Internasional

Perang Saudara Pecah di Timur Tengah, Bisa Muncul Negara Arab Baru

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Selasa, 16/12/2025 16:25 WIB
Foto: Pasukan dari kelompok separatis utama Yaman, Dewan Transisi Selatan, tiba di daerah pegunungan tempat mereka melancarkan operasi militer di provinsi selatan Abyan, Yaman, 15 Desember 2025. (Reuters/Stringer)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelompok separatis Dewan Transisi Selatan (Southern Transitional Council/STC) yang didukung Uni Emirat Arab (UEA) kembali memperluas pergerakan militernya di Yaman selatan. Langkah ini memicu kekhawatiran konflik lama di negara tersebut kembali memanas, sekaligus menggerus posisi pemerintah Yaman yang diakui secara internasional.

Melansir The Associated Press, sayap bersenjata STC, Angkatan Bersenjata Selatan, mengumumkan telah memulai operasi militer di provinsi Abyan pada Senin (15/12/2025) waktu setempat. Operasi tersebut disebut sebagai bagian dari "Operasi Panah Timur" yang diluncurkan sejak Agustus 2022 dengan dalih memerangi jaringan al-Qaeda di wilayah timur provinsi itu.

Juru bicara pasukan STC, Letnan Kolonel Mohammed al-Naqib, memposting gambar iring-iringan kendaraan lapis baja dan pasukan yang bergerak menuju Abyan melalui platform X. Ia mengatakan kepada stasiun televisi yang berafiliasi dengan STC bahwa pasukannya telah memulai "serangan langsung terhadap beberapa target" di wilayah tersebut, tanpa merinci lebih lanjut.


Pergerakan ini terjadi setelah STC dalam beberapa pekan terakhir merebut sebagian besar wilayah strategis di provinsi Hadramout dan Mahra, termasuk fasilitas minyak penting serta area perbatasan dengan Oman. Ekspansi tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa ketenangan relatif dalam perang saudara Yaman yang telah berlangsung lebih dari satu dekade akan runtuh.

Seorang pejabat pemerintah Yaman mengatakan upaya yang dipimpin Arab Saudi untuk meredakan ketegangan di wilayah selatan belum membuahkan hasil. Menurutnya, kelompok separatis menolak menarik pasukan dari wilayah-wilayah yang baru dikuasai.

"Tidak ada kemajuan berarti dalam mediasi. Mereka masih menolak mundur dari Hadramout dan Mahra," ujarnya.

Abyan sendiri memiliki posisi strategis karena terletak di Teluk Aden, jalur laut penting yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Arab. Provinsi ini juga menjadi penghubung darat antara kota-kota di selatan Yaman dan wilayah Mahra di perbatasan Oman.

Ketegangan kian meningkat setelah Presiden STC sekaligus Wakil Ketua Dewan Kepemimpinan Presiden Yaman, Aidarous al-Zubaidi, secara terbuka menegaskan ambisi politik kelompoknya. Dalam pertemuan dengan anggota STC pekan lalu, ia menyebut selatan Yaman berada pada fase penentuan.

"Saat ini wilayah selatan berada di persimpangan kritis dan eksistensial yang dipaksakan oleh realitas politik dan militer," kata al-Zubaidi. "Fase berikutnya adalah kerja intensif untuk membangun institusi negara Arab Selatan di masa depan."

Dalam pernyataan terpisah yang dikutip situs resmi STC, al-Zubaidi bahkan menyebut ibu kota Sanaa, yang dikuasai kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran, sebagai target berikutnya.

"Tujuan selanjutnya haruslah Sanaa, secara damai atau melalui perang, sampai keadilan kembali kepada rakyatnya dan agresi dikalahkan," ujarnya.

Yaman telah terjerumus dalam perang saudara sejak 2014, melibatkan kelompok Houthi, pemerintah yang diakui secara internasional, serta kekuatan regional seperti Arab Saudi dan UEA. Meski konflik antara Houthi dan koalisi pimpinan Saudi relatif stagnan dalam beberapa tahun terakhir, pergerakan terbaru STC berpotensi membuka babak baru ketegangan di wilayah selatan negara itu.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Resmikan RS Kardiologi Solo yang Diinisiasi Jokowi