DPR Soroti Rapor 'Merah' Setoran PNBP
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI menyoroti kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengalami kontraksi. Seperti diketahui, setoran penerimaan negara bukan pajak atau PNBP hingga Oktober 2025 baru terkumpul Rp 402,4 triliun, atau minus 15,57% dibanding periode yang sama tahun lalu. Susutnya PNBP salah satunya disebabkan oleh peralihan dividen BUMN ke BPI Danantara.
Dirjen Anggaran Luky Alfirman mengungkapkan dengan adanya kebijakan baru dimana dividen BUMN telah dialihkan ke BPI Danantara, maka PNBP mengalami penurunan. Namun demikian, Luky berharap target penerimaan PNBP sebesar Rp 477,2 triliun masih bisa tercapai pada tahun ini.
"Kalau dari sisi pertumbuhan kita sifatnya negatif, terkontraksi 15,7%. Jika kita KND kita keluarkan, apple to apple, memang masih terkontraksi 2,2%," papar Luky dalam Rapat. Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/11/2025).
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eric Hermawan menyarankan perlu adanya digitalisasi dan tarif berbasis value for money untuk optimalisasi PNBP ke depannya.
"Saya memberikan saran seperti digitalisasi Pak, digitalisasi mengenai tarif. Saran saya perbaikan BNBP Pak, jadi itu berdasarkan tarif value base money Pak," ucap Eric saat rapat tersebut.
Eric menjelaskan perlunya memperluas basis PNBP lintas kementerian dan lembaga yang saat ini belum terintegrasi.
"Perlu juga apa namanya, membuat optimalisasi lah. Ke beberapa kawan-kawan Kementerian Perdagangan, Industri, BSN, BPOM dan sebagainya," ucapnya.
Selain itu, Eric menyarankan perlunya analytic platform agar lebih mengoptimasi penerimaan negara yang belum terlacak.
"Nah ini harus dioptimalisasi, makanya saya juga menyarankan di bawahnya ada BNBP analytic platform, biar Bapak bisa tahu lah, melengkapi data lifting, data izin, transaksi, kepatuhan, sampai kalau perlu ada KYC Pak, untuk plus scoring intelligent Pak," ucap Eric.
"Jadi saya menyarankan memang Bapak, apa namanya, melengkapi atau mempercanggih perangkat di Kementerian dan Lembaga. Bapak tambahkan lah anggaran Pak untuk menaikkan BNBP ini Pak, karena ini potensinya tinggi banget," sambungnya.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun turut menyoroti kontribusi PNBP dari sumber daya alam (SDA) yang hampir sama dengan PNBP dari BLU. Ia mengatakan seharusnya PNBP dari SDA harus jauh lebih besar menimbang potensi penerimaan dan skala yang lebih besar.
"Harus kita balance dengan sumber daya alam yang harusnya lebih besar. Harusnya lebih besar. Saya ada pemikiran besar yang harus kita desain besarnya PNBP ini harusnya lebih banyak gitu loh dari sumber daya alam ini," ucapnya saat rapat.
Ia mengatakan jika BLU menjadi sumber PNBP dengan kontribusi besar akan menimbulkan konsekuensi mahalnya biaya birokrasi sehingga dapat menambah beban masyarakat.
"Kalau kita berpikiran bahwa PNBP dari pelayanan publik, terus layanan umum, BLU layanan umum, kita bikin aja negara ini makin birokratis Pak. Sehingga dengan birokrasi yang makin beribet, orang makin untuk mendapatkan pelayanan umum, orang bayar Pak," tutur Misbakhun.
"Rakyat ini kan dua Pak, dipungut pajaknya dan ketika menikmati layanan publik, dia masih harus membayar. Iya kan? Ketika menikmati layanan publik, dia masih harus membayar. Nah ini kan dua paradoks yang harus kita luruskan ke depan."
Berdasarkan pemaparan Dirjen Anggran Kemenkeu, porsi PNBP dari Badan Layanan Umum sendiri 20,8%, sementara SDA sebesar 48,2%.
(ras/haa)