Internasional

Media Asing Sorot Rencana Redenominasi Rupiah, Sebut Ini

tfa, CNBC Indonesia
Rabu, 19/11/2025 16:35 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah Indonesia mempertimbangkan redenominasi rupiah kembali menjadi sorotan, termasuk dari media asing. Media Singapura Channel News Asia (CNA) menilai upaya penyederhanaan nilai rupiah dengan menghapus sejumlah nol dapat meningkatkan efisiensi ekonomi serta memperkuat kredibilitas mata uang.

Dalam artikel analisis berjudul "Indonesia's U-turn on rupiah redenomination was the right move" pada Rabu (19/11/2025), CNA menggambarkan betapa "menyulitkannya" penggunaan rupiah dengan banyak angka nol. Pecahan tertinggi Rp100.000 disebut membuat wisatawan maupun bisnis kecil harus mahir berhitung.


"Kalkulator standar saja tidak cukup untuk transaksi tertentu. Karena itu, ide pemangkasan nol dianggap masuk akal secara fungsional," demikian commentary yang dibuat Hasan jafri di laman CNA itu.

Disoroti bagaimana redenominasi masuk dalam rencana strategis Kementerian Keuangan 2025-2029, yang sebelumnya juga pernah diusulkan pada 2013. Disinggung bagaimana, hanya beberapa minggu setelah rencana itu mencuat, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa redenominasi "belum dibahas dan tidak akan dibahas dalam waktu dekat".

Sikap ini dinilai tepat. Proses redenominasi bukan hanya soal teknis, melainkan juga modal politik.



Disinggung bagaimana Presiden Prabowo, yang pada 2029 akan berusia 78 tahun, menghadapi jadwal pemerintahan yang padat serta koalisi besar yang menuntut konsolidasi. Di awal masa jabatannya, Prabowo mendorong berbagai agenda prioritas berskala besar, mulai dari target pertumbuhan ekonomi 8% hingga program makan gratis yang menyedot anggaran dan energi birokrasi.

"Dengan agenda yang sangat ambisius, kebijakan sensitif seperti redenominasi bisa menggerus dukungan politik jika tidak berjalan mulus," tulis Jafri.

Dari sisi ekonomi, Indonesia dinilai belum sepenuhnya siap untuk perubahan drastis. Meskipun inflasi berada pada kisaran rendah 2-3% dan berada dalam target Bank Indonesia (BI), proses redenominasi tetap berisiko menimbulkan kenaikan harga bila pelaku usaha melakukan pembulatan tarif.

Contoh dari negara lain juga menunjukkan bahwa transisi ini membutuhkan waktu panjang. Turki, misalnya, memerlukan tiga tahun penuh sebelum sepenuhnya beralih ke lira baru setelah menghapus enam nol pada 2005.

Di sisi lain, rupiah yang melemah sekitar 8% sejak awal pemerintahan Prabowo menjadi sinyal lain yang dinilai sebagai tantangan kepercayaan. Sebagian pelemahan disebabkan faktor global, namun sebagian lainnya mencerminkan keraguan pasar terhadap kemampuan pemerintah menyeimbangkan anggaran sambil menjalankan program-program besar.

"Tanpa kepercayaan tersebut, redenominasi justru berpotensi memperburuk nilai tukar dan mendorong inflasi," tambahnya.

Dikatakan bahwa keberhasilan redenominasi sangat bergantung pada kesiapan teknis dan sosial. Edukasi publik besar-besaran diperlukan agar konsumen dan investor memahami bahwa perubahan nominal tidak mengubah nilai riil uang.

Selain itu, BI membutuhkan waktu yang panjang untuk menyiapkan pencetakan uang baru, sistem pembayaran, hingga mekanisme penyelesaian transaksi keuangan.

"Turki butuh tiga tahun, Indonesia pun tidak akan jauh berbeda," kata Jafri.


(tfa/șef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gubernur BI Sebut Proses Redenominasi Butuh Waktu 5-6 Tahun