah sudah menyalurkan sebanyak Rp 11,9 triliun atau sudah terserap 50,7% dari total anggaran Rp 24,17 triliun.

Dari anggaran sebesar Rp 24,17 triliun tersebut, pemerintah telah menyalurkan tiga jenis bantuan sosial tambahan. Pertama, BLT dengan alokasi anggaran sebesar Rp 12,4 triliun dan menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). BLT ini disalurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) melalui PT. Pos Indonesia. Bantuan ini sudah tersalurkan Rp 6,44 triliun.

Kedua, Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan alokasi anggaran Rp 9,6 triliun. Bantuan yang akan disalurkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan ini akan diberikan kepada 16 juta pekerja sasaran yang masing-masing menerima sebesar Rp 600 ribu. Bantuan ini sudah tersalurkan 4,2 triliun.

Realisasi APBD untuk Program Perlindungan Sosial
Di samping alokasi anggaran melalui APBN, pemerintah juga menganggarkan program perlindungan sosial melalui APBD. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan telah menginstruksikan kepada pemerintah daerah agar menganggarkan 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk belanja wajib APBD dalam rangka memberikan bantuan sosial bagi masyarakat di daerah masing-masing sebagai upaya penanganan dampak inflasi pascakenaikan harga BBM. Belanja wajib perlindungan sosial ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022.

Kebijakan tersebut mewajibkan pemerintah daerah mendukung program penanganan dampak inflasi, melalui belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022. Belanja wajib perlindungan sosial ini akan digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja; serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.

Data dari Bank Indonesia menunjukkan, inflasi akibat kenaikan harga BBM, yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan September 2022, tercatat sebesar 5,95% atau lebih tinggi 1,26% dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69%. Dukungan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan untuk memastikan akibat inflasi yang berdampak langsung pada kehidupan sosial masyarakat.

Kebijakan pemerintah melalui belanja wajib perlindungan sosial yang berasal dari APBD diharapkan bisa mengurangi tekanan ekonomi kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Belanja wajib ini dialokasikan terkumpul sebesar Rp 3,5 triliun dari seluruh DTU pemerintah daerah.

Adapun realisasi anggaran yang bersumber dari APBD sampai dengan bulan September 2022 dari Rp 3,5 triliun baru terealisasi penggunaannya sebesar Rp 277,6 miliar atau 7,9%. Realisasi Rp 277,6 miliar ini dibelanjakan untuk bantuan sosial sebesar Rp 105,3 miliar, penciptaan lapangan kerja Rp 69,4 miliar, subsidi sektor transportasi Rp 40,5 miliar dan perlindungan sosial lainnya Rp 62,4 miliar.

Pemerintah telah menargetkan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia pada tahun 2024 mencapai nol persen. Adanya program perlindungan sosial yang diwujudkan secara nyata melalui kebijakan-kebijakan penganggaran pada APBN dan APBD bukanlah hal yang mustahil mewujudkan target tersebut. Semoga...


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation