MARKET DATA
Internasional

Perang Saudara Menggila di Sini, Ternyata Tempat Harta Karun Besar

Tommy Patrio Sorongan,  CNBC Indonesia
22 November 2025 15:30
Pemandangan menunjukkan gumpalan asap besar mengepul dari depot bahan bakar di Port Sudan, Sudan, 6 Mei 2025. (REUTERS/Khalid Abdelaziz)
Foto: Pemandangan menunjukkan gumpalan asap besar mengepul dari depot bahan bakar di Port Sudan, Sudan, 6 Mei 2025. (REUTERS/Khalid Abdelaziz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang saudara di Sudan kini telah memasuki tahun ketiga, dengan konflik antara angkatan darat Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) semakin berfokus pada perebutan kendali atas sumber daya alam yang sangat bernilai.

Sudan, negara berpenduduk 50 juta jiwa, diberkahi dengan kekayaan alam yang luas, termasuk minyak, emas, dan lahan pertanian subur, namun konflik tersebut telah memicu krisis pengungsian terbesar di dunia dengan lebih dari 9,5 juta orang meninggalkan rumah mereka.

Sumber daya alam menjadi kunci vital yang mendanai kedua pihak yang bertikai. Pada tahun 2023, total ekspor Sudan bernilai US$5,09 miliar (Rp85,17 triliun). Tiga sektor utama yang mendominasi ekspor tersebut adalah minyak mentah senilai US$1,13 miliar (Rp18,91 triliun), emas senilai US$1,03 miliar (Rp17,23 triliun), dan produk pertanian.


Sudan juga merupakan eksportir terbesar biji wijen dan gum arabic dunia, yang merupakan komoditas penting bagi industri makanan dan minuman global.

Perebutan kendali atas sumber daya ini menciptakan matriks kontrol yang kompleks. SAF menguasai sebagian besar wilayah utara dan timur, termasuk ibu kota Khartoum, dan jalur ekspor strategis Port Sudan di Laut Merah. Sementara itu, RSF telah mengonsolidasikan cengkeramannya di wilayah barat Darfur dan sebagian besar ladang minyak di selatan dekat perbatasan Sudan Selatan.


Emas dan Minyak Jadi Sumber Dana Utama

Deposit emas Sudan tersebar luas, menjadikannya salah satu produsen emas terkemuka di Afrika. Deposit emas di Sudan timur sebagian besar dikuasai oleh SAF, sementara ladang emas di wilayah tengah dan barat daya, tempat sebagian besar penambangan artisanal berada, sebagian besar di bawah kendali RSF.

Meskipun terjadi konflik, produksi emas legal Sudan dilaporkan melonjak menjadi 64 ton pada tahun 2024, menghasilkan pendapatan ekspor legal senilai US$1,57 miliar (Rp26,28 triliun). Menariknya, Uni Emirat Arab (UEA) adalah mitra dagang utama Sudan, mengimpor lebih dari 99% dari ekspor emas Sudan pada tahun 2023.

Di sektor minyak, meskipun produksi minyak Sudan telah anjlok menjadi 70.000 barel per hari (bpd) pada tahun 2023, minyak mentah tetap menjadi sumber pendapatan utama. SAF menguasai kilang minyak terbesar di Khartoum (berkapasitas 100.000 bpd) dan Kilang Port Sudan.

Sementara itu, RSF menguasai ladang-ladang minyak di selatan. Di sisi lain, kendali atas pipa dari el-Obeid ke Port Sudan, jalur penting bagi minyak Sudan dan Sudan Selatan, sebagian besar berada di tangan SAF.

Selain komoditas keras, SAF juga menguasai lahan pertanian vital yang terkonsentrasi di antara Sungai Nil Biru dan Nil Putih, khususnya di wilayah Gezira. Namun, lahan penggembalaan yang luas (51,4% wilayah Sudan) terbagi rata antara kontrol SAF dan RSF, menjadikannya arena persaingan untuk industri peternakan dan gum arabic.

Selain UEA, mitra dagang utama Sudan adalah China dengan nilai US$882 juta (Rp14,7 triliun) yang mengimpor produk nabati, dan Arab Saudi US$802 juta (Rp13,4 triliun) yang mengimpor ternak.

(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diam-Diam AS Minta Logam Tanah Jarang RI


Most Popular