4 Fakta Perang Baru di Yaman: Saudi Vs UEA, Negara Status Darurat
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi keamanan di Yaman kembali mencapai titik nadir setelah bentrokan bersenjata skala besar meletus di wilayah Selatan, memicu kekhawatiran akan runtuhnya gencatan senjata yang selama ini terjaga. Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional secara resmi telah mengumumkan status darurat selama 90 hari guna merespons eskalasi militer yang semakin tidak terkendali di berbagai titik strategis.
Krisis ini semakin memanas setelah koalisi pimpinan Arab Saudi mengeluarkan peringatan keras bagi warga sipil untuk segera mengevakuasi area sekitar pelabuhan Mukalla yang kini menjadi zona tempur.
Berikut sejumlah fakta terkait situasi di Yaman, Selasa (30/12/2025):
1. Saudi Serang Pelabuhan Mukalla
Dilaporkan kantor berita negara Saudi, SPA, Selasa (30/12/2025), koalisi militer pimpinan Saudi menargetkan sejumlah besar senjata dan kendaraan tempur yang sedang dibongkar di Yaman, dari kapal-kapal yang datang dari UEA. Alutsista itu diyakini milik kelompok milisi Dewan Transisi Selatan (STC) yang didukung UEA, yang berupaya menghidupkan kembali negara Yaman Selatan.
Koalisi Saudi memperingatkan akan mendukung pemerintah Yaman saat ini dalam konfrontasi militer apa pun dengan pasukan separatis. Koalisi mendesak pemberontak untuk mundur "secara damai" dari provinsi-provinsi yang baru saja direbut.
"Awak kedua kapal menonaktifkan sistem pelacakan mereka dan menurunkan sejumlah besar senjata dan kendaraan tempur untuk mendukung pasukan Dewan Transisi Selatan," lapor SPA, dimuat AFP.
"Mengingat bahaya dan eskalasi yang ditimbulkan oleh senjata-senjata ini... angkatan udara Koalisi melakukan operasi militer terbatas pagi ini yang menargetkan senjata dan kendaraan tempur yang telah diturunkan dari kedua kapal di pelabuhan al-Mukalla," tambah laporan tersebut.
2. Darurat Perang 90 Hari
Situasi Yaman kian mencekam setelah pemerintah yang diakui internasional mengambil langkah darurat menyusul perebutan wilayah oleh kelompok separatis di selatan negara itu. Presiden Dewan Kepemimpinan Presiden Yaman, Rashad al-Alimi, pada Selasa mengumumkan status darurat nasional sekaligus membatalkan perjanjian keamanan dengan Uni Emirat Arab (UEA).
"Perjanjian Pertahanan Bersama dengan Uni Emirat Arab dengan ini dibatalkan," demikian bunyi pernyataan tersebut, dilansir AFP, Selasa (30/12/2025).
Keputusan tersebut disertai dekret terpisah yang menetapkan status darurat selama 90 hari, termasuk penerapan blokade udara, laut, dan darat selama 72 jam.
3. Ultimatum Arab Saudi
Riyadh mengeluarkan pernyataan keras yang menyebut keamanan nasionalnya sebagai "garis merah" dan secara resmi memberikan tenggat waktu 24 jam bagi pasukan UEA untuk meninggalkan Yaman.
Langkah drastis ini diambil hanya beberapa jam setelah koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara ke pelabuhan Mukalla di Yaman Selatan. Serangan tersebut menargetkan apa yang disebut sebagai dukungan militer asing bagi kelompok separatis selatan yang didukung oleh UEA.
Presiden Dewan Kepemimpinan Kepresidenan Yaman yang didukung Saudi, Rashad al-Alimi, secara resmi membatalkan pakta pertahanan dengan UEA. Dalam pidato di televisi nasional, Alimi menuduh Abu Dhabi telah memicu perpecahan internal di Yaman.
"Sayangnya, telah dikonfirmasi secara pasti bahwa Uni Emirat Arab menekan dan mengarahkan Dewan Transisi Selatan (STC) untuk merusak dan memberontak terhadap otoritas negara melalui eskalasi militer," tegas Alimi, dilansir Reuters.
Pemerintah Arab Saudi mendukung penuh tuntutan pengusiran tersebut. Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Luar Negeri UEA belum memberikan tanggapan resmi.
4. Perang di Wilayah Kunci
Konflik ini berpusat di Provinsi Hadramout, wilayah timur yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi. Hadramout memiliki ikatan budaya dan sejarah yang kuat dengan Riyadh, bahkan banyak tokoh terkemuka Saudi berasal dari wilayah ini.
Arab Saudi sebelumnya telah memperingatkan STC agar tidak melakukan manuver militer di Hadramout setelah kelompok tersebut mengklaim kontrol luas atas wilayah selatan. Perselisihan ini menyeret dua sekutu lama, Saudi dan UEA, ke ambang konflik terbuka, meski keduanya awalnya tergabung dalam koalisi yang sama untuk melawan gerakan Houthi yang bersekutu dengan Iran sejak 2014.
Eskalasi di Semenanjung Arab ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan global. Pada hari Senin, Presiden AS Donald Trump kembali memberikan peringatan bahwa Amerika Serikat dapat mendukung serangan besar lainnya terhadap Iran.
(tps/luc)