Trump Serius Mau Perang di Negara Ini, Turunkan Kapal Induk
Jakarta, CNBC Indonesia - Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) telah mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir, yang berfungsi sebagai pangkalan udara raksasa, ke wilayah Laut Karibia. Pengerahan ini merupakan bagian dari eskalasi dramatis dalam kampanye militer kontra-narkotika yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump di perairan Amerika Latin.
Juru Bicara Utama Pentagon, Sean Parnell, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Angkatan Laut AS bahwa kedatangan USS Gerald R. Ford, dengan lebih dari 4.000 pelaut dan puluhan pesawat taktis di dalamnya, akan memperkuat kapasitas AS untuk mendeteksi, memantau, dan menghentikan pelaku dan aktivitas ilegal di kawasan tersebut.
"Pasukan ini akan meningkatkan dan memperkuat kemampuan yang ada untuk menghentikan perdagangan narkotika dan melemahkan serta membongkar organisasi kriminal transnasional," tambahnya.
Keputusan mengerahkan salah satu kapal perang paling kuat di dunia, menunjukkan sejauh mana Pemerintahan Trump bersedia menggunakan kekuatan militer untuk mengatasi masalah peredaran narkoba. Kapal induk, yang biasanya disiapkan untuk konfrontasi militer dengan kekuatan besar global, kini ditugaskan untuk misi yang secara tradisional dijalankan oleh kapal penjaga pantai.
Di sisi lain, Presiden Venezuela Nicolas Maduro melontarkan pernyataan keras atas manuver ini. Ia menuduh AS mengada-adakan perang baru.
"Pengerahan angkatan laut tersebut merupakan ancaman terbesar yang dihadapi benua kita dalam 100 tahun terakhir," ucapnya
Pada hari Selasa, sebelum angkatan laut AS mengonfirmasi kedatangan kapal induk tersebut, rezim Venezuela mengumumkan fase baru pengerahan militernya terhadap apa yang disebutnya sebagai "ancaman kekaisaran" AS, dengan siaran televisi pemerintah yang menayangkan rekaman para pemimpin militer yang memberikan pidato di beberapa negara bagian.
Pada hari Minggu, saat penutupan KTT Komunitas Negara-negara Amerika Latin dan Karibia (Celac) di Kolombia, sebuah deklarasi bersama yang ditandatangani oleh 58 dari 60 negara yang hadir menolak penggunaan atau ancaman penggunaan kekuatan dan tindakan apa pun yang tidak sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB.
Namun, deklarasi itu tidak merujuk langsung ke AS. Venezuela dan Nikaragua adalah satu-satunya negara yang tidak menandatangani deklarasi tersebut.
Di sisi lain, Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, yang sedang menegosiasikan kesepakatan dengan Trump untuk memangkas tarif impor Brasil lebih dari 50%, juga menghindari penyebutan langsung Washington.
"Kita adalah zona damai. Kita tidak butuh perang di sini. Masalah di Venezuela adalah masalah politik, dan harus diselesaikan melalui politik," tegasnya.
(tps/tps)