Ikuti Jejak Sukses Hilirisasi di Nikel, RI Lanjut ke Kelapa-Perikanan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memperluas cakupan proyek hilirisasi. Tidak hanya bergantung pada kesuksesan hilirisasi nikel, sekarang hilirisasi mulai merambah ke komoditas kelapa hingga perikanan.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menjelaskan bahwa keberhasilan membangun ekosistem nikel yang terintegrasi dari hulu hingga hilir menjadi cetak biru (blueprint) yang akan diterapkan pada komoditas unggulan lainnya.
Dia menyebutkan bahwa pemerintah kini tengah membidik pengembangan hilirisasi pada komoditas kelapa, udang, hingga ikan nila yang dinilai memiliki keunggulan kompetitif di pasar global.
"Tetapi tentunya ini memang adalah salah satu contoh konkret untuk yang berkelanjutan dan berkesinambungan dan ini akan kita kembangkan ke perkebunan, perikanan dan juga agriculture dan ini sedang sedang berjalan," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Langkah tersebut didasari oleh data kesuksesan di sektor nikel. Berbekal cadangan nikel RI yang terbesar di dunia yang mencapai 42%, kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 2019 dinilai ampuh mendongkrak nilai ekspor dari US$ 3 miliar pada 2016 menjadi US$ 34 miliar pada 2024.
Hal itu pun sekaligus menciptakan ekosistem industri lengkap dari tambang hingga daur ulang baterai.
"Sekarang kita juga untuk perikanan, untuk udang sedang kita kembangkan lagi, kemudian nila, ikan nila, itu juga kita nomor satu di dunia, itu juga sedang kita kembangkan bersama-sama dengan KKP, programnya sedang kita susun dengan bersama dengan Kementerian KKP," tambahnya.
Dalam menyusun peta jalan (roadmap) hilirisasi hingga tahun 2040, pemerintah menerapkan pendekatan berbasis potensi wilayah (regional based), bukan sekadar komoditas semata. Strategi ini memetakan kekayaan alam spesifik di setiap daerah.
Contohnya, wilayah Maluku Utara dan Sulawesi untuk mineral, serta wilayah lain untuk agrikultur. Tidak lain, hal itu agar pembangunan kawasan industri dapat lebih terarah dan sesuai dengan pasokan bahan baku setempat.
"Jadi sebetulnya berangkatnya justru kita dari daerah, kita bukan dari komoditas berangkatnya gitu. Dan kebetulan kita tahu misalnya dari daerah apa Maluku Utara dan Sulawesi terutama Sulawesi secara keseluruhan itu memang di mineral. Nah itu kita gali lebih dalam lagi," paparnya.
Selain fokus pada komoditas, Rosan juga menekankan pentingnya kepastian iklim investasi untuk memenangkan persaingan dengan negara-negara tetangga di ASEAN. Pemerintah terus melakukan reformasi regulasi, salah satunya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR).
Aturan itu dibentuk untuk menghilangkan ketidakpastian (uncertainty) yang paling dihindari oleh investor global.
"Karena investasi itu kuncinya memang kalau dari dalam maupun luar negeri, mereka bilangnya ke kami itu they don't like surprises gitu. Mereka tidak suka ada kejutan-kejutan pada saat mereka berinvestasi. Nah oleh sebab itu apa semuanya mereka ingin selalu pada saat berinvestasi itu terukur, terstruktur, risikonya seperti apa, mereka terbuka," tegasnya.
Dengan begitu, pemerintah percaya Indonesia dapat menarik lebih banyak modal asing tidak hanya di sektor tambang, tetapi juga di sektor padat karya seperti perikanan dan pertanian yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat luas.
(pgr/pgr)[Gambas:Video CNBC]