314 Proyek Properti Rp34,7 T Mandek, Bos Pengembang Tunjuk Biang Kerok
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengungkapkan persoalan serius yang tengah membelit sektor properti nasional. Tumpang tindih kewenangan antarkementerian disebut menjadi biang kerok tersendatnya ratusan proyek perumahan.
Kondisi ini bukan hanya memperlambat pembangunan, tetapi juga menahan laju investasi yang seharusnya bisa segera bergerak di berbagai daerah.
"Terkait tumpang tindih perizinan, terkait adanya beberapa kementerian itu, maka ada 314 proyek dari anggota REI terkendala, seluas lahan 6.178 hektare terkendala, dan nilai investasinya adalah Rp34,7 triliun. Ini belum ditangani," kata Joko dalam Rakernas Real Estat Indonesia (REI) 2025, Kamis (4/12/2025).
Macetnya ratusan proyek itu, berdampak langsung pada pasokan perumahan, khususnya untuk segmen masyarakat menengah dan bawah. Efek dominonya juga merembet ke sektor turunan seperti bahan bangunan, tenaga kerja konstruksi, hingga industri pembiayaan. Situasi ini membuat pelaku usaha memilih menahan ekspansi karena ketidakpastian proses perizinan yang terlalu panjang. Di tengah kondisi tersebut, pelaku industri berharap ada intervensi kuat dari pemerintah pusat untuk memecah kebuntuan.
"Semoga nantinya permasalahan yang menghambat investasi ini, mandat bisa segera terbuka dan kita mengharapkan support, kita doakan Pak Menteri (PKP-Maruarar Sirait) bisa membantu menyelesaikan ini dengan baik, karena nanti pada saatnya Pak Nusron (Menteri ATR/ Kepala BPN Nusron Wahid) juga kita harapkan memberikan jalan terbaik buat kita semuanya," sebut Joko.
Akar persoalan perizinan di sektor properti bukan sekadar teknis administrasi, melainkan juga akibat banyaknya otoritas yang terlibat. Setiap kementerian memiliki regulasi dan kepentingan masing-masing, sehingga proses sinkronisasi kerap berjalan lambat. Akibatnya, pengembang harus bolak-balik mengurus izin ke berbagai instansi dengan alur yang sering kali tidak sederhana. Beban biaya dan waktu pun semakin membesar.
"Perizinan ataupun kebijakan yang terkait industri properti adalah ada di sembilan kementerian: Ada Kementerian PKP, Kementerian ATR BPN, Kementerian Keuangan, Kementerian PU, Investasi BKPM, Kementerian LH, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, dan terakhir adalah Kementerian Perhubungan," ujar Joko.
Kondisi tersebut membuat industri properti tidak bisa berjalan hanya dengan mengandalkan satu pintu kebijakan. Integrasi lintas kementerian menjadi kunci agar proses perizinan tidak berlarut-larut. Tanpa kerja sama yang solid, potensi hambatan akan terus berulang dari satu proyek ke proyek lain. Bahkan, menurutnya, persoalan itu belum termasuk keterlibatan lembaga keuangan dan pembiayaan.
"Bayangkan saat ini perizinan, maka ada di sembilan kementerian, itu belum termasuk lembaga keuangan, belum termasuk lembaga pembiayaan. Maka betapa yang sering disampaikan Pak Menteri (PKP-Maruarar Sirait) adalah di sini dibutuhkan super team, kerja sama, dibutuhkan kontribusi," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]