MARKET DATA

Tok! Jepang Setujui Anggaran US$782 Miliar di 2026, Rekor Tertinggi

Chandra Dwi Pranata,  CNBC Indonesia
26 December 2025 15:07
PM Jepang, Sanae Takaichi. (Kazuhiro NOGI / AFP)
Foto: PM Jepang, Sanae Takaichi. (Kazuhiro NOGI / AFP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Jepang pada hari ini, Jumat (26/12/2025), secara resmi menyetujui anggaran negara untuk tahun fiskal yang dimulai April 2026, dengan total pengeluaran mencapai 122,3 triliun yen atau sekitar US$ 782 miliar (setara Rp 13.098 triliun, asumsi kurs Rp 16.750/US$).

Anggaran fiskal ini akan digunakan untuk membiayai segala hal mulai dari peningkatan belanja pertahanan hingga membengkaknya biaya jaminan sosial seiring dengan berlanjutnya inflasi.

Hal ini mencakup sekitar 9 triliun yen untuk pengeluaran pertahanan, karena Perdana Menteri (PM) Jepang, Sanae Takaichi bertujuan untuk mempercepat peningkatan besar-besaran militer Tokyo dalam menghadapi memburuknya hubungan dengan China.

Kementerian Pertahanan Jepang menyatakan bahwa Jepang menghadapi lingkungan keamanan yang paling berat dan kompleks sejak berakhirnya perang, menekankan perlunya memperkuat secara fundamental kemampuan pertahanannya.

Inti dari permintaan tersebut adalah 100 miliar yen untuk sistem pertahanan pantai yang disebut Synchronised, Hybrid, Integrated and Enhanced Littoral Defence (SHIELD), yang akan mengerahkan drone untuk menghalangi invasi oleh pasukan asing.

Jepang berharap pembentukan SHIELD akan selesai pada Maret 2028, tanpa rincian lebih lanjut mengenai bagian garis pantai Jepang mana yang akan dihubungkan dengan sistem tersebut.

Angka 122 triliun yen tersebut menjadi rekor tertinggi dibandingkan dengan target 115 triliun yen untuk tahun fiskal berjalan hingga Maret 2026.

Peningkatan anggaran ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar tentang kebijakan pengeluaran besar Takaichi yang akan menambah utang publik Jepang.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) melaporkan Jepang sudah memiliki rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) terbesar di antara negara-negara ekonomi utama, yang diproyeksikan mencapai 232,7% tahun ini.

Awal bulan ini, parlemen Jepang menyetujui anggaran tambahan besar-besaran, untuk membiayai stimulus sebesar 21,3 triliun yen yang diumumkan sebulan sebelumnya.

Pasar bereaksi dengan menurunkan nilai yen, sementara imbal hasil acuan obligasi pemerintah Jepang meningkat.

Beberapa pengamat kemudian membandingkannya dengan gejolak pasar obligasi Inggris tahun 2022 di bawah kepemimpinan perdana menteri saat itu, yakni Liz Truss.

Takaichi telah menganjurkan pengeluaran pemerintah yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Negeri Sakura.

"Yang dibutuhkan Jepang saat ini bukanlah pelemahan kekuatan kita sebagai bangsa melalui kebijakan fiskal penghematan yang berlebihan, melainkan penguatan kekuatan nasional kita melalui kebijakan fiskal yang proaktif," kata Takaichi dalam konferensi pers pekan lalu, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (26/12/2025).

Dalam sebuah wawancara, dengan harian bisnis berpengaruh Jepang yakni Nikkei, Takaichi menekankan komitmennya terhadap kesehatan fiskal Tokyo, menolak setiap penerbitan obligasi atau pemotongan pajak yang tidak bertanggung jawab.

"Besarnya anggaran saat ini kemungkinan tidak akan mengejutkan pasar obligasi," kata Takahide Kiuchi, ekonom eksekutif di Nomura Research Institute, dilansir dari Channel News Asia.

Namun, menurutnya, peningkatan hingga sekitar ¥125 triliun atau lebih akan menyebabkan kekacauan di pasar obligasi, yang sudah dalam kondisi krisis, semakin memburuk.

Kiuchi mencatat bahwa, di bawah kepemimpinan Takaichi, anggaran tambahan dengan cepat membengkak, mencapai 18 triliun yen.

"Pasar keuangan kemungkinan besar berada dalam kewaspadaan tinggi terhadap kejadian serupa. Jika penurunan yen dan harga obligasi semakin cepat akibat besarnya anggaran, hal itu akan meningkatkan kekhawatiran tentang dampak buruk terhadap perekonomian dan kehidupan masyarakat," ujar Kiuchi.

Melemahnya yen menaikkan harga impor bagi Jepang yang miskin sumber daya alam, yang sangat bergantung pada makanan, energi, dan bahan mentah dari luar negeri untuk menggerakkan perekonomiannya.

Takaichi berkuasa mulai Oktober 2025, dan berjanji untuk memerangi inflasi setelah kemarahan masyarakat Jepang atas kenaikan harga.

Tantangan lain yang dihadapi negara ini adalah populasi yang menua, yang disebabkan oleh angka kelahiran yang rendah secara kronis dan pendekatan yang hati-hati terhadap imigrasi.

Meski sudah ada rencana kenaikan anggaran, tetapi rancangan anggaran tersebut perlu disetujui oleh parlemen Jepang.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hujan Lebat Picu Banjir dan Longsor di Jepang Selatan


Most Popular
Features