AirNav Minta Tarif Navigasi Penerbangan Internasional Naik, Ada Apa?

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Jumat, 14/11/2025 11:55 WIB
Foto: Ilustrasi, Traffic control airnav. (Dok. Freepik)

Bandung, CNBC Indonesia - AirNav Indonesia mengajukan penyesuaian tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP) untuk rute internasional dan penerbangan lintas (overflying). Usulan ini diajukan setelah tarif tersebut tidak pernah disesuaikan selama lebih dari satu dekade, sementara kebutuhan investasi teknologi navigasi terus meningkat.

Disebutkan, tarif PNJP internasional yang berlaku saat ini adalah US$0,65 (setara Rp9.343 dengan kurs pada penutupan tanggal 31 Desember 2018) per route unit. Angka ini diklaim tidak pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2013. Padahal, ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2024 menyatakan, peninjauan kembali atau penyesuaian Biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP) dapat dilakukan paling cepat dua tahun setelah penetapan. Dengan demikian, tarif internasional Indonesia sudah melampaui masa evaluasi dan berada jauh di bawah standar banyak negara lain.

AirNav juga menilai stagnasi tarif selama lebih dari 1 dekade itu telah menghambat penerapan prinsip cost recovery, di mana seluruh pendapatan PJNP diwajibkan untuk dikembalikan dalam bentuk investasi dan peningkatan layanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 tahun 2012. Tanpa penyesuaian, kemampuan pembiayaan jangka panjang AirNav diproyeksikan tidak lagi memadai untuk menopang kebutuhan teknologi.


Saat ini, AirNav masih menunggu keputusan resmi dari Kementerian Perhubungan terkait dengan penyesuaian tarif PJNP untuk rute internasional dan penerbangan lintas (overflying).

Direktur Operasional AirNav Indonesia Setio Anggoro menjelaskan, struktur tarif PJNP terdiri dari dua komponen utama, yakni enroute charge dan terminal navigation charge, yang dihitung berdasarkan jarak dan berat pesawat.

"Jadi ada yang namanya enroute charge, itu kita tagih pesawat. Kita ngitung berdasarkan berat pesawat sama jaraknya. Kemudian terminal navigation charge, dia masuk ke bandaranya. Itu kita tagih di dua porsi tersebut," kata Setio dalam konferensi pers di Bandung, Rabu (12/11/2025) malam.

Biaya tersebut untuk penerbangan internasional dan overflying, kata dia, belum pernah naik sejak AirNav berdiri.

"Untuk yang penerbangan internasional, itu nggak pernah naik sejak AirNav berdiri. Jadi waktu itu, sejak 2013, itu per route unit tarif atau biayanya US$0,65 per route unit. Jadi sampai sekarang belum pernah penyesuaian," ujarnya

Setio mengatakan, pihaknya telah membahas rencana kenaikan ini bersama para pemangku kepentingan, mulai dari INACA, IATA, maskapai nasional, hingga maskapai asing. Namun penetapan akhir tetap berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

"Kita tahun ini sebenarnya mem-propose naik, jadi kita sudah diskusi dengan stakeholder kami, dengan INACA, dengan IATA, dengan airlines besar, dengan airlines asing, untuk mem-propose naik. Tapi karena rezim tarif itu ada di Kementerian Perhubungan, kita juga sedang menunggu release dari Kementerian Perhubungan, supaya penyesuaian tarif AirNav bisa disetujui," ujarnya.

Setio menegaskan, penyesuaian tarif tidak akan menyentuh penerbangan domestik, melainkan terbatas pada penerbangan internasional dan overflying.

"Untuk yang internasional dan overflying. Jadi untuk yang overflying dan internasional itu kita propose naik. Domestik tidak, jadi hanya yang internasional dan overflying," tegas dia.

Disebutkan, tarif PNJP domestik yang berlaku saat ini adalah hasil penyesuaian tahun 2018 silam. Berdasarkan dokumen AirNav yang diterima CNBC Indonesia, tarif PJNP domestik terakhir mengalami penyesuaian pada 2018-2019, ketika biaya penerbangan jelajah (en-route) dinaikkan dari Rp6.000 menjadi Rp7.000 per unit layanan. Sedangkan, tarif Precision Approach domestik berada pada kisaran Rp5.500 per pergerakan. Sejak itu, tidak ada lagi penyesuaian tarif domestik, baik untuk en-route maupun Precision Approach.

Adapun tarif PJNP internasional Indonesia merupakan salah satu yang terendah di kawasan. Jika dibandingkan dengan negara seperti Australia, Jerman, Spanyol, Thailand, biaya navigasi Indonesia hanya berkisar US$166-US$205 atau sekitar Rp2,77-Rp3,42 juta (dengan kurs Rp16.700 mengutip Refinitiv per Jumat 14/11/2025), jauh di bawah Australia yang mencapai US$875 (Rp14,61 juta), atau Jerman yang berada di atas US$390 (Rp6,51 juta). Biaya rendah ini dinilai tidak seimbang dengan kebutuhan modernisasi sistem navigasi yang semakin kompleks.

Modernisasi tersebut mencakup pengembangan Digital Tower, Air Traffic Flow Management (ATFM), UAS Traffic Management (UTM), sistem prediktif berbasis TBO, hingga peningkatan peralatan komunikasi dan radar. Investasi diperlukan agar pengelolaan ruang udara Indonesia tetap aman dan efisien di tengah pertumbuhan lalu lintas global.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Puncak Mudik Nataru Penumpang Pesawat Diramal 19 Desember 2025