Bos Pengusaha RI Ungkap Kabar Baik Buat Awal Tahun Depan

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Senin, 08/12/2025 19:15 WIB
Foto: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamdani saat ditemui usai Forum Bisnis Indonesia-Korea di Jakarta, Senin (28/4/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani membeberkan proyeksi perekonomian nasional pada 2026. Dunia usaha memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI akan berada di kisaran 5% hingga 5,4%, dengan catatan masih tingginya ketidakpastian global.

"Untuk 2026, APINDO (memproyeksi pertumbuhan ekonomi) masih tetap berkisar di angka yang hampir mirip-mirip (dengan tahun 2025), rentang yang 5% sampai 5,4%. Kenapa rentangnya begitu besar? Karena kita masih melihat banyak sekali ketidakpastian juga," kata Shinta dalam konferensi pers di kantor DPN APINDO, Jakarta, Senin (8/12/2025).

"Jadi walaupun kondisi domestik kita mulai melihat banyak pemulihan, tapi secara global kita masih melihat banyak sekali ketidakpastian," sambungnya.


Shinta menilai kuartal pertama 2026 akan menjadi periode terkuat lantaran ditopang momen musiman, yakni Tahun Baru Imlek, serta Ramadan dan Idul Fitri.

"Kuartal pertama 2026 menjadi periode terkuat, karena ada Tahun Baru Imlek, Ramadan dan Idul Fitri. Sementara kuartal kedua dan ketiga tentunya memerlukan kewaspadaan karena hilangnya faktor musiman yang berpotensi memunculkan stagnan sekuler," terang dia.

Ia juga menyebut transmisi kebijakan fiskal 2025 diharapkan membantu menopang daya beli dan investasi.

"Kita lihat transmisi kebijakan fiskal yang terstruktur di tahun 2025 diharapkan dapat memperkuat daya beli, produktivitas, dan stabilisasi dari investasi," ujarnya.

Di proyeksi tahun 2026, Shinta turut menyoroti tekanan eksternal yang masih menjadi tantangan besar bagi ekonomi domestik.

"Tekanan eksternal tetap tinggi akibat tensi dan fragmentasi neraca perdagangan global dan juga potensi policy shock seperti tarif resiprokal-nya Amerika. Kemudian juga  tensi Laut Cina Selatan, EU Deforestation Regulation, dan Inflation Reduction Act dari Amerika," terang dia.

Shinta juga menyinggung arah kebijakan The Fed di bawah pemerintahan Donald Trump.

"Pemerintah perlu mengantisipasi arah kebijakan. Jadi The Fed di bawah Presiden Trump, terutama jika Kevin Hassett menjadi chair yang condong pada suku bunga rendah dan kebijakannya pro-cryptocurrency. Ini pasti ada dampaknya juga," jelasnya.

Ketidakpastian tersebut, lanjut Shinta, bisa memicu gejolak pada aset global. "Hal ini juga berpotensi meningkatkan volatilitas aset termasuk emas yang dapat menjadi indikator resesi global," imbuh dia.

Menurut Shinta, perubahan arah kebijakan dunia dapat mempengaruhi arus dagang Indonesia, terutama komoditas strategis dan sektor manufaktur yang terhubung ke global value chain.

Sementara itu, karena 2026 tidak memiliki booster besar, maka konsumsi domestik, investasi, dan ekspor berbasis hilirisasi perlu menjadi mesin utama ekonomi.

"Pembentukan Satgas P2SP ini memberikan sinyal positif bagi dunia usaha, mempercepat belanja pemerintah, menghilangkan hambatan implementasi, dan memperkuat kepastian regulasi dan perizinan. Jadi kami dukung Satgas ini," kata Shinta.

Adapun sektor unggulan di tahun 2026, menurut proyeksi APINDO, struktur PDB masih akan didominasi oleh industri pengolahan (18-19%), pertanian (13-15%), perdagangan (12-14%), dan pertambangan (8-10%).

Selain itu, beberapa sektor baru diperkirakan menjadi akselerator. "Dunia usaha juga melihat akselerasi daripada ekonomi digital, ekonomi kreatif serta green economy melalui proyek waste to energy yang perlu didorong dengan skema KPBU, PINA dan land value capture," jelasnya.

Namun ketimpangan pertumbuhan masih menjadi perhatian. Di mana sejumlah sektor, menurutnya, masih tumbuh di bawah tren nasional atau kontraksi, seperti real estate, industri mobil dan motor, perdagangan kehutanan, perikanan, pertambangan.

"Ini saya rasa harus jadi perhatian. Produk komoditas unggulan seperti rempah, kopi, teh ini juga masih melemah," ucap dia.

Dari sisi makro, APINDO memproyeksikan inflasi 2026 stabil. "Apindo memproyeksikan inflasi 2026 berada pada 2,5% lebih kurang 1% year on year. Inflasi volatile food juga diperkirakan tetap rendah, berkat koordinasi dan keberlanjutan program ketahanan tangan," jelas Shinta.

Defisit APBN 2026 juga diperkirakan tetap terkendali. Di mana defisit APBN 2026 diproyeksikan 2,7% sampai 2,9% dari PDB dan menuntut disiplin fiskal melalui optimalisasi pendapatan, efisiensi belanja, dan mitigasi risiko kuasi fiskal.

Sementara nilai tukar rupiah diprediksi melemah moderat. "Nilai tukar rupiah itu diperkirakan berada pada Rp16.500 sampai Rp16.900 per US$, mencerminkan tekanan eksternal yang tinggi seiring lonjakan inflasi AS," lanjut dia.

Adapun arah suku bunga di tahun 2026 diperkirakan berada pada fase yang kompleks.

"BI memiliki peluang untuk menurunkan suku bunga pada awal tahun, namun ruang pelonggaran dapat menyempit jika tekanan eksternal menguat," tukasnya.

Untuk kredit, pemulihan diproyeksikan berjalan perlahan. "Pertumbuhan kredit di 2026 diproyeksikan moderat. Kredit turun ke single digit pada 2025 dan baru pulih bertahap menuju single digit tinggi hingga 2 digit bawah pada 2026," kata Shinta.

Kunci investasi dan ekspor

APINDO melihat investasi tetap menjadi motor penggerak utama tahun depan.

"Target realisasi investasi 2025 pasti tercapai. Target 2026 sebesar Rp2,175 triliun. Masih realistis dengan proyeksi pertumbuhan investasi 13-17%," ujarnya.

Ia menilai lompatan besar baru akan terlihat setelahnya. "Nanti di 2027 kita lihat lompatan-lompatannya untuk menjadi target pertumbuhan 8%, yang nanti akan jadi lebih challenging," tukasnya.

Sementara untuk ekspor, pemulihan sudah terlihat sejak 2025. "Ekspor mulai pulih sepanjang 2025 dengan pertumbuhan 3-14% year-on-year meski sangat fluktuatif. Pada 2026 ekspor perlu tumbuh stabil di 7-16% year-on-year, agar kontribusinya menguat dan menjadi fondasi percepatan ekonomi nasional," terang Shinta.

Kesepakatan dagang juga diharapkan memberi dorongan baru.

"Walaupun penyelesaian IEU-CEPA masih dalam proses ratifikasi. Ini akan menjadi sangat membantu. Dan kita juga lihat penyelesaian Indonesia Kanada CEPA, ini akan membantu pasar ekspor Indonesia," pungkasnya.


(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Airlangga Sebut Banjir Sumatra Akan Pengaruhi Ekonomi Nasional