Titiek Soeharto: RI Pemakan Tahu-Tempe, Impor Kedelai 2,6 Juta Ton
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto menyoroti Indonesia yang masih mengimpor kedelai cukup besar hingga saat ini. Ia pun menyentil Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
Hal ini tentunya menjadi ironi karena mayoritas masyarakat Indonesia memakan tahu dan tempe sebagai salah satu makanan pokok, di mana dua makanan tersebut bahan bakunya berasal dari kedelai.
Titiek mengatakan kebutuhan kedelai dalam negeri setahun mencapai 2,9 juta ton. Namun, produksi dalam negeri masih jauh dari kebutuhan yakni hanya 300 ribu hingga 400 ribu ton.
"Kita bangsa pemakan tahu tempe, mustinya kedelai jadi prioritas. Kebutuhan kedelai 2,9 juta ton per tahun, tapi produksi kita cuma 300.000-400.000 ton. Impor kita 2,6 juta ton, banyak sekali. Kalau dirupiahin berapa tuh? Bisa triliunan ya pak," kata Titiek dalam rapat kerja (raker) dengan Kementan, Senin (24/11/2025).
Foto: Pedagang tempe melayani pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (15/2/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)Pedagang tempe melayani pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Lonjakan harga kedelai global berdampal bagi industri tempe dan tahu di dalam negeri, yang didominasi skala rumah tangga.(CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) |
Meski begitu, Titiek tetap mengapresiasi capaian Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah mempercepat target swasembada beras pada tahun ini. Namun menurutnya, komoditas kedelai jangan sampai terlupakan, bahkan seharusnya jadi prioritas.
"Ini kan harus jadi konsentrasi juga. Sekarang kami mengapresiasi sudah bisa swasembada beras dan swasembada jagung. Tapi tolong ke depan swasembada kedelai," jelasnya.
Ia meminta agar program peningkatan produksi kedelai kembali dihidupkan, agar kebutuhan masyarakat terkait konsumsi tahu dan tempe tidak terbebani karena kedelai masih diimpor.
(chd/wur)[Gambas:Video CNBC]
Foto: Pedagang tempe melayani pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (15/2/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)