Swasta Dipastikan Tak Bisa Impor Solar Tahun Depan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan seluruh impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar akan berhenti mulai 2026. Adapun, kebutuhan solar sepenuhnya akan dipenuhi dari produksi kilang dalam negeri.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Laode Sulaeman menegaskan kebijakan penghentian impor solar berlaku menyeluruh, termasuk bagi SPBU swasta. Hal ini sejalan dengan target pemerintah yang memproyeksikan Indonesia tidak lagi impor BBM pada 2026.
Menurut dia, setop impor solar salah satunya dipicu oleh beroperasinya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur. Dimana kilang ini akan menambah kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 100.000 barel per hari (bph), dari sebelumnya 260.000 bph menjadi 360.000 bph.
"Jadi artinya kita tidak impor lagi, swasta kalau mau beli, silahkan beli yang ada di dalam produk dari kilang dalam negeri. Jadi seperti itu, pemahaman dari setop impor itu seperti itu. Swasta pun harus beli dari dalam negeri. Ini saya bicaranya CN48 ya," kata Laode di Jakarta, dikutip Selasa (23/12/2025).
Laode menilai dengan rampungnya proyek RDMP Balikpapan akan membuat Indonesia surplus solar. Karena itu, surplus solar yang dihasilkan nantinya akan diserap untuk kebutuhan domestik, termasuk untuk mendukung implementasi mandatori biodiesel.
"Nah, kelebihan solar ini tentunya nanti akan di-matching-kan dengan B40. Jadi skenario B40 juga sudah ada skenario di semester ke-2 kan itu. Kalau Pak Menteri sudah menyebutkan juga akan introduction ke B50," katanya.
Selain penyerapan melalui program biodiesel, pemerintah juga menyiapkan strategi dengan melakukan penyesuaian produksi di kilang. Menurutnya, rentang produksi diesel cukup fleksibel sehingga sebagian volumenya dapat digeser untuk meningkatkan produksi avtur.
Strategi kedua dilakukan dengan meningkatkan kualitas produk diesel. Saat ini, produk diesel terbagi menjadi dua jenis, yakni CN48 dan CN51, di mana CN48 merupakan jenis diesel yang digunakan sebagai basis pencampuran FAME dalam program biodiesel.
Sementara, CN51 merupakan bahan bakar diesel khusus yang diperuntukkan bagi mesin-mesin tertentu, seperti yang digunakan di PT Freeport Indonesia, dengan spesifikasi kadar sulfur yang telah memenuhi standar Euro 5.
"Nah artinya apa? Selain tadi digeser sebagian ke solar, kita tambahkan satu unit namanya Hydrotreater. Hydrotreater ini untuk mereduksi kandungan sulfur di diesel, sehingga diesel yang tadinya CN48 bisa berubah menjadi CN51. Kalau sudah menjadi CN51, maka kalau pun lebih berapapun, kita ada kesempatan untuk bisa mengekspor kelebihan tersebut ke luar negeri," katanya.
(pgr/pgr)