Jurus Bos Pajak Lawan Pengusaha Nakal yang Akali Omzet Demi PPh 0,5%
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menggodok perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 yang mengatur terkait penyesuaian pengaturan pajak penghasilan (PPh).
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan penyesuaian tersebut dilakukan salah satunya untuk mencegah praktik pemecahan usaha atau firm splitting yang digunakan wajib pajak untuk menyalahgunakan insentif PPh Final 0,5% untuk UMKM. Nantinya, DJP akan memantau data omzet konsolidasi wajib pajak.
"Kalau peredaran bruto wajib aja orang pribadi, kemudian wajib aja orang, perusahaan perseorangan itu sudah dijumlahkan, itu mencapai Rp 4,8 miliar setahun, maka mereka tidak bisa lagi menggunakan PPh yang 0,5% tersebut," ujar Bimo dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (20/11/2025).
Lebih lanjut, DJP akan melakukan pemadanan data antara Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Nomor Induk Berusaha (NIB) wajib pajak badan.
"Jadi kita tidak ada masalah dengan itu, sistem internal kami sudah bisa mendeteksi," ujarnya.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak mengusulkan perubahan di Pasal 57 Ayat 1 dan Ayat 2 di Bab 10 terkait pengaturan ulang supaya PPH final setengah persen wajah pajak yang memegangi peredaran bruto tertentu.
"Dengan mengecualikan wajib pajak yang berpotensi digunakan sebagai sarana untuk melakukan penghindaran pajak atau anti-avoidancy," ujarnya.
Sementara untuk memastikan kebijakan tetap tepat sasaran, pemerintah akan melakukan pengaturan ulang subjek PPh Final 0,5% dengan melakukan perubahan PP 58 Tahun 2022 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Dalam praktiknya, Bimo menjelskan banyak wajib pajak yang masih bisa memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% padahal secar ekonom memiliki agregasi peredaran bruto yang melewati batas atau threshold yang ditetapkan.
"Untuk itu, maka kami melakukan usulan perubahan Pasal 58 Penyusulan Penghitungan Peredaran Bruto oleh Kriteria wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Atau wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yaitu seluruh peredaran bruto dari usaha dan pekerjaan bebas, baik yang dikenai PPH final ataupun yang dikenai PPH non-final, termasuk peredaran bruto dari penghasilan di luar negeri," ujarnya.
Bimo menjelaskan sejumlah perubahan tersebut telah dilaporkan dan telah diharmonisasikan dengan Kementerian Hukum. Kini, tengah dalam proses permohonan penerapan PP kepada Presiden.
"Progresnya, seperti kami laporkan, sudah dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum Sekarang sudah di sekjen Kementerian Keuangan untuk proses permohonan penatapan PP kepada Presiden," ujarnya.
(haa/haa)