Selain RI & Iran, Negara Ini Juga Mau Redenominasi, Ubah 1.000 Jadi 10
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia saat ini bukan menjadi satu-satunya negara yang tengah menyusun proses redenominasi atau penyederhanaan digit mata uangnya dengan menghapus sejumlah angka nol. Negara-negara Timur Tengah kini juga mulai merancang kebijakan itu.
Pemerintah Suriah misalnya, pada Agustus 2025 lalu mengumumkan rencana penerbitan uang kertas baru dan menghapus dua angka nol dari mata uangnya, Lira.
Upaya itu dilakukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Lira, yang telah kehilangan lebih dari 99% nilainya sejak dimulainya perang pada 2011, menurut berbagai sumber dan dokumen yang ditinjau oleh Reuters, sebagaimana dilansir Gulf News.
Lira diperdagangkan sekitar 10.000 per dolar AS, meningkat drastis dibanding posisi saat sebelum perang yang bergerak di kisaran 50 per dolar AS.
Pemerintah Suriah saat ini yang dipimpin Ahmed al-Sharaa menganggap, redenominasi akan menstabilkan ekonomi setelah tergulingnya pemerintahan Bashar Al Assad pada Desember, mengakhiri 14 tahun konflik yang menghancurkan ekonomi dan masyarakat Suriah.
Redenominasi tidak hanya akan membantu memudahkan transaksi sehari-hari tetapi juga secara simbolis menghapus warisan keluarga Assad, yang potretnya saat ini menghiasi uang kertas negara. Uang kertas 2.000 pound bergambar Bashar Al Assad, sementara uang kertas 1.000 pound bergambar ayahnya, Hafez Al Assad.
Menurut dokumen bank sentral yang dilihat oleh Reuters, bank-bank komersial diberitahu pada pertengahan Agustus bahwa Bank Sentral Suriah bermaksud untuk memperkenalkan mata uang baru dengan "angka nol yang dihapus" untuk memfasilitasi transaksi keuangan dan meningkatkan stabilitas moneter.
Tiga sumber perbankan mengatakan Suriah telah mengontrak Goznak, sebuah perusahaan milik negara Rusia, untuk mencetak uang kertas baru, menyusul kesepakatan yang dicapai saat kunjungan delegasi tingkat tinggi Suriah ke Moskow pada akhir Juli. Goznak sebelumnya telah mencetak mata uang Suriah selama pemerintahan Assad.
Kepemimpinan baru Suriah telah berjanji untuk bergerak menuju ekonomi pasar yang lebih bebas dan telah mencabut pembatasan lama terhadap penggunaan mata uang asing.
Namun, dalam praktiknya, dolar mendominasi transaksi, dengan harga yang tercantum dalam dolar di etalase toko, SPBU, dan bahkan pasar lokal. Para bankir mengatakan salah satu motif di balik reformasi mata uang ini adalah untuk mengatasi sekitar 40 triliun Lira yang beredar di luar sistem keuangan formal, yang melemahkan kendali negara atas likuiditas.
Namun, para ekonom tetap berhati-hati. Karam Shaar, seorang ekonom Suriah dan penasihat PBB, mengatakan bahwa penghapusan angka nol dan penggantian uang kertas bergambar Assad memiliki simbolisme politik yang kuat, tetapi dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen, terutama lansia.
"Sebaliknya, Suriah bisa menerbitkan denominasi yang lebih tinggi, seperti uang kertas 20.000 atau 50.000 pound," ujarnya. "Hal itu akan mencapai tujuan serupa dalam memudahkan transaksi dan penyimpanan uang tunai, sekaligus menghindari biaya besar perombakan mata uang secara menyeluruh, yang bisa mencapai ratusan juta dolar."
Sementara itu, negara Timur Tengah lain yang berencana melakukan redenominasi ialah Iran. Pemerintah Iran bahkan telah mendapatkan persetujuan dari Parlemen nya untuk memangkas empat digit nol dalam mata uang nya melalui kebijakan redenominasi.
Dilansir Reuters, keputusan itu ditempuh untuk menyederhanakan transaksi setelah bertahun-tahun mengalami negeri para mullah itu mengalami inflasi tinggi. Selama bertahun-tahun inflasi Iran tercatat di atas 35%.
Kondisi itu telah menyebabkan mata uang Iran anjlok hingga 1.150.000 rial terhadap dolar di pasar bebas, berdasarkan data treker mata uang Bonbast.
Persetujuan tersebut dilaporkan oleh media pemerintah pada awal Oktober lalu setelah parlemen meloloskan rancangan undang-undang yang telah disusun selama beberapa tahun.
"Mata uangnya tetap rial dan perubahannya tidak akan terjadi dalam semalam," kata kepala komisi ekonomi parlemen, Shamsoldin Hossein, kepada TV pemerintah.
Bank sentral memiliki waktu hingga dua tahun untuk mempersiapkan perubahan ini. Setelah itu, akan ada masa transisi selama tiga tahun ketika kedua denominasi akan digunakan.
Langkah tersebut akan membuat rial lebih mudah digunakan dalam transaksi dan perhitungan, kata Hossein, seraya menambahkan bahwa inflasi yang tinggi telah sangat mengurangi kegunaan uang kertas. Namun, langkah tersebut masih menimbulkan kontroversi di domestiknya.
"Prestise mata uang nasional tidak dapat dipulihkan dengan menghilangkan empat angka nol. Sebaliknya, hal itu hanya dapat dilakukan dengan memperkuat nilai riil mata uang tersebut," ujar Anggota Parlemen Iran, Hossein Samsami.
Serupa dengan Iran, pemerintah Indonesia juga berencana melakukan proses redenominasi, setelah menjadi bagian dari rencana strategis Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam memimpin Kementerian Keuangan periode 2025-2029.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Renstra Kemenkeu 2025-2029 yang ia tetapkan sejak 10 Oktober 2025 terungkap target penyiapan landasan hukum redenominasi ia selesaikan pada 2026-2027 melalui penyusunan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi).
"RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027," dikutip dari PMK 70/2025, Selasa (11/11/2025).
(haa/haa)