Pabrik Petrokimia Terbesar se ASEAN di Banten Bisa Pangkas Impor 70%
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan pabrik petrokimia raksasa di Banten mampu memangkas impor bahan baku petrokimia hingga 70%. Tidak lain, pabrik tersebut dioperasikan oleh PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengatakan proyek tersebut menyandang status sebagai yang terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan nilai investasi hampir US$ 4 miliar atau setara Rp 62,4 triliun.
"Tadi mungkin kemarin Bapak Presiden juga baru meresmikan pabrik petrokimia terbesar di Asia Tenggara di Banten dengan nilai hampir US$ 4 miliar atau Rp 62,4 triliun yang dapat mensubstitusi impor bahan baku petrokimia hingga 70%," ujar Rosan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2025).
Rosan menjelaskan bahwa operasional pabrik tersebut memiliki dampak ekonomi makro yang sangat krusial, terutama dalam memperbaiki neraca perdagangan negara.
Kelak, Indonesia tidak perlu lagi mendatangkan mayoritas bahan baku petrokimia dari luar negeri yang selama ini menguras devisa.
"Nah hal ini mengindikasikan bahwa memang peningkatan nilai tambah semakin luas di luar komoditas tambang dan atau mineral," tambahnya.
Pemerintah sendiri terus mendorong peta jalan (roadmap) hilirisasi yang mencakup 24 komoditas strategis hingga tahun 2040. Selain petrokimia, pemerintah juga menyoroti progres hilirisasi di sektor lain seperti pengolahan bauksit menjadi alumina untuk memperkuat struktur industri nasional dari hulu ke hilir.
Asal tahu saja, proyek tersebut merupakan bagian dari program strategis hilirisasi di sektor Minyak dan Gas Bumi, yang dilaksanakan berkat inisiasi Menteri ESDM. Pembangunan dimulai sejak tahun 2016 dan pabrik mulai beroperasi komersial pada bulan Oktober 2025.
Apabila beroperasi penuh, fasilitas ini akan menghasilkan produk hilirisasi minyak dan gas bumi (migas) senilai US$ 2 miliar/tahun. Di mana US$ 1,4 miliar merupakan substitusi impor dan US$ 600 juta berkontribusi pada peningkatan ekspor nasional.
Di pabrik ini, bahan baku berupa Naphta (3,200kTA) (LPG 0~50%) menjadi Produk Hulu dan Produk Hilir. Adapun produk hulu berupa Ethylene (1,000kTA), Propylene (520kTA), Mixed C4 (320kTA), Pyrolysis Gasoline (675kTA), Pyrolisis Fuel Oil (26kTA), dan Hydrogen (45kTA), serta produk hilir berupa High Density Poly Ethylene (250kTA), Linear Low Density Poly Ethylene (200kTA), Poly Propylene (350kTA), Butadine (140kTA), Raffinate (180kTA), Benzene, Toluene, Xylene (400kTA).
Produk-produk tersebut akan menjadi bahan baku penting pembuatan botol plastik, kabel, bumper mobil, peralatan medis, ban, karet sintetis, pembasmi serangga, dan cat.
Proyek ini memberikan kontribusi bagi Indonesia, di antaranya:
a. Mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia, di mana saat ini lebih dari 50% kebutuhan nasional masih dipenuhi dari luar negeri.
b. Menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 40 ribu tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, selama tahap konstruksi dan operasional.
c. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia lokal, melalui transfer teknologi dan pelatihan tenaga kerja.
d. Mendorong tumbuhnya industri hilir, yang akan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi seperti plastik, serat sintetis, dan berbagai komponen industri manufaktur.
e. Memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan infrastruktur lokal, dan program tanggung jawab sosial perusahaan.
(pgr/pgr)[Gambas:Video CNBC]