MARKET DATA

Kritik Bos Buruh: UMP Rp5,7 Juta Mana Cukup Hidup di Jakarta!

Ferry Sandy,  CNBC Indonesia
24 December 2025 20:15
Ribuan buruh memadati Aula JCC Senayan, Jakarta, Kamis (30/10/2025), untuk mengikuti konsolidasi nasional serikat pekerja. Berbeda dari aksi demonstrasi pada umumnya yang digelar di jalanan, kali ini para buruh memilih melangsungkan aksinya di dalam ruangan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ribuan buruh memadati Aula JCC Senayan, Jakarta, Kamis (30/10/2025), untuk mengikuti konsolidasi nasional serikat pekerja. Berbeda dari aksi demonstrasi pada umumnya yang digelar di jalanan, kali ini para buruh memilih melangsungkan aksinya di dalam ruangan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kembali melontarkan kritik tajam terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2026 sebesar Rp5,73 juta. Menurutnya, angka tersebut sama sekali tidak mencerminkan realitas biaya hidup di ibu kota yang kian mahal, apalagi di tengah daya beli masyarakat yang terus tergerus.

Said Iqbal menilai, kelas menengah saat ini sudah berada dalam kondisi tertekan karena harus menggerus tabungan untuk bertahan hidup. Situasi itu diperparah dengan kebijakan upah yang dinilai terlalu rendah.

"Kelas menengah sekarang sudah makan tabungan. Daya beli buruh turun, daya beli masyarakat juga sedang turun. Upah murah dan rendah, ini harusnya Gubernur DKI sepaham," kata Said Iqbal.

Ia mempertanyakan dasar penetapan indeks tertentu yang digunakan Pemprov DKI Jakarta. Padahal, menurutnya, pemerintah pusat telah memberikan ruang kenaikan upah yang lebih besar.

"Presiden sudah memberikan kemungkinan indeks tertentu sampai 0,9. Itu sudah ditandatangani Pak Prabowo. Kenapa Gubernur DKI justru nurunin? Kenapa nggak pakai 0,9?" ujarnya.

Said Iqbal lalu memaparkan simulasi sederhana untuk menggambarkan betapa tidak masuk akalnya hidup di Jakarta dengan UMP Rp5,73 juta per bulan. Ia mengambil contoh pasangan suami istri tanpa anak yang sama-sama hidup dari upah minimum.

"Bagaimana hidup dengan Rp5,73 juta di DKI? Katakan belum punya anak, cuma dua orang. Makan sekali Rp15.000, tiga kali sehari Rp45.000. Kali dua orang jadi Rp90.000 per hari," jelasnya.

Dalam sebulan, biaya makan saja sudah mencapai Rp2,7 juta. Angka tersebut belum termasuk kebutuhan lain yang tak terhindarkan.

"Rp2,7 juta itu baru buat makan. Belum sewa rumah. Sewa rumah di Jakarta sekarang minimal Rp1,5 juta. Jadi Rp4,2 juta sudah habis," lanjut Said Iqbal.

Belum berhenti di situ, biaya transportasi juga menjadi beban besar bagi pekerja di Jakarta.

"Transportasi sebulan bisa Rp1 juta. Total sudah Rp5,2 juta. Gaji Rp5,73 juta, sisa Rp230.000. Gimana mau hidup di Jakarta?" tegasnya.

Ia menyebut kondisi tersebut semakin ironis karena di lapangan, aturan yang membatasi upah minimum hanya untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun kerap tidak dijalankan.

"Walaupun aturannya satu tahun ke atas nggak boleh upah minimum, faktanya di lapangan tidak begitu," ujarnya.

Said Iqbal juga menyoroti kondisi lulusan sarjana yang bekerja di Jakarta namun menerima upah yang jauh dari layak.

"Coba lihat sarjana-sarjana sekarang. Banyak yang kerja di DKI cuma digaji Rp5 juta. Bahkan ada yang Rp3 juta," katanya.

Menurutnya, masalah ini bukan hanya soal buruh pabrik, tetapi juga pekerja sektor jasa dan perkantoran yang secara tampilan terlihat mapan, namun sebenarnya hidup pas-pasan.

"Orang kerja di bank, pakai seragam rapi, make up, kelihatan ganteng, cantik, tapi upah yang diterima memprihatinkan. Banyak yang diam-diam makan tabungan di kasir," ungkap Said Iqbal.

Ia pun mempertanyakan apakah pemerintah daerah akan memberikan kompensasi tambahan untuk menutup ketimpangan biaya hidup tersebut.

"Apakah ada insentif transportasi, air bersih, BPJS? Rp230.000 itu orang bisa hidup di Jakarta? Nggak mungkin, itu nonsense," tegasnya.

(fys/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Buruh Tak Mau Mundur, Tetap Tuntut Upah Minimum 2026 Naik 8,5-10%


Most Popular
Features