Internet Jadi 'Senjata' Kebangkitan Ekonomi Daerah 3T
Jakarta, CNBC Indonesia - Wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) di Indonesia kerap kali terbatas dalam berbagai hal, tidak terkecuali informasi. Namun kehadiran jaringan internet dan transformasi digital di wilayah 3T menghilangkan hal itu.
Internet menjadi "modal baru" pembangunan ekonomi yang mendongkrak potensi ekonomi lokal hingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Bahkan saat jaringan internet hadir, kehidupan warga 3T berubah meski perlahan.
Buktinya, anak-anak bisa belajar dari video daring dan mengenal dunia yang lebih luas, pelaku UMKM, nelayan dan petani bisa berjualan lewat ponsel, layanan kesehatan lebih mudah diakses, pariwisata berkembang lebih cepat, dan beragam sumber pertumbuhan ekonomi lahir. Hal ini juga ternyata juga menjadi bagian untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Emas 2045.
Pembangunan ini juga sejalan dengan arah kebijakan Asta Cita, khususnya cita keempat tentang penguatan sumber daya manusia, serta cita ketujuh yang berfokus pada penguatan inovasi dan transformasi digital. Dalam Asta Cita, transformasi digital bukan dipandang sebagai proyek teknologi, melainkan pilar pembangunan nasional yang menyentuh pendidikan, ekonomi, layanan publik, hingga tata kelola pemerintahan.
Kelahiran dan perkembangan jaringan internet serta digitalisasi di wilayah 3T tak lepas dari dukungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Sampai dengan November 2025, BAKTI menghadirkan akses internet di 29.184 lokasi layanan publik dan menghadirkan sinyal telekomunikasi untuk 6.747 lokasi di desa-desa di berbagai penjuru negeri.
Apa yang dilakukan BAKTI cukup berdampak. Buktinya, Dece Desliana Lobo, petani di kelurahan Wadumeddi kecamatan Hawu Mehara di Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) tak membayangkan bisa menjual hasil pertanian keluarganya lewat internet. Tempat tinggalnya berjauh 30 km dari Kota Seba, ibu kota Kabupaten Sabu Raijua dan berjarak sekitar 257 km dari ibu kota NTT, Kupang.
Keluarganya adalah petani sorgum selama puluhan tahun. Jaringan internet dan digitalisasi membuka peluang baginya untuk menjual sorgum lewat Facebook. Dece bercerita jika lahannya masih ditanam secara tradisional, dibajak dengan cangkul dan hanya menggunakan pupuk kandang. Setiap panen, mereka akan menghasilkan lima karung dengan bobot sekitar 250 kg.
Hasil panen akan dikonsumsi pribadi dan dijual. Dece bercerita jika sorgum yang dikirim ke luar daerahnya akan dihargai Rp 20.000 kg karena ada ongkos kirim. Sementara dia hanya membanderol Rp 10.000 kg jika dijual di daerahnya.
"Dijual ke Kupang, ada juga ke Surabaya, pernah jual 20 kg pernah juga 50 kg," ujarnya, kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (16/12/2025).
Penggunaan internet sebagai media penjualan juga dilakukan Reny Nuskanan. Ibu tiga anak ini sudah berjualan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Oeba, Kota Kupang sejak 2001 Semula dia menggunakan Facebook sebagai media pemasaran tetapi beralih ke TikTok karena memiliki dampak lebih besar.
"Beta live aja tiap hari. Dulu di FB (Facebook) tetapi kurang laku. KL FB kan harus berteman dulu baru lihat live. Kalau TikTok semua orang bisa. Semua orang main TikTok dari seluruh dunia," tutur Reny.
Keinginan Reny untuk live di medsos tak hanya didorong untuk meningkatkan penjualan tetapi juga niat mulia. Dia menggunakan media sosial untuk memberi informasi harga harian ikan sehingga masyarakat tidak tertipu pedagang.
Berkat live di Tiktok, Reny bisa mendapatkan pesanan dari banyak wilayah, bahkan termasuk luar negeri. Pasalnya, ada beberapa penonton live TikToknya dari luar negeri, termasuk Amerika Serikat. Mereka kemudian memesan ikan untuk saudara di Indonesia.
Meski begitu, jalan transformasi masyarakat digital Indonesia masih panjang. Secara global, posisi Indonesia dalam World Digital Competitiveness Ranking tahun 2024 masih berada di bawah rata-rata, yaitu peringkat ke-43 dari 67 negara. Pemanfaatan teknologi dan jaringan infrastruktur belum menyentuh seluruh warga Indonesia dan ragam aktivitas masyarakat.
Dibutuhkan lagi kerja keras pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk terus mengembangkan infrastruktur fisik dan non-fisik untuk membawa posisi Indonesia ke nomor yang lebih baik lagi.
Â
(rah/rah)[Gambas:Video CNBC]