DPR Cecar Dirjen Pajak Soal Setoran Kurang Rp 730 T Jelang Akhir Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Para anggota dewan di Komisi XI DPR mencacar Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto soal setoran penerimaan pajak yang dalam dua bulan ini masih kurang Rp 730 triliun dari target dalam APBN 2025.
Sebagaimana diketahui, dalam APBN Tahun Anggaran 2025, target penerimaan pajak yang ditetapkan senilai Rp 2.189 triliun, sedangkan sampai Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak baru terkumpul Rp 730 triliun.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit mengatakan, ruang Bimo untuk mengejar target setoran itu pun kini makin tipis, karena produk domestik bruto (PDB) 2025 yang targetnya senilai Rp 24.355 triliun pada 2025, mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi 5,2%, realisasinya pada Oktober 2025 senilai Rp 23.747 triliun, atau masih ada kekurangan Rp 608 triliun.
"Artinya kan nilai ekonomi kita kurang Rp 608 triliun sampai Desember, sementara bapak masih butuh menggali Rp 730 triliun, ibarat sumur dalamnya sudah Rp 608 triliun, bapak masih perlu gali lagi Rp 730 triliun, ya enggak mungkin," kata Dolfie saat rapat kerja dengan Bimo, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Oleh sebab itu, Dolfie mempertanyakan kepada Bimo bagaimana cara DJP mengumpulkan setoran penerimaan pajak sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam UU APBN 2025.
Menjawab pertanyaan Dolfie itu, Bimo mengatakan, saat ini DJP berpedoman pada proyeksi setoran pajak yang telah dirancang sesuai Laporan Semester I-2025 (Lapsem) senilai Rp 2.076 triliun. Bila sesuai dengan rancangan proyeksi Lapsem, ia optimistis target bisa tercapai mempertimbangkan proses bisnis setoran pajak pada akhir tahun, yakni November-Desember.
"Kita harus menyelesaikan 30% kalau dari target Rp 2.076 triliun. Jadi kami tetap optimis dengan basis Rp 2.076 triliun kami harus bisa mencapai," papar Bimo.
Merespons itu, Dolfie mengaku tak bisa menerima karena target yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR dalam UU APBN adalah Rp 2.189 triliun. Target itu pun kata dia belum diajukan pemerintah untuk diubah sebagaimana tidak adanya usulan APBN Perubahan.
"Ini kan levelnya Undang-undang APBN, Lapsem itu kan laporan kinerja bapak yang disampaikan ke DPR, yang kita pegang UU APBN atau Lapsem? menurut saya UU pak," tegas Dolfie.
"Jadi acuannya menurut saya tetap pada UU APBN kecuali kita merubah pak dan sampai saat ini setahu saya di Banggar pun tidak merubah UU APBN," tuturnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Anna Mu'awanah juga menyampaikan kritikan serupa kepada Bimo, ia pun meminta Bimo menjelaskan mitigasi risiko apa yang telah disiapkan Dirjen Pajak bila target penerimaan pajak itu tak berhasil dicapai oleh pemerintah.
"Kalau tidak tercapai apa yang akan dilakukan?" tegasnya.
Anggota Komisi XI DPR Wahyu Sanjaya juga menegaskan, kekurangan penerimaan pajak yang mencapai lebih dari Rp 700 triliun itu sebetulnya kerap dikeluhkan masyarakat, karena adanya kekhawatiran minimnya perolehan pendapatan pemerintah pada tahun ini.
"Semakin banyak yang menjerit, kan ngadunya tidak ke bapak saja, ngadunya ke kami juga, nah kami harus menjawab bagaimana dalam posisi seperti ini mengingat masih Rp 700 triliun barang ini," ucap Wahyu.
"Berartikan harus ada 70 juta orang yang harus bayar Rp 100 juta kira-kira kalau pakai kalkulator jeleknya kan, gimana posisi kami, bapak harus memahami posisi kami sebagai wakil rakyat yang menerima laporan dari banyak sekali," tuturnya.
Merespons itu, Bimo mengakui harus mengoreksi target saat ini yang hanya fokus sesuai dengan proyeksi laporan semester. Ia juga memastikan akan menerapkan berbagai upaya untuk mengejar target setoran pajak sesuai UU APBN 2025.
"Jawabannya simple, harus tercapai sampai nanti hanya Gusti Allah yang bisa memberikan finalisasi jadi saya tidak mau mendahului Gusti Alla, saya dan semua jajaran di sini terus berjuang," kata Bimo.
Ia pun memastikan seluruh kemampuan DJP akan dikerahkan mengejar target sesuai UU APBN seperti dengan penguatan proses bisnis mulai dari audit, penggalian potensi, hingga law enforcement, serta perbaikan sistem administrasi seperti Coretax.
"Perbaikan sistem administrasi kami itu membuat kami bisa tidak hanya mem-benchmark dengan bahan baku internal Kementerian Keuangan, tapi kami sudah interoperability dan host to host dengan sistem-sistem yang ada," paparnya.
"Sistem SIMPONI, Sistem SIMBARA yang ada di LNSW. Kemudian juga nantinya sedang kami usahakan dengan sistem CEISA. Terus di luar itu juga kami interoperability dalam konteks join audit dengan kementerian-kementerian terkait seperti misalnya di dalam Satgas PKH Kami terlibat aktif di situ untuk komunitas Minerba maupun kelapa sawit," papar Bimo.
"Jadi kami optimis untuk bisa mencapai target Rp 2.189 triliun dan sesuai dengan APBN," tutur Bimo.
(arj/haa)