Warga Susah Beli Rumah Subsidi Gegara SLIK, Maruarar: Saya Minta Hapus
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan peminat rumah bersubsidi cukup tinggi. Namun, banyaknya kendala membuat masyarakat sulit untuk mengambil rumah subsidi.
Salah satu kendalanya yakni persyaratan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR). Menteri yang kerap disapa Ara tersebut meminta untuk SLIK OJK dihapus.
Hal ini diungkapnya setelah bertemu dengan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan sekaligus Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae.
"Dalam rapat dua hari lalu dengan Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, dan dengan juga OJK, saya juga sudah minta supaya SLIK OJK itu dihapuskan," kata Ara dalam paparannya di rapat kerja (raker) bersama Komisi V DPR RI, Rabu (19/11/2025).
"Kenapa saya mengatakan seperti itu? Karena memang kebetulan kami sering turun ke lapangan. Kalau kami bertanya kepada konsumen, juga kepada pengembang, itu masalahnya. Jadi yang kami sudah lakukan, kami sudah empat kali ke OJK, kami sudah sampaikan ke Menko Perekonomian, kami juga sudah sampaikan ke Menteri Keuangan, dan sampaikan juga ke OJK," lanjutnya.
Menurutnya, banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin mengambil KPR rumah bersubsidi, kesulitan karena adanya persyaratan SLIK tersebut.
"Posisi kami adalah mendukung rakyat. Kalau bisa SLIK OJK di angka tertentu itu dihapuskan, supaya tidak bisa menghambat rakyat kita, yang menginginkan rumah bersubsidi. Mereka yang sudah mendaftar, seharusnya bisa dapat rumah subsidi, justru jadi terhambat," terangnya.
Ara juga menegaskan bahwa hak OJK adalah sebatas memberikan surat kepada bank penyalur untuk memberikan keringanan SLIK kepada calon pembeli rumah subsidi.
"Memang maksimal OJK itu bisa membuat surat kepada bank, itu posisinya," ujarnya.
Sebelumnya, kalangan pengembang menyoroti ketatnya persetujuan KPR di perbankan dalam dua tahun terakhir.
Fenomena ini terjadi akibat dampak lanjutan dari pandemi di mana banyak masyarakat yang meminjam uang melalui pinjaman online (pinjol).
Namun sistem pinjol yang tidak setransparan bank konvensional membuat banyak orang terjebak dan masuk ke dalam daftar hitam akibat menunggak. Akibatnya semakin banyak masyarakat yang kesulitan mengajukan KPR.
"SLIK approval rate perbankan sekarang hanya 30%-35%. Artinya kalau yang mengajukan mengajukan 10 orang berarti 3 orang yang di-approve, kalau 20 orang berati 7 orang yang di-approve. Fenomena ini sudah terjadi dua tahun terakhir lah," kata Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto kepada CNBC Indonesia, Kamis (16/10/2025) lalu.
Hal ini bahkan sempat menjadi sorotan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Dia sempat mewacanakan untuk menghapus data nasabah kredit macet dengan nominal saldo kurang dari Rp 1 juta.
Akan tetapi kemudian rencana tersebut diurungkan. Pasalnya berdasarkan data yang dia temukan tidak selaras dengan yang disampaikan sebelumnya.
"Jadi saya pikir saya simpulkan yang dari 110.000 itu paling yang bisa masuk 100 orang. Jadi sepertinya clearkan namanya dari SLIK tidak akan memecahkan masalah demand untuk perumahan yang dibuat Tapera sama Pak Ara (Menteri PKP)," tutur Purbaya.
(chd/wur)