Siswanto Rusdi
Siswanto Rusdi

Siswanto Rusdi adalah pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), lembaga pengkajian yang fokus di bidang pelayaran, pelabuhan, MET (Maritime Education and Training (MET), dan keamanan maritim. Ia berlatar belakang pendidikan pascasarjana dari FIKOM UPI YAI, Jakarta dan RSIS-NTU, Singapura, setelah gelar sarjana ditempuh di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta. Dia pernah bekerja sebagai wartawan dengan posisi terakhir sebelum banting setir adalah koresponden untuk koran Lloyd's List, Inggris. Pada masanya, terbitan ini merupakan rujukan pelaku usaha pelayaran global. Kini, selain mengelola Namarin, dia juga mengajar di beberapa universitas di Jakarta.

Profil Selengkapnya

Rencana IPO ASDP Dalam Timbangan Kemaritiman

Opini - Siswanto Rusdi, CNBC Indonesia
18 March 2022 18:05
asdp Foto: Ilustrasi ASDP (Dokumentasi indonesiaferry.co.id)

Perusahaan feri pelat merah, PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP), berencana akan melantai di bursa dalam waktu dekat. Sejumlah langkah sudah dan sedang dipersiapkan oleh perusahaan itu. Salah satunya adalah mengakuisisi operator feri swasta, PT Jembatan Nusantara. Dengan langkah ini, penguasaan pasar bisnis feri nasional oleh ASDP akan makin luas. Karena dilakukan sebelum IPO (Initial Public Offering) maka dengan sendirinya akuisisi itu diharapkan pula akan menaikkan portofolio korporasi.

IPO adalah langkah sebuah korporasi menjadikan dirinya sebagai perusahaan publik. Artinya, saham, dalam hal ini ASDP, bisa dibeli masyarakat/publik, dari dalam maupun luar negeri. Agar bisa IPO, calon emiten harus comply dengan berbagai aturan seperti good corporate governance, laporan keuangan yang baik dan lain-lain yang ditetapkan oleh otoritas.

Saat tulisan ini diselesaikan, muncul perkembangan baru dari rencana IPO dimaksud. Jika tidak dapat diwujudkan tahun ini, ASDP akan menerbitkan medium term notes (MTN) sebagai gantinya. Begitu kata petinggi perusahaan. ASDP menargetkan sekitar Rp 3,5 triliun hingga Rp 4,5 triliun melalui IPO. Tidak jelas berapa dana yang akan diraih lewat penerbitan MTN. Kita tunggu saja bagaimana akhir ceritanya; apakah IPO atau MTN yang akan dipilih oleh ASDP. Namun satu yang jelas, langkah mencari dana dari publik yang dilakukan ASDP sudah tepat.

Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir berpesan kepada semua BUMN agar memanfaatkan berbagai strategi dalam menggali sumber-sumber pendanaan bagi perusahaan. Dana penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah yang selama ini diandalkan oleh perusahaan milik negara untuk kegiatan dan pengembangan usaha sudah amat sangat terbatas jumlahnya. Kalaupun ada, pengalokasiannya selektif sekali. Pilihan yang tersedia buat BUMN agar dapat duit hanya dua: divestasi atau go public.

Pertanyaannya sekarang, bagaimanakah prospek keberhasilan IPO atau MTN ASDP menurut timbangan kemaritiman? Soalan ini cukup layak dicuatkan karena sudah ada beberapa perusahaan kemaritiman - pelabuhan dan pelayaran, antara lain - yang sudah menempuh kedua langkah tersebut berakhir buntung. Tentu, ada juga perusahaan kemaritiman yang sukses dengan IPO/MTN yang mereka jalankan. Sayangnya, perusahaan ini sulit menembus liga saham blue chip atau LQ45 sejak mereka melantai di bursa saham.

Timbangan pertama, bisnis kemaritiman merupakan ladang usaha yang pondasinya dinamis sekali, jika tidak hendak disebut rentan. Bisnis ini dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, keamanan dan sebagainya. Ambil contoh sektor pelayaran. Sebagian besar aktivitas usahanya didasarkan pada kontrak. Parahnya, kontrak ini dibuat jangka pendek; paling lama hanya sekitar setahun. Situasi ini terasa sekali dalam pelayaran lepas pantai (offshore). Kontraknya ada yang enam bulan saja. Malah bisa lebih singkat dari itu.

