Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Sebuah seminar digelar di Jakarta, ibu kota Indonesia, 27 November 2018. Seminar itu bukan sekadar seminar biasa. Sebab, seminar itu dilaksanakan dalam rangka memperingati lima tahun Indonesia-China Comprehensive Strategic Partnership.
Salah satu topik yang mengemuka adalah jumlah perusahaan asal Negeri Tirai Bambu di Indonesia. Ketua Kamar Dagang China di Indonesia (CCCI), Gong Bencai, menyatakan sebanyak 1.000 perusahaan China beroperasi di Tanah Air. (Republika, 27 November 2018).
Akan tetapi, pendahulu Gong, yaitu Liu Haosheng menyebut jumlah perusahaan China di Indonesia mencapai 2.000 perusahaan. Hal itu dituturkan Haosheng ketika menjadi pembicara dalam sebuah forum di Hongkong, China. (China Daily, 27 Oktober 2014).
Jumlah itu dikonfirmasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada 2015, BKPM melaporkan realisasi investasi (2010-2014) untuk kategori proyek asal China mencapai 1.375 proyek, sedangkan sisanya sebanyak 701 proyek berasal dari Hongkong. Totalnya 2.076 perusahaan.
Jika demikian, apakah separuh perusahaan China meninggalkan Indonesia selam kurun waktu 2015-2018? Sepertinya tidak. Sebab, selama 2010 hingga 2017, BKPM melaporkan realisasi investasi untuk kategori proyek asal China mencapai 6.138 proyek, sedangkan dari Hongkong sebanyak 3.417 proyek.
Apabila penghitungan untuk 2018 dilakukan dengan memasukkan data hingga semester I-2018 dari BKPM, maka jumlah proyek asal China dan Hongkong menembus 13.500 proyek. Perinciannya 8.500 proyek asal China, sementara sisanya 5.000 proyek. Tercatat lebih dari 80% dari semua proyek tuntas selama Kemitraan Strategis Indonesia-China.
Berdasarkan semua data yang ada, satu pertanyaan pun muncul. Apakah investasi perusahaan asal China yang tinggi di Indonesia selama beberapa tahun tidak di-update oleh CCCI?
Banyak proyek investasi yang dihitung BKPM melibatkan investasi tambahan dari perusahaan China dan Hongkong yang sudah beroperasi di Indonesia. Investasi tambahan semacam itu membutuhkan persetujuan BKPM.
Namun demikian, jika saat ini ada 1.000 perusahaan asal China yang beroperasi di Indonesia, tidak mungkin mereka melakukan kesalahan dalam penghitungan awal sehingga rata-rata mereka harus memohon 13 kali kepada BKPM untuk mengizinkan mereka menambah investasi
Saling percaya
Pada forum 27 November lalu, mantan menteri luar negeri Indonesia Hassan Wirajuda mengatakan Indonesia dan China perlu menambal masalah kepercayaan. Ini karena hal itu telah berujung pada kesalahpahaman. Dia menekankan kedua negara perlu membangun strategic trust (The Jakarta Post, 28 November 2018).
Kata-kata itu patut diperhatikan dan dicermati di Indonesia dan China. Saling percaya adalah prasyarat penting dalam memperdalam hubungan bilateral. Dan kepercayaan yang paling baik ditentukan berdasarkan data yang transparan dan konsisten. Keduanya, data Indonesia dan data China.
Masih ingat rumor perihal 10 juta pekerja China di Indonesia yang ramai dibicarakan Desember 2016? Sejak masalah itu mengemuka, Kementerian Ketenagakerjaan lebih terbuka dalam menyampaikan informasi publik terkait tenaga kerja asing (TKA) dari China yang bekerja secara legal di Indonesia.
Selain garansi bahwa jumlah TKA Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan negara lain ditambah fakta TKA Indonesia merupakan pekerja terampil, masih ada informasi yang sumir.
Misalnya, apa peran perusahaan asing untuk mengatasi kekurangan itu. Masalah lain adalah kekhawatiran publik bahwa pekerjaan yang seyogianya dapat dilakukan orang Indonesia, malah diambil orang asing.
Tidak ada penjelasan yang dapat membantu menjelaskan kepada publik terkait mengapa perusahaan-perusahaan China terus mempekerjakan pekerja asing secara ilegal. Detail tentang penjelasan-penjelasan yang harus diinformasikan sehingga masalah itu terselesaikan.
Apakah pekerja ilegal itu terampil atau tidak terampil? Apakah ada skill mismatch dalam pasar tenaga kerja di Indonesia? Apakah tingkat upah di Indonesia terlalu tinggi? Apakah UU Ketenagakerjaan RI membuat perusahaan China enggan mempekerjakan pekerja asal Indonesia?
Apakah proyek perusahaan China selalu dieksekusi di daerah terpencil? Apakah ada hambatan bahasa antara pengusaha China dan karyawan Indonesia tidak dapat diatasi?
Sebaliknya, lembaga-lembaga terkait di Indonesia terus menekankan bahwa TKA hanya 0,03% dari populasi Indonesia. Di sisi lain, media-media di Indonesia juga terus memberitakan tenaga kerja ilegal yang tertangkap polisi dan otoritas imigrasi tanpa dokumen. Maka timbul persepsi hanya penegakkan hukum yang dapat menuntaskan masalah itu.
Pemerintah Indonesia ingin lebih banyak perusahaan China terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur besar. China siap menawarkan dukungan di bawah Belt and Road Initiative. Konsekuensinya, perlu ada pemahaman yang lebih baik perihal isu-isu yang dialami perusahaan China di Indonesia.
Tanpa diskusi terbuka terkait isu-isu tersebut, diinformasikan dengan data yang akurat dan efisien dari sisi Indonesia maupun China, desas-desus akan terus berlanjut. Perincian terkait perusahaan China yang beroperasi di Indonesia akan membantu menghilangkan kesalahpahaman dan rumor berlebihan.
Berapa banyak jumlah mereka? di sektor mana mereka aktif? Pekerjaan apa yang mereka lakukan? Berapa banyak tenaga asing yang digunakan? Seperti apa teknologi yang mereka bawa sampai kontribusi mereka terhadap peningkatan ekspor dan impor Indonesia?
Jawaban-jawaban atas pertanyaan semacam itu akan memberi jawaban dalam ruang publik. Hal itu akan berkontribusi dalam membangun apa yang disebut Hassan Wirajuda sebagai strategic trust antara Indonesia dan China.
(miq)