Masalah Tipping Fee Beres, Danantara Optimis Dorong Program WTE
Jakarta, CNBC Indonesia - Managing Director Investment Danantara, Stefanus Ade Hadiwidjaja menyampaikan bahwa permasalahan pengembangan waste to energy atau dalam hal ini Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) bagi pemerintah daerah adalah masalah tipping fee. Apalagi untuk daerah-daerah yang kemampuan fiskalnya terbatas.
"Untungnya, ada terobosan menarik dari pemerintah adalah dalam Perpres 109 ini memang berbeda dengan Perpres yang 2018, bahwa tidak lagi perlu ada tipping fee dari daerah. Semua itu di cover melalui pembayaran energi yang ditaruh sebagai feed-in tariff di 20 cent per kilowatt hour," ungkap dia dalam Waste to Energy Investment Forum 2025 di Menara Bank Mega, Jakarta Rabu, (19/11/2025).
Oleh sebab itu, dengan adanya Perpres yang baru, Stefanus berharap program waste to energy bisa berjalan dengan baik. Pemda pun diharapkan bisa secara konsisten mengirimkan sampah sesuai yang sudah diperjanjikan dan bisa menyediakan lahannya.
"Memang investasi di sini kalau berdasarkan perhitungan kita bukan investasi yang untungnya atau bahasa ini cuannya besar sekali atau apa. Karena balik lagi buat Denantara tadi tujuan utamanya adalah ini untuk menanggulangi kedaruratan sampah. Baru goal keduanya adalah dari sisi investasi dan return. Tapi sebenarnya isu sampah ini kan buat berbagai macam investor ini menarik," tegas Stefanus.
Untuk diketahui, program waste to energy sudah ada semenjak satu dekade yang lalu, namun tidak berjalan baik. Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan mengatakan alasan kegagalan proyek tersebut adalah karena prosesnya rumit, ruwet, dan berputar-putar.
Apalagi Zulhas menjelaskan bahwa proyek itu melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga PLN.
"Apalagi Pemda ikut membayar tipping fee yang harus mengikuti persetujuan bupati atau walikota setiap tahun. Kalau DPRD-nya berubah, bisa berubah lagi. Belum lagi pengusahanya masih berharap tipping fee-nya disetujui, yang tidak sedikit jumlahnya. Jawa Timur itu kalau nggak salah Rp 110 miliar lebih," rinci Zulhas.
Tidak heran, menurut Zulhas dalam 11 tahun hanya ada 3 proyek yang diajukan dan hanya ada satu yang jalan. Selain itu, Zulhas menegaskan bahwa harga jual listrik yang berasal dari PLTSa sudah ditetapkan, yakni mencapai 20 sen per kilo watt hour (kWh).
"Nanti soal tipping fee segala macam urusan pemerintah, bukan pengusahanya yang ngurus. Pengusaha dijamin mendapat 20 sen per kwh, tarifnya pasti 20 sen. berapa beban Pemda atau pusat itu bukan urusan pengusaha, itu urusan kita," terangnya.
(rah/rah)