Pelayaran penumpang, baik yang menggunakan kapal jenis ro-ro maupun kapal penumpang, juga terhitung rentan. Jarang orang berduit menggunakannya untuk transportasi. Mereka lebih memilih naik pesawat. Kalaupun bervakansi dengan kapal, biasanya menggunakan cruise mewah. Di Indonesia, kapal ro-ro dan kapal penumpang digunakan oleh sebagian besar rakyat saat kepepet atau lebaran. Sebagian lagi yang cukup tebal kantongnya lebih memilih menggunakan pesawat.

Kedua, bisnis kemaritiman itu membutuhkan modal atau capital yang masif tetapi periode kembali modal (break event point)-nya relatif lama. Kapal, bangunan baru maupun second hand, menyedot dana besar ketika membelinya. Makin canggih sebuah kapal, makin mahal pula harganya. Baru ataupun bekas. Pengoperasian kapal yang diadakan tadi memerlukan modal lagi yang jumlahnya tidak sedikit. Untuk perawatan, bunker dan lain sebagainya. Perang yang berkecamuk antara Rusia dan Ukraina membuat biaya bunker bergerak liar sehingga biaya operasi kapal melambung. Membangun dan mengoperasikan pelabuhan juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Lantas, bagaimana timbangan bisnis feri atau penyeberangan yang digeluti oleh ASDP itu sendiri? Apakah sektor yang satu ini cukup menarik bagi para pemilik uang dan investor sehingga mereka akan merespon positif saham/MTN ASDP nantinya? Begini situasinya. Bisnis feri nasional sejatinya sektor usaha yang sangat diregulasi alias highly regulated oleh pemerintah. Misalnya, harga tiket feri ditetapkan oleh pemerintah. Operator tidak memiliki kewenangan untuk mengutak-atiknya (baca: menaikkan) walaupun situasinya amat memerlukan kenaikan harga tiket.

Paling banter operator melakukan penghitungan seberapa besar kenaikan harga tiket yang ideal bagi mereka. Pemerintah yang nantinya memutuskan; bisa sesuai dengan harapan pelaku usaha, bisa pula tidak. Kondisi berusaha seperti ini tentu akan sangat dipertimbangkan oleh calon investor. Bagi mereka, usaha yang digeluti operator feri, dalam hal ini ASDP, memiliki ruang manuver yang sempit dalam memberikan keuntungan buat mereka. Dalam kalimat lain, untung ASDP "udeh ketaker".

Sedikit catatan terkait regulasi di sektor usaha feri atau penyeberangan. Saat ini, aturan yang ada menggariskan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut memiliki kewenangan dalam tata kelola bisnis ini. Teorinya, instansi pertama mengurusi segala hal terkait aspek darat. Di Indonesia, feri/penyeberangan memang dianggap bagian transportasi darat. Sementara instansi yang terakhir mengurusi semua aspek yang berhubungan dengan teknis perkapalannya seperti kelaiklautan, safety, dan lain-lain.

Bisnis feri atau penyeberangan nasional juga ditandai dengan banyaknya kapal tua. Tetapi, jujur saja, saya tidak mengetahui berapa banyak armada kapal ASDP yang sudah uzur. Akibat banyaknya kapal tua yang melayani penumpang di lintasan penyeberangan pasti akan menempatkan sektor ini ke dalam profil high risk business. Dijamin, bakal tidak banyak investor yang mau menempatkan duitnya kepada emiten dengan karakter usaha seperti begitu. Sekali lagi, pernyataan ini tidak ditujukan kepada ASDP.

Bila nanti ASDP betul-betul jadi melantai ke bursa, atau, paling tidak, mengeluarkan surat utang (MTN), aspek bisnis dan teknis armada seperti yang diuraikan di atas pasti akan dijelaskan dengan gamblang dalam prospektusnya. Dan, calon investor - para fund manager, pengelola dana pensiun dalam dan luar negeri, dan sebagainya - akan menimbangnya sebelum lanjut dengan membeli saham atau MTN yang dipasarkan. Kita tunggu saja.

(miq/miq)
Opini Terpopuler
    spinner loading
Artikel Terkait
Opinion Makers
    z
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading