Cukai Hasil Tembakau Tidak Naik, Ini Dampaknya bagi Tenaga Kerja
Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 dinilai sebagai angin segar bagi industri hasil tembakau (IHT) dan jutaan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini. Kebijakan tersebut diyakini akan memberikan dampak positif terhadap stabilitas industri, penyediaan lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto, menegaskan bahwa IHT merupakan sektor padat karya yang melibatkan jutaan pekerja dalam rantai produksinya. Ia mendorong pemerintah untuk memanfaatkan momentum ini guna memperkuat perhatian terhadap kondisi tenaga kerja.
"Pemerintah harus benar-benar memanfaatkan momentum ini untuk melihat lebih dalam bagaimana kondisi industri hasil tembakau. Ruangnya harus diberikan dan tenaga kerja harus mendapatkan perhatian khusus agar benar-benar punya kesempatan untuk dapat bekerja dengan baik dan juga berpenghasilan dengan baik," ungkap Sudarto dalam Coffee Morning CNBC Indonesia bertema "Cukai Rokok Tidak Naik: Keputusan Tepat untuk Jaga Stabilitas dan Tenaga Kerja", Selasa (22/10/2025).
Sudarto juga menekankan bahwa kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, terutama dari sisi penyediaan lapangan kerja. Ia mengaitkan keputusan ini dengan semangat baru pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dinilai peduli terhadap sektor padat karya.
"Apalagi ini momentum bagus kepemimpinan Pak Prabowo dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi nasional. Beliau peduli terhadap orang kecil khususnya industri padat karya. Disitu banyak rakyat kecil bekerja pada industri padat karya. Itu harus jadi perhatian khusus," kata Sudarto.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa keputusan tidak menaikkan cukai bukanlah solusi akhir. Masih terdapat berbagai regulasi fiskal dan non-fiskal yang menekan industri dan berdampak langsung pada nasib para pekerja.
"Pemerintah harus manfaatkan momentum ini untuk melihat lebih dalam untuk industri tembakau, masyarakat harus dapat perhatian khusus agar dapat berpenghasilan lebih baik," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun, turut mengapresiasi keputusan Menteri Keuangan Purbaya Sadewa. Ia menyebut kebijakan moratorium cukai sebagai langkah awal yang perlu diikuti dengan reformasi menyeluruh terhadap regulasi yang membebani IHT.
"Moratorium ini memberikan angin segar bahwa Pak Purbaya mulai memperhatikan sektor-sektor yang selama ini memang harus diselesaikan. Moratorium itu baru satu aspek, harapan saya ke depan Pak Purbaya memperdalam kembali sektor IHT ini selama ini diperlakukan seperti apa saja, seperti apa, dan apa saja yang menjadi isu," tegas Misbakhun.
Ia juga menyoroti pentingnya aspek ketenagakerjaan dalam kebijakan fiskal, khususnya pada segmen sigaret kretek tangan yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Kalau perlu tidak cuma cukai yang ditahan, diturunkan. Termasuk yang mempunyai dampak terutama cukai sigaret kretek tangan. Di mana serapan tenaga kerjanya besar, dan ini bisa menjadi salah satu poin di mana pemerintah berpihak bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan," pungkasnya.
Ekonom INDEF, Tauhid Ahmad, menambahkan bahwa industri tembakau memiliki peran strategis dalam perekonomian, terutama di daerah penghasil seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ia mengutip data dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja linting rokok mencapai lebih dari 171.000 orang, mayoritas adalah ibu-ibu yang telah menjadi bagian dari ekosistem industri.
"Ini yang saya kira perannya sangat penting terutama bagi daerah-daerah sebagai daerah penghasil rokok. Saya kira ini kemudian peran bagi daerah juga besar. Baik untuk ekonomi, pendapatan daerah dan yang lainnya," ujarnya.
(dpu/dpu)