Kado Akhir Tahun dari Kejagung: Kembalikan Rp6,62 Triliun ke Negara
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memberikan kado kepada masyarakat jelang pergantian tahun 2025 ke 2026 ini. Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan alias Satgas PKH Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil memperoleh Rp 6,62 triliun hasil penagihan denda administratif kehutanan yang telah diserahkan kepada negara.
Jaksa Agung ST Burhanuddin selaku Wakil Ketua Pengarah Satgas PKH melaporkan capaian 10 bulan hasil penertiban kawasan hutan ke Presiden Prabowo Subianto pada Rabu (24/12/2025).
Sejak dibentuk oleh Kepala Negara pada awal tahun ini, setidaknya total kawasan hutan yang sudah kembali berhasil dikuasai oleh negara seluas 4,08 juta hektare.
Dari jumlah itu, Burhanuddin mengatakan, Satgas PKH akan menyerahkan kembali lahan kawasan hutan seluas 896,96 ribu hektare yang terdiri dari lahan perkebunan kelapa sawit ke negara melalui Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait.
"Dari Satgas PKH, ke Kementerian Keuangan, selanjutnya ke Danantara, dan kemudian diserahkan kepada Agrinas seluas 240,57 ribu hektare dari 123 subjek hukum yang tersebar di enam provinsi," kata Burhanuddin dalam acara penyerahan hasil penyelamatan keuangan negara oleh Satgas PKH dan Kejaksaan Agung di Kantor Pusat Kejagung, Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Burhanuddin juga mengatakan, akan diserahkan pula lahan seluas 688,42 ribu hektare yang tersebar di sembilan provinsi untuk dipulihkan kembali sebagai hutan.
Dalam kesempatan itu, Jaksa Agung turut menyerahkan uang sebesar Rp 6,62 triliun kepada negara. Terdiri dari hasil penagihan denda administratif kehutanan oleh Satgas PKH Rp 2,34 triliun yang berasal dari 20 perusahaan sawit, dan perusahaan tambang nikel.
Lalu, hasil penyelamatan keuangan negara atas tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung senilai Rp 4,28 triliun yang berasal dari perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dalam perkara impor gula dan perkara impor gula.
Untuk tahun depan atau 2026, Burhanuddin melaporkan kepada Prabowo dalam momen itu bahwa terdapat potensi penerimaan denda administratif pada aktivitas perkebunan sawit dan tambang yang berada dalam kawasan hutan.
Jumlahnya terdiri dari nilai potensi denda sebesar Rp 109,6 triliun dari hasil denda administratif aktivitas perkebunan sawit, dan potensi administrasi tambang sebesar Rp 32,63 triliun.
Pemulihan Taman Nasional Tesso Nilo
Selain dari urusan pengambil alihan kembali kawasan hutan secara umum, dan pengembalian denda, Burhanuddin mengatakan kepada Prabowo, Satgas PKH juga telah melakukan berbagai langkah strategis untuk memulihkan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNT) di Riau.
Di antaranya dengan melakukan relokasi penduduk. Dimulai dengan pendataan penduduk dan sarana-prasarana yang ada di dalamnya yang terdiri dari 7 pemukiman masyarakat yang termasuk dalam 7 desa dengan jumlah penduduk 5.733 kepala keluarga dan jumlah jiwa 22.183 orang. Jumlah rumah sebanyak 573 bangunan, sarana pendidikan 12 sekolah, rumah ibadah sebanyak 52, dan fasilitas kesehatan 12.
Selanjutnya jumlah kepala keluarga KK yang telah didaftarkan untuk mengikuti program relokasi sebanyak 1.465 orang dari 95 KK. Satgas PKH juga telah menyiapkan lahan hasil penguasaan kembali seluas 8.077 hektare untuk merelokasi penduduk kawasan TNT.
Relokasi penduduk tahap 1 dilakukan pada tanggal 20 Desember 2025 terhadap 227 KK dari lahan perkebunan sawit seluas 6.330,78 hektare.
Penindakan Penyebab Banjir Sumatra
Burhanuddin dalam kesempatan ini turut menyampaikan hasil penanganan bencana banjir bandang di wilayah Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Satgas PKH telah melakukan identifikasi dengan temuan yakni sejumlah besar entitas, korporasi, dan perorangan memicu bencana banjir bandang. Satgas PKH juga telah melakukan klarifikasi terhadap 27 perusahaan yang tersebar di tiga provinsi tersebut.
Berdasarkan hasil klarifikasi Satgas PKH beserta hasil analisa pusat riset interdisipliner ITB diperoleh temuan, terdapat korelasi kuat bahwa bencana banjir besar di Sumatera bukan hanya fenomena alam biasa, melainkan terarah pada alih fungsi lahan yang masif di hulu sungai atau daerah aliran sungai yang bertemu dengan curah hujan yang tinggi.
"Sehingga dampak hilangnya tutupan vegetasi di hulu, daerah aliran sungai yang menyebabkan daya serap tanah berkurang. Aliran air permukaan meningkat tajam akibat hujan ekstrim dan banjir bandang hingga permukaan air meluber ke permukaan," paparnya.
Rekomendasi Satgas PKH menyikapi hal tersebut ialah dengan melanjutkan proses investigasi terhadap semua subyek hukum yang dicurigai, baik di Sumut, Aceh maupun Sumbar yang melibatkan seluruh stakeholder, mulai dari Satgas PKH, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Polri guna menyelamatkan langkah menghindari tumpang tinggi pemeriksaan dan percepatan penuntasan kasus secara efektif, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Hukum harus tegak dan penegakan hukum yang tegas diperlukan sebuah rangka penjaga sebagai nasional. Kita pastikan bahwa kehutanan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugerah yang dimiliki bangsa Indonesia harus dikelola dan dilestarikan untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir kelompok orang," tegas Burhanuddin.
Prabowo: Uang Rp6 Triliun Hasil Penertiban Hutan Bisa Bikin 6.000 Sekolah
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto mengatakan, nominal uang yang telah diserahkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai bendahara umum negara itu bisa dimanfaatkan untuk membangun ribuan sekolah ataupun ratusan ribu rumah tetap para korban bencana di Aceh, Sumatra Utara, hingga Sumatra Barat.
"Rp 6 triliun di sini kalau kita mau renovasi sekolah 6.000 sekolah bisa kita perbaiki, kalau kita mau bikin rumah untuk hunian tetap pengungsi 100 ribu rumah hunian tetap," kata Prabowo di Kejagung, Rabu (24/12/2025).
Prabowo mengatakan, nominal uang yang berhasil diselamatkan Satgas PKH itu tentu baru sedikit dibanding keseluruhan uang negara yang bocor akibat tindakan korupsi atau sogok menyegok selama ini di kawasan hutan. Ia mengatakan, secara total bisa mencapai ratusan triliun.
"Dan ini baru 20 perusahaan ya yang ingkar tidak memenuhi kewajiban mereka yang bisa menyelamatkan 100 ribu saudara-saudara kita. Dan ini baru ujungnya," tegas Prabowo.
Bisa Mengurangi Defisit APBN
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang uang sitaan tipikor sawit sebesar Rp6,6 triliun lebih untuk menutup defisit fiskal.
Uang tersebut berasal dari hasil penagihan denda administratif kehutanan oleh Satgas PKH Rp2.344.965.750.000 dan hasil penyelamatan keuangan negara atas penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Kejagung sebesar Rp4.280.328.440.469,74. Dengan demikian total uang yang diamankan Rp 6.625.294.190.469,74.
"Ini bisa juga dipakai mengurangi defisit, atau kita pakai nanti tabungan untuk dibelanjakan tahun depan. Tapi utamanya kita lihat defisit kita seperti apa. Ini jadi bagus sekali untuk mengurangi defisit," kata Purbaya di Kejagung pada Rabu (24/12/2025).
Ia menambahkan bahwa Rp 6,6 triliun tersebut bisa menjadi senjata andalan untuk mengurangi angka defisit 3%.
"Kalau memang mepet-mepet ke atas 3%, kita kurangi ke bawah 3%. Tabungan tambahan ini artinya saya punya senjata lebih untuk menekan defisit di bawah 3%," katanya.
Seperti diketahui, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per November 2025 sebesar Rp 560,3 triliun atau 2,35% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Keseimbangan primer juga tercatat defisit Rp82,2 triliun menunjukkan keuangan tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
Adapun, pendapatan negara mencapai Rp2.351,5 triliun atau 82,1% terhadap perkiraan, sementara belanja sebesar Rp2.911,8 triliun atau 82,5% dari perkiraan.
[Gambas:Video CNBC]