Tak Kuat Lawan Trump, Raksasa Otomotif Ambil "Langkah Mundur" Rp324 T
Jakarta, CNBC Indonesia - Ford Motor Co. mengumumkan langkah besar yang menandai perubahan arah strategis perusahaan, dengan mencatatkan penurunan nilai (writedown) senilai US$19,5 miliar atau sekitar Rp324 triliun serta menghentikan sejumlah model kendaraan listrik (EV).
Keputusan ini jadi gambaran kemunduran industri otomotif global dari ambisi kendaraan listrik murni, seiring melemahnya permintaan EV dan perubahan kebijakan di bawah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Produsen mobil yang bermarkas di Dearborn, Michigan itu menyatakan akan menghentikan produksi beberapa model EV utama, termasuk menggantikan truk listrik sepenuhnya F-150 Lightning dengan model listrik jarak jauh yang menggunakan mesin berbahan bakar bensin untuk mengisi ulang baterai. Ford juga membatalkan pengembangan truk listrik generasi berikutnya dengan kode nama T3, serta membatalkan rencana produksi van komersial listrik.
"Ketika pasar benar-benar berubah dalam beberapa bulan terakhir, itulah yang menjadi pemicu utama bagi kami untuk mengambil keputusan ini," kata CEO Ford Jim Farley kepada Reuters, dikutip Selasa (16/12/2025).
Ford menegaskan akan beralih lebih agresif ke kendaraan berbahan bakar bensin dan hibrida. Perusahaan menyatakan bahwa dalam jangka panjang akan merekrut ribuan pekerja, meskipun dalam waktu dekat akan ada sejumlah pemutusan hubungan kerja di pabrik baterai Kentucky yang dimiliki bersama mitra usaha.
Saat ini, komposisi global Ford yang mencakup kendaraan hibrida, EV jarak jauh, dan EV murni baru mencapai 17%, namun perusahaan menargetkan porsi tersebut meningkat menjadi 50% pada 2030.
Penurunan nilai sebesar US$19,5 miliar tersebut akan dibukukan secara bertahap, terutama pada kuartal keempat tahun ini, lalu berlanjut sepanjang 2026 hingga 2027.
Dari total tersebut, sekitar US$8,5 miliar terkait pembatalan model EV yang sebelumnya direncanakan, sekitar US$6 miliar terkait pembubaran usaha patungan baterai dengan perusahaan Korea Selatan SK On, dan sekitar US$5 miliar dikaitkan dengan apa yang disebut Ford sebagai "biaya terkait program".
Di saat yang sama, Ford justru menaikkan proyeksi kinerja keuangannya. Perusahaan meningkatkan panduan laba operasional yang disesuaikan sebelum bunga dan pajak untuk 2025 menjadi sekitar US$7 miliar, dari perkiraan sebelumnya di kisaran US$6 miliar hingga US$6,5 miliar.
Kebijakan Trump Vs Pasar EV
Perubahan strategi Ford mencerminkan kondisi industri otomotif yang lebih luas, setelah produsen mobil global menggelontorkan ratusan miliar dolar untuk investasi EV pada awal dekade ini.
Prospek kendaraan listrik meredup tajam tahun ini setelah kebijakan Presiden Trump memangkas dukungan federal untuk EV dan melonggarkan aturan emisi knalpot, langkah yang dinilai mendorong produsen kembali menjual lebih banyak kendaraan berbahan bakar fosil.
Penjualan EV di Amerika Serikat anjlok sekitar 40% pada November, menyusul berakhirnya insentif pajak konsumen sebesar US$7.500 pada 30 September. Insentif tersebut telah berlaku lebih dari 15 tahun untuk mendorong permintaan kendaraan listrik.
Pemerintahan Trump juga memasukkan kebijakan pembekuan denda bagi produsen yang melanggar aturan efisiensi bahan bakar dalam undang-undang pajak dan belanja besar yang disahkan pada Juli lalu.
F-150 Lightning sendiri mulai diproduksi pada 2022 dengan sambutan besar, bahkan komedian Jimmy Fallon sempat membuat lagu khusus tentang truk tersebut. Ford sempat meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi sekitar 200.000 pesanan awal.
Namun, penjualan tidak mampu mengimbangi ekspektasi. Hingga November tahun ini, Ford hanya menjual 25.583 unit F-150 Lightning, turun 10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Truk penerus Lightning, yakni T3, sebelumnya dirancang sebagai pilar utama generasi kedua EV Ford dan akan diproduksi dari nol di kompleks baru di Tennessee. Namun, Ford kini memutuskan mengganti rencana tersebut dengan memproduksi truk berbahan bakar bensin di pabrik Tennessee mulai 2029.
Dengan pengumuman ini, Ford pada dasarnya menghentikan seluruh rencana EV generasi keduanya. Ke depan, perusahaan akan memusatkan pengembangan EV pada model yang lebih terjangkau, yang dikembangkan oleh tim khusus di California.
Ford menargetkan harga sekitar US$30.000 untuk model pertama dari tim tersebut, dengan rencana penjualan dimulai pada 2027. Truk listrik ukuran menengah ini akan diproduksi di pabrik Louisville.
"Daripada menghabiskan miliaran dolar lagi untuk EV berukuran besar yang kini tidak memiliki jalan menuju profitabilitas, kami mengalokasikan dana tersebut ke area dengan imbal hasil yang lebih tinggi," kata Andrew Frick, kepala operasi kendaraan bensin dan listrik Ford.
Sebelumnya, Ford memperkirakan akan merugi sekitar US$5 miliar dari bisnis EV pada tahun ini, angka yang kurang lebih sama dengan kerugian yang dibukukan pada 2024. Pada Senin, perusahaan menyatakan kini menargetkan bisnis EV-nya bisa mencapai titik profitabilitas pada 2029.
Tahun lalu, Ford juga membatalkan rencana SUV listrik tiga baris, yang saat itu diperkirakan menelan biaya hingga US$1,9 miliar.
Di sisi manufaktur baterai, fasilitas produksi EV Ford dan tiga pabrik baterai di wilayah selatan AS sempat terganggu pekan lalu setelah mitra usaha patungannya, SK On, mengumumkan penghentian kerja sama.
Ford mengonfirmasi bahwa setelah perpisahan tersebut, anak usaha Ford akan memiliki dan mengoperasikan pabrik baterai di Kentucky secara mandiri, sementara SK On akan menguasai dan mengoperasikan pabrik baterai di Tennessee.
Ford menyatakan pabrik baterainya di Kentucky dan Michigan akan dialihkan untuk memproduksi baterai sistem penyimpanan energi, dengan kapasitas awal ditargetkan beroperasi dalam waktu 18 bulan.
Sementara itu, pabrik di Marshall, Michigan, juga akan memproduksi baterai untuk truk listrik ukuran menengah Ford dengan harga US$30.000 tersebut.
Sikap Produsen Lain
Penurunan penjualan EV di AS membuat produsen yang berlomba meluncurkan model listrik kini bersaing di pasar yang menyusut. Seperti Ford, banyak produsen otomotif tradisional kembali menekankan kendaraan bensin dan hibrida, sambil mempersempit portofolio EV untuk menekan kerugian.
Analis menilai situasi ini justru bisa membuka peluang bagi produsen EV murni seperti Tesla dan Rivian untuk merebut pangsa pasar, meski dari total pasar yang lebih kecil.
General Motors mencatatkan beban sebesar US$1,6 miliar pada Oktober lalu terkait penyesuaian rencana pabrik EV-nya dan memperingatkan kemungkinan akan ada beban tambahan ke depan.
Stellantis juga menarik kembali sebagian rencana EV-nya, termasuk membatalkan pikap listrik Ram dan lebih menekankan pengembangan hibrida.
Langkah ini sejalan dengan strategi Toyota Motor, pemimpin pasar hibrida global, yang tetap fokus pada teknologi tersebut bahkan di puncak euforia EV.
Â
(luc/luc)[Gambas:Video CNBC]