Pembiayaan Ultramikro Bisa Jadi Senjata Baru Perangi Kemiskinan

Khoirul Anam,  CNBC Indonesia
30 October 2025 16:26
Ilustrasi Kemiskinan (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Kemiskinan (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, menilai program pembiayaan ultramikro (UMi) dapat menjadi bagian dari strategi menekan kemiskinan sebagaimana prioritas Kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto. Sebab pembiayaan ultra mikro mampu menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini tidak tersentuh perbankan konvensional.

Menurutnya, fokus lembaga pembiayaan ultra mikro memang pada segmen kelompok masyarakat unbankable. Ceruk itu, kata dia, selama ini diisi oleh keberadaan rentenir yang justru kerap memberikan dampak negatif kepada masyarakat.

Menurutnya, lembaga seperti PT Permodalan Nasional Madani (PNM) bukan hanya menyalurkan kredit, tetapi juga menjalankan misi pemberdayaan ekonomi, terutama kepada kelompok kelas bawah.

"Terbukti, banyak pelaku ekonomi dari kelompok masyarakat miskin yang kini berhasil 'mentas' dari status sebagai keluarga prasejahtera menjadi sejahtera bahkan di atasnya," kata Sunarsip dikutip dari cnnindonesia, Kamis (30/10/2025).

"Perannya sebagai lembaga pembiayaan ultra mikro yang fokus pada pemberdayaan tetap perlu dan harus dipertahankan. Namun, size-nya harus dinaikkan," lanjutnya.

Senada, Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto menilai, secara umum pembiayaan ultra mikro bisa menjadi satu pilihan cara untuk mendorong perbaikan ekonomi kalangan bawah. Namun, dengan plafon kredit ultra mikro yang karena menyesuaikan dengan kemampuan membayar peminjam, perlu dukungan kebijakan pemerintah di tingkat makro.

"Kredit ultra mikro penting untuk akses mereka yang berada di ekonomi bawah dan belum bankable. Ini sekaligus mendidik mereka lebih bisa mengelola keuangan seiring pertumbuhan usaha mikronya," kata Eko.

Diketahui Presiden Prabowo Subianto berulang kali menegaskan komitmennya memutus mata rantai kemiskinan dengan pendekatan holistik dan menyiapkan berbagai kebijakan dan program. Dalam memastikan program tepat sasaran, pemerintah membentuk Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Pemerintah juga menjalankan sejumlah program, antara lain Makan Bergizi Gratis (MBG), pembentukan Koperasi Merah Putih, membangun Sekolah Rakyat, program renovasi rumah dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Konsep pembiayaan ultra mikro bukan hal baru di dunia. Dua lembaga asal Bangladesh, BRAC dan Grameen Bank, telah membuktikan efektivitasnya menekan kemiskinan global.

BRAC yang berdiri sejak 1972 kini memiliki 11 juta nasabah, sedangkan Grameen Bank, yang didirikan oleh peraih Nobel Perdamaian 2006, Dr. Muhammad Yunus, melayani 10,77 juta nasabah, 98% di antaranya perempuan.

Semula lembaga ini hanya 'bermain' di negara Bangladesh, singkatan dari Bangladesh Rehabilitation Assistance Committee (BRAC). Ketika mulai menyalurkan pinjaman ultramikro, BRAC berganti nama menjadi Bangladesh Rural Advancement Committee. Program itu diduplikasi ke beberapa negara yakni Pakistan, Tanzania, Uganda, Sierra Leone, Liberia, dan Myanmar.

Sedangkan Grameen Bank mulai beroperasi pada 1983. Lembaga yang diinisiasi oleh ekonom Dr. Muhammad Yunus mengusung tagline Bank untuk Orang Miskin. Situs Grameen Bank mengklaim telah menyalurkan pembiayaan kepada 10,77 juta nasabah.

Pada 2006, Yunus dan Grameen Bank menerima Nobel Perdamaian sebagai apresiasi atas upayanya menciptakan pembangunan ekonomi dan sosial melalui kredit ultra mikro dalam memerangi kemiskinan.

Di dalam negeri ada PT PNM, BUMN yang dibentuk pada 1999 semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie. PNM Bala menjadi pionir pembiayaan ultra mikro melalui program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) sejak 2016. PNM kemudian tergabung dalam holding ultramikro yang dibentuk pada September 2021 dengan BRI sebagai induk dan satu anggota lain yakni PT Pegadaian. Meski baru muncul beberapa dekade setelah BRAC dan Grameen Bank, program Mekaar berkembang pesat melampaui dua lembaga itu dari sisi jumlah nasabah.

Hingga semester I-2025, sekitar 22,4 juta nasabah di 6.165 kecamatan di Indonesia menikmati pembiayaan ultramikro dari PNM, yang seluruh penerima adalah perempuan. Selama 2025, perusahaan pelat merah ini membidik nasabah aktif Mekaar sebanyak 16 juta orang. Selama 2024, jumlah pembiayaan Mekaar secara konsolidasi mencapai Rp73,93 triliun.

Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengungkapkan nasabah PNM Mekaar berasal dari kelompok ekonomi desil I sampai desil III.

"Yang masuk kemiskinan ekstrem sekitar 6 juta nasabah. Jadi PNM dari sejak digagas dan dilahirkan sejalan dengan upaya pemerintah menekan angka kemiskinan," ujar dia.

Sebagai informasi, BRAC berdiri pada 1972 dengan total jumlah nasabah 11 juta orang dan 89% di antaranya adalah perempuan. BRAC menyalurkan kredit sebesar US$6 miliar pada 2024.

Kemudian Grameen Bank berdiri pada 1983 dengan total jumlah nasabah sebanyak 10,77 juta orang, 98% di antaranya adalah perempuan dan sudah menyalurkan pembiayaan sebesar US$1,383 miliar pada Januari-September 2025. Sedangkan PNM Mekaar berdiri pada 2016 dengan nasabah sebanyak 22,7 juta orang dan semuanya adalah perempuan. Lembaga ini sudah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp73,93 triliun pada 2024.

Selain PNM, ada beberapa badan usaha swasta sejenis di dalam negeri seperti BTPN Syariah, Amartha, dan PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura (MBK) yang memiliki nasabah di atas 1 juta orang.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Strategi Pemerintah Dorong UMKM Naik Kelas, NIB hingga Rekayasa Sosial

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular