
Waspada Invasi Rusia, Menteri NATO Minta Warga Masuk 'Mode Perang'

Jakarta, CