 
					
					
						Wow Raja Salman! 2 Senjata Arab Kalahkan Dunia, Bukan Minyak Tapi..
 
                Jakarta, CNBC Indonesia - Hampir satu dekade sejak meluncurkan strategi ambisius "Visi 2030", Arab Saudi mulai menggeser fokus transformasi ekonominya. Jika dulu proyek raksasa seperti NEOM dan kota futuristik The Line menjadi ikon perubahan, kini kerajaan menyiapkan dua "senjata" baru untuk menaklukkan dunia: teknologi dan kecerdasan buatan (AI).
"Kami sedikit memprioritaskan kembali sektor-sektor yang paling membutuhkannya, dan saat ini teknologi dan kecerdasan buatan," ujar Menteri Ekonomi Arab Saudi Faisal Alibrahim kepada CNBCÂ International di sela konferensi Future Investment Initiative (FII) di Riyadh, Jumat (31/10/2025).
"Kami ingin beralih ke struktur ekonomi yang berorientasi pada produktivitas, dan inti dari produktivitas adalah teknologi, inovasi, dan AI generatif," tambahnya.
Alibrahim menegaskan, tujuan utama strategi Visi 2030 adalah memperkuat pertumbuhan nonmigas agar ekonomi Saudi tidak lagi bergantung pada harga minyak dunia. Aktivitas nonmigas kini menyumbang 56% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) riil Arab Saudi.
"Semua upaya transformasi kami bertujuan mencapai pertumbuhan nonmigas agar kami dapat mendiversifikasi ekonomi, tidak hanya bergantung pada harga komoditas tunggal dan besarnya anggaran pemerintah," ujarnya. "Kami ingin mengandalkan dinamisme sektor swasta dan bersiap menghadapi masa depan."
Sektor pariwisata menjadi contoh sukses strategi ini. Target kunjungan wisatawan yang semula ditetapkan untuk tahun 2030, kata Alibrahim, telah tercapai lebih awal. Kini, pemerintah menaikkan targetnya menjadi 150 juta pengunjung pada akhir dekade ini.
Namun di tengah keberhasilan itu, Riyadh juga menghadapi tantangan pembiayaan proyek-proyek besar seperti NEOM. Proyek kota futuristik senilai sekitar Rp24.000 triliun (US$1,5 triliun) dengan The Line yang menelan biaya sekitar Rp8.000 triliun (US$500 miliar) itu kini mengalami penyesuaian karena meningkatnya defisit anggaran di tengah harga minyak yang lebih rendah.
Menurut Alibrahim, fleksibilitas menjadi kunci dari strategi jangka panjang tersebut. "Saat rencana-rencana ini tidak memberikan hasil optimal, saat itulah Anda perlu merencanakan ulang dan menyesuaikan diri," katanya.
Abdulelah Albarrak, mitra di Oliver Wyman untuk pemerintahan dan lembaga publik, menilai langkah kerajaan beralih ke teknologi adalah keputusan strategis.
"Rencana ekonomi harus tetap gesit dan responsif terhadap perubahan teknologi yang terus berkembang," ujarnya. "Proyek-proyek giga seperti NEOM memang berdampak besar secara sosial-ekonomi, tetapi kemunculan AI dan tren baru lainnya membutuhkan perhatian yang sama besar."
Lebih jauh, Alibrahim menyebut transformasi ekonomi membuat Arab Saudi kini dilihat dunia sebagai pusat peluang.
"Orang-orang di sini berhenti datang ke Arab Saudi untuk mengambil uang, mereka datang untuk menghasilkan uang," ujarnya. "Arab Saudi tidak lagi hanya menjadi sumber modal, tetapi juga ibu kota peluang ekonomi riil. Kami hanya membuka potensinya."
(tfa/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Tinggalkan Arab Saudi, Lanjutkan Lawatan ke Negara Berikutnya
 
     
					 
					