Pabrik Aluminium Baru Wajib Dibangun di RI, Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah perlu mempercepat program hilirisasi, terutama untuk sektor bauksit menjadi alumina dan aluminium. Hal ini dilakukan guna mengurangi ketergantungan terhadap impor dan memperkuat rantai pasok nasional.
Direktur Utama PT Inalum Melati Sarnita membeberkan permintaan aluminium RI diproyeksikan melonjak hingga 600% dalam 30 tahun ke depan. Hal tersebut menyusul meningkatnya kebutuhan baterai kendaraan listrik (EV), hingga teknologi energi terbarukan.
"Konsumsi aluminium Indonesia sendiri diproyeksikan akan naik 600% dalam 30 tahun. Terutama didorong oleh sektor EV battery dan energi terbarukan," ujar Melati dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (20/11/2025).
Sementara itu, kondisi saat ini baru sekitar 46% kebutuhan aluminium primer yang dapat dipenuhi dari produksi domestik. Sementara sebanyak 54% sisanya masih harus diimpor dari luar negeri.
"Sehingga percepatan pembangunan smelter dan refinery menjadi sangat krusial untuk kedepannya," kata Melati.
Oleh sebab itu, guna mengatasi persoalan tersebut, maka pihaknya dalam lima tahun ke depan bakal menggenjot kapasitas produksi aluminium. Dimana, dari yang semula hanya 275 ribu ton menjadi 900 ribu ton.
"Ke depannya di tahun 2029 kami sangat berharap kami bisa meningkatkan kapasitas produksi kami itu menjadi 900 KTPA untuk aluminium produk dengan support 2 juta ton alumina di proyek SGAR 1 dan SGAR 2," katanya.
Selain itu, Inalum juga tengah mengupayakan agar pembangunan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) fase 2 yang merupakan ekspansi dari Proyek SGAR Fase 1, berlokasi di Mempawah, Kalimantan Barat dapat segera dimulai.
Dengan demikian, produksi alumina domestik dapat meningkat hingga mencapai 2 juta ton per tahun dengan beroperasinya fase 2 pada 2028. Masing-masing proyek SGAR fase 1 dan 2 memiliki kapasitas produksi alumina 1 juta ton per tahun.
(pgr/pgr)