
Begini Nasib Hotel di Jakarta, Rata-Rata Okupansi 50%

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia perhotelan di Jakarta tengah menghadapi tekanan akibat kebijakan efisiensi anggaran yang berlangsung berbulan-bulan. Kondisi ini berdampak langsung pada tingkat okupansi, terutama di hotel-hotel berbintang yang selama ini mengandalkan tamu korporasi dan kegiatan pemerintahan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengakui bahwa tingkat hunian hotel di Jakarta cenderung menurun, terutama saat periode libur panjang.
"Ya, kalau di Jakarta, pasti berpengaruh, karena kalau libur kan traffic-nya kan menurun, ya. Karena kalau di Jakarta, kan, hotel tuh bukan bukan resort. Bukan orang untuk berlibur, ya. Kalau orang libur, pasti dia perginya ke tempat-tempat pariwisata, kan? Bali, ke Jogja, atau ke Bandung. Nah, tapi yang di Jakarta ini kan kebanyakan orang kerja yang menginap di hotel. Jadi, kalau libur kantor-kantor pada tutup. Traffic untuk yang datang ke Jakarta pasti berkurang," ujar Sutrisno kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/10/2025).
Meski tidak memiliki data resmi terkait tingkat okupansi terkini, ia memperkirakan rata-rata hunian hotel di Jakarta kini berada di bawah 50%.
"(Okupansi) Kalau kita sih tidak punya data itu, karena tidak ada kewajiban juga dari anggota untuk mengirimkan data kepada kita. Tapi, ya, jelas rata-rata mungkin sekitar di bawah 50% lah," katanya.
Sutrisno menambahkan, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah juga ikut memperburuk kondisi tersebut. Menurutnya, kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan hotel, terutama untuk segmen bintang empat dan lima.
"Efisiensi itu juga pasti punya pengaruh. Karena lagi-lagi efisiensi itu kan menyumbang sekitar 30-an % sampai 40% pendapatan hotel, ya, terutama bintang 4, bintang 5. Jadi, kalau itu turun, ya pasti tunjangan kepada hotel juga akan turun. Pasti itu," jelasnya.
Biasanya menjelang akhir tahun ada peningkatan okupansi karena pemerintah mempercepat realisasi anggaran melalui kegiatan rapat dan acara resmi. Namun, potensi tersebut bisa sirna jika pemangkasan anggaran kembali dilakukan.
"Akhir tahun baru pesan-pesan tapi biasanya akhir tahun pemerintah mempercepat anggaran, mereka bikin acara rapat-rapat, memang itu biasanya menambah okupansi kita, karena pemerintah jelang akhir tahun anggaran harus cepat habis, harus dibelanjakan, beda sama awal tahun sepi," ujarnya.
Ia berharap dua bulan terakhir tahun ini dapat menjadi momentum bagi peningkatan okupansi hotel di Jakarta, meskipun semuanya sangat bergantung pada kebijakan belanja pemerintah.
"Mudah-mudahan November-Desember bisa meningkat karena dari pemerintah percepat anggaran tapi kalau anggaran dipotong berarti nggak juga," sebut Sutrisno.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Hotel-Resto Berdarah-Darah, Lebih dari 95% Tingkat Hunian Drop