2 Negara Muslim Terancam Perang, 10 Tewas Dibom
Jakarta, CNBC Indonesia - Dua negara Muslim, Pakistan dan Afghanistan terancam konflik senjata. Hal ini setelah serangan terjadi di perbatasan dengan itu, dengan Pakistan sebagai tertuduh.
Pemerintah Taliban Afghanistan bahkan berjanji untuk "merespons dengan tepat" serangan yang menewaskan 10 orang itu. Serangan terjadi setelah bom bunuh diri mengguncang Peshawar, perbatasan Pakistan, sehari sebelumnya.
"Pasukan invasi Pakistan mengebom rumah seorang warga sipil setempat," tulis juru bicara pemerintah Zabihullah Mujahid di X, dikutip Selasa (25/11/2025).
"Akibatnya, sembilan anak (lima laki-laki dan empat perempuan) dan seorang perempuan gugur di Provinsi Khost," tambahnya.
"Serangan udara yang menargetkan wilayah perbatasan Kunar dan Paktika melukai empat warga sipil lainnya."
Menurut juru bicara gubernur Khost, Mustaghfir Gurbuz, serangan tersebut dilakukan dengan pesawat tanpa awak dan pesawat terbang. Di Jige Mughalgai, dekat perbatasan Pakistan, seorang koresponden AFP melihat warga mencari di antara reruntuhan rumah yang runtuh dan mempersiapkan kuburan bagi para korban.
"Imarah Islam (Taliban) mengutuk keras pelanggaran ini dan menegaskan kembali bahwa mempertahankan wilayah udara, wilayah, dan rakyatnya adalah hak sahnya, dan akan merespons dengan tepat pada waktu yang tepat," kata Mujahid dalam pernyataan terpisah.
Militer Pakistan belum berkomentar mengenai serangan tersebut.
Pengeboman tersebut menyusul serangan bunuh diri pada hari Senin yang menargetkan markas besar pasukan paramiliter Kepolisian Federal Pakistan di Peshawar, menewaskan tiga perwira dan melukai 11 lainnya.
Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab. Tetapi stasiun televisi pemerintah PTV melaporkan bahwa para penyerang adalah warga negara Afghanistan.
Presiden Asif Zardari menyalahkan "Fitna al-Khawarij yang didukung asing". Ini istilah Islamabad untuk militan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) yang dituduh beroperasi dari tanah Afghanistan.
Ledakan bom bunuh diri lainnya di luar pengadilan di ibu kota Pakistan, Islamabad, bulan ini menewaskan 12 orang dan diklaim oleh sebuah faksi Taliban Pakistan, yang memiliki ideologi yang sama dengan Taliban Afghanistan.
Islamabad menyalahkan sel militan yang "dibimbing komando tinggi yang berbasis di Afghanistan" atas serangan di ibu kota tersebut.
Hubungan antara Islamabad dan Kabul telah tegang sejak Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021. Hubungan makin memburuk setelah bentrokan mematikan di perbatasan pada bulan Oktober yang menewaskan sekitar 70 orang dari kedua belah pihak.
Pertempuran berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi oleh Qatar dan Turki, tetapi beberapa putaran perundingan di Doha dan Istanbul gagal menghasilkan kesepakatan yang langgeng. Masalah keamanan, terutama tuntutan Pakistan agar Kabul mengekang para pejuang TTP, menjadi poin penting.
Islamabad menuduh Taliban melindungi militan di balik lonjakan serangan, termasuk TTP, yang telah melancarkan kampanye berdarah melawan Pakistan selama bertahun-tahun. Kabul membantah tuduhan tersebut dan membantah bahwa Pakistan melindungi kelompok-kelompok yang memusuhi Afghanistan dan tidak menghormati kedaulatannya.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri Gabungan Pakistan-Afghanistan memperingatkan minggu ini bahwa ribuan kontainer masih tertahan di perbatasan. Masing-masing dikenakan biaya harian sebesar US$150 (sekitar Rp 2,4 juta)-US$200, menyebut beban ekonomi tersebut "tak tertahankan".
(sef/sef)[Gambas:Video CNBC]