Urgen, Indonesia Butuh Lebih Banyak Climate Realist

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Belakangan kita sering merasa lebih panas dibandingkan dulu tanpa menyadari bahwa itu adalah akibat dari pemanasan global. Kenaikan suhu global sejak sekitar 1980 sampai 2021 meningkat 2X lebih cepat daripada periode sebelumnya.
![]() |
Menurut kepala BMKG, Dwikorita pada 26 Agustus 2021, saat ini kenaikan suhu udara di Indonesia dinilai sudah membuat iklim di Indonesia tidak karuan dimana kenaikan suhu udara juga bisa mengakibatkan cuaca ekstrem dengan intensitas yang semakin meningkat, durasi yang semakin panjang dan frekuensinya semakin sering. Kalau tidak ada mitigasi yang tepat, menurutnya pada tahun 2100 kenaikan suhu udara di Indonesia akan mencapai 3 °C.
Belakangan kita sering merasa lebih panas dibandingkan dulu tanpa menyadari bahwa itu adalah akibat dari pemanasan global. Kenaikan suhu global sejak sekitar 1980 meningkat 2X lebih cepat daripada periode sebelumnya.
![]() |
Meski secara umum rata-rata suhu udara permukaan Indonesia lebih rendah dari rata-rata global, tetapi jika dilihat secara spesifik per kota maka beberapa kota di Indonesia justru memiliki suhu lebih tinggi ketimbang rata-rata dunia.
Kenaikan konsentrasi CO2 dunia sejak tahun 2000 10X lebih tinggi dibandingkan kenaikan selama 800.000 tahun dimana kenaikan CO2 sebanding dengan kenaikan jumlah suhu sehingga pada 12 Desember 2015 ditandatangani Paris Agreement oleh 197 negara (hampir semua negara didunia) untuk menahan kenaikan suhu dunia dibawah 2 °C, jika memungkinkan 1,5 °C, dibandingkan angka sebelum masa Revolusi Industri.
![]() |
Apa saja dampak kenaikan suhu 1,5 °C? Para ilmuwan memperingatkan bahwa akibat-akibatnya antara lain curah hujan atau kekeringan yang ekstrim dan hasil panen yang lebih rendah. Ini semua berdampak negatif terhadap ekonomi.
Laporan khusus 'global warming of 1,5 C' dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang dibuat oleh 91 peneliti dari 40 negara terbitan 8 Oktober 2018 melaporkan bahwa:
![]() |
Sejak 2009, petani di indonesia sudah kesulitan mengandalkan ramalan cuaca, lantaran rutinnya anomali masa tanam. Ujung-ujungnya gagal panen menjadi fenomena yang sering terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Merujuk laporan Tempo, kerugian akibat satu kali gagal panen padi di seluruh Jawa Timur saja mencapai Rp3 triliun pada 2011. Padahal kegagalan panen itu cuma satu dari sekian banyak dampak dari pemanasan global.
Selain itu, berdasarkan data 2017, Indonesia adalah penyumbang gas rumah kaca nomor 5 terbesar di dunia dan merupakan kontributor terbesar untuk emisi yang disebabkan penebangan hutan dan degradasi hutan.
Berdasarkan hasil survei Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di April 2021 terhadap 1.200 responden di 34 provinsi menemukan bahwa masyarakat banyak bicara misalnya soal korupsi bansos, Asabri, bom bunuh diri Makassar, hingga kontestasi parpol serta kandidat capres 2024.
Masalah pemanasan global sama sekali tidak termasuk topik yang dibicarakan. Tapi ini tidak mengherankan karena di sekolah dan di bangku kuliah masalah pemanasan global tidak pernah disinggung.
Krisis peningkatan suhu global sudah didepan mata dan akan kita alami sendiri. Bagaimana kondisi bumi 10 - 20 tahun lagi. Bagaimana nasib generasi penerus kita nanti? Sudah saatnya kita mengurangi pembakaran bahan bakar fosil antara lain dengan:
LED lebih mahal tetapi untuk jangka menengah & panjang kita lebih untung karena sedikitnya biaya listrik yang harus dibayar.