3 Bulan Jadi Menteri, Purbaya Akui Banyak Kemajuan di Bea Cukai
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terus berbenah usai mendapatkan ancaman pembekuan akibat citra yang buruk di mata masyarakat maupun kepala negara.
Sejak menjabat sebagai Bendahara Negara pada 8 September hingga kini, atau selama tiga bulan terakhir, Purbaya mengklaim Ditjen Bea Cukai sudah banyak melakukan perbaikan kinerja, termasuk mulai gencar memanfaatkan teknologi digital dalam mengawasi lalu lintas barang ke daerah pabean.
"Jadi sekarang Bea Cukai, orang-orang Bea Cukai mengerti betul ancaman yang mereka hadapi. Jadi mereka sudah amat semangat memperbaiki kinerja mereka. Dan kita sudah mulai terapkan AI (artificial intellegence) di stasiun-stasiun Bea Cukai," kata Purbaya di kawasan Gedung DPR, Jakarta, dikutip Kamis (27/11/2025).
Pemanfaatan teknologi digital kata Purbaya sangat penting dalam aspek pengawasan karena mencegah praktik kongkalikong antara petugas Bea Cukai dengan pelaku ekspor maupun impor, serta lebih cepat mendeteksi barang ilegal yang masuk ke daerah pabean.
Praktik yang selama ini sulit hilang itulah kata Purbaya membuat citra Bea Cukai buruk di mata masyarakat maupun Presiden Prabowo Subianto. Hingga akhirnya muncul ancaman pembekuan DJBC sebagaimana pernah terjadi era Orde Baru atau masa pemerintahan Presiden Soeharto.
"Jadi sekarang cukup baik kemajuannya, dan saya pikir tahun depan sudah aman. Artinya Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional. Karena saya bilang, kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16 ribu orang pegawai Bea Cukai dirumahkan. Orang Bea Cukai tapi pintar-pintar kan, siap untuk merubah keadaan," ujar Purbaya.
Sebagaimana diketahui, saat masa Orba, atau era kepemimpinan mertua Presiden Prabowo Subianto itu, peran DJBC dalam mengawasi wilayah pabean Indonesia pernah digantikan oleh Société Générale de Surveillance (SGS) asal Swiss.
Namun, Purbaya menegaskan komitmennya untuk tidak menyerahkan begitu saja operasional DJBC kepada pihak asing dengan cara membubarkan direktorat yang ada di bawah kendalinya. Maka, ia berkomitmen untuk bekerja sama dengan bawahannya memperbaiki Bea Cukai di mata masyarakat dan Kepala Negara.
"Saya sudah minta waktu satu tahun untuk tidak diganggu dulu, beri waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai. Karena ancamannya serius, kalau Bea Cukai tidak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih tidak puas, Bea Cukai bisa dibekukan diganti dengan SGS. Seperti zaman dulu lagi," kata Purbaya.
Purbaya mengaku sudah menggelar rapat internal di DJBC untuk membahas berbagai masalah yang harus segera dibenahi itu secara serius. Ia bahkan juga mengklaim telah menyampaikan secara langsung adanya ancaman pembekuan DJBC kepada para bawahannya itu.
"Saat rapat internal ya, kita diskusikan dengan mereka, saya bilang begini, image Bea Cukai kurang bagus di media, di masyarakat, di pimpinan kita teratas, di pimpinan tertinggi kita. Jadi kita harus perbaiki," kata Purbaya.
Masalah yang harus segera dibenahi DJBC itu di antaranya terkait pengawasan dan layanan kepabeanan dan cukai yang tak kunjung membaik.
Purbaya menyebutkan, masalah itu di antaranya kasus under invoicing yang mudah ditemui di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Under invoicing ialah praktik pelaporan nilai barang yang lebih rendah dari sebenarnya, hingga memengaruhi setora bea masuk atau keluar ke negara.
Selain itu, juga masih mudah masuknya barang-barang ilegal ke Indonesia, hingga menimbulkan dugaan praktik kongkalikong di internal pengawas kepabeanan.
"Jadi ada under-invoicing, ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang illegal masuk, yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh katanya bea cukai main segala macam," tegas Purbaya.
(arj/haa)