MARKET DATA

Darurat! 'Pekerja Kantoran' Makin Minim, RI Sulit Sejahtera

Robertus Andrianto & Arrijal Rachman,  CNBC Indonesia
02 December 2025 08:15
Ilustrasi Pulang Kerja (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Pulang Kerja (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mengalami masalah ketenagakerjaan didominasi oleh pekerja informal. Jumlah pekerja informal yang dominan di struktur ketenagakerjaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan degradasi produktivitas dan kesejahteraan jika tidak segera ditangani oleh pemerintah.

Berdasarkan data BPS, porsi pekerja informal di Indonesia mencapai 57,8% dari keseluruhan tenaga kerja pada Juni 2025. Sementara pekerja formal hanya 42,3%.

"Informalisasi pekerjaan membawa dampak multidimensional bagi pekerja," tulis INDEF dalam laporan Menata Ulang Arah Ekonomi Berkeadilan (2025) yang dikutip Rabu (26/11/2025).

Dari sisi ekonomi, pekerja informal menghadapi ketidakpastian pendapatan, tingginya risiko pendapatan harian yang fluktuatif, serta tanggung jawab biaya operasional yang sepenuhnya ditanggung sendiri karena status kemitraan. Di sisi lain, hilangnya jaminan sosial semakin memperburuk ketidakstabilan penghasilan. dari pekerja informal tersebut.

Para pekerja informal kerap tidak tercatat dalam sistem bantuan sosial negara. Akses terhadap sistem jaminan sosial seperti asuransi kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan pensiun sepenuhnya bergantung pada pendaftaran sukarela.

"Tidak adanya mekanisme keikutsertaan otomatis menyebabkan tingkat cakupan perlindungan sosial menjadi sangat rendah," kata INDEF.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan jumlah peserta aktif sebanyak 39,7 juta orang per April 2025. Sementara dari jumlah tersebut, jumlah peserta aktif Bukan Penerima Upah (BPU), yang di dalamnya termasuk pekerja informal) hanya sebanyak 8,99 juta orang.

Selanjutnya dari perspektif politik, mereka kehilangan ruang untuk berserikat dan bernegosiasi secara kolektif. Fragmentasi pekerja informal, terutama kemitraan dalam produk digital, melalui pengaturan algoritma di platform membuat solidaritas pekerja sulit terbentuk.

"Selain itu, tidak semua pekerja platform memiliki akses terhadap serikat atau jaringan kolektif, sehingga ketika menghadapi sengketa atau persoalan dengan perusahaan, posisi tawar mereka seringkali sangat lemah," ucap INDEF.

Dari sudut pandang sosial, ketidakpastian kesejahteraan dan sulitnya merencanakan masa depan menjadi beban psikologis yang signifikan. Jam kerja yang panjang, tekanan kinerja berbasis algoritma, dan tingginya tingkat fleksibilitas semu berpotensi mendorong kelelahan kronis yang berdampak pada kesehatan jangka panjang.

Oleh karena itu, INDEF menekankan harus dilakukan perluasan pekerjaan formal. Kemudian perlu adanya penguatan perlindungan sosial dengan skema yang menguntungkan bagi kepesertaan pekerja informal dan perluasan akses informasi dan layanan.

"Di sini perbaikan tata kelolanya perlu dilakukan secara out of the box, misalnya BPJS perlu melibatkan key opinion leader atau selebriti sosial media untuk menyebarluaskan akses informasi, mengingat masyarakat Indonesia menggunakan HP lebih dari 7 jam dan pengguna aktif sosial media," paparnya.

Adapun untuk pekerja informal, yang didefinisikan BPS sebagai orang yang berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas, dan pekerja keluarga atau tidak dibayar, proporsinya telah mencapai sebesar 57,80% atau setara 84,58 juta orang per Agustus 2025.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud mengungkapkan proporsi pekerja informal itu dari total penduduk bekerja mengalami penyusutan tipis dibanding catatan per Agustus 2025 yang sebanyak 57,95%.

Detail dari penduduk bekerja mayoritas juga masih berasal dari kategori buruh/karyawan/pegawai yang porsinya sebesar 38,74$ dari total penduduk bekerja yang sebanyak 146,54 juta per Agustus 2025.

Adapun untuk yang berusaha sendiri sebesar 21,40%, berusaha dibantu buruh tidak tetap 13,86%, pekerja keluarga/tidak dibayar 12,96%, pekerja bebas di nonpertanian 5,16%, pekerja bebas di pertanian 4,42%, dan berusaha dibantu buruh tetap 3,46%.

"Dibanding setahun sebelumnya penduduk bekerja berstatus buruh, karyawan, atau pegawai mengalami penambahan terbanyak yaitu sebesar 0,65 juta orang. Sedangkan yang status pekerja keluarga mengalami penurunan terbesar yakni sekitar 0,30 juta orang," papar Edy.

(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Daftar Keinginan Buruh dari Pidato Nota Keuangan-RAPBN 2026 Prabowo


Most Popular