Sudah Pegang Data, Bos Pajak Warning Orang Kaya RI!
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengungkapkan, orang kaya atau individu yang tergolong pemilik harta bersih di atas Rp 10 miliar masih kerap kedapatan mengakali laporan perpajakannya hingga saat ini dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
Kategori High Wealth Individual (HWI) itu kata Bimo masih banyak yang belum menyadari bahwa Ditjen Pajak telah memiliki akses data keuangan mereka untuk mengukur tingkat kepatuhan pembayaran pajaknya.
"Kami punya data-data yang selama ini mungkin tidak pernah terkomunikasikan dengan baik. Jadi ada banyak sekali, sekarang itu data luar biasa Untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak," kata Bimo dikutip dari akun Youtube Pusdiklat Pajak, Jumat (12/12/2025).
"Terkadang wajib pajak mungkin merasa kita enggak mempunyai akses ke data-data tersebut, sehingga di laporan SPT-nya itu tidak dimasukkan," tegasnya.
Orang kaya yang kerap menjadi beneficial owner dari perusahaan-perusahaan tambang mineral dan batu bara, termasuk di sektor kelapa sawit dengan memperoleh kekayaan dari hasil mengeruk sumber daya alam juga kerap kedapatan mengakali kewajiban perpajakannya hingga merugikan negara dari sisi terkikisnya penerimaan negara.
Padahal, Bimo menegaskan, aktivitas ekonomi dari sektor tambang itu sangat signifikan di Indonesia. Kontribusi sektor minerba terhadap PDB itu hampir 9,2%, setara dengan Rp 2.026 triliun. Turun sekitar 11,2% dibanding periode 2023.
"Nah, saya belum bisa bilang building case untuk Minerba terkait itu tadi, dugaan Base Erosion Profit Shifting. Tapi kalau Base Erosion Profit Shifting nya di sektor sawit, itu salah satu caranya adalah ekspor dengan Kode HS yang tidak sebenarnya, Under Invoicing istilahnya," tegas Bimo.
Oleh sebab itu, Bimo menegaskan, saat ini pemerintah tengah memperkuat pengawasan kepatuhan perpajakan dari orang-orang kaya yang memperoleh penghasilan dari dua sektor tersebut, mulai dari hulu ke hilir. Cara dengan memperkuat sistem pengawasan digital, hingga pembentukan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
"Karena kalau kita paparin overview kepatuhan pelaporan, pembayaran, semuanya anomali. Kalau kita lihat analisis Global Trade Atlas dari masing-masing komoditas Itu pasti, di negara destinasi itu ada anomali kok banyak banget yang mengalir ke sana, sementara di kita lebih kecil," papar Bimo.
(arj/haa)[Gambas:Video CNBC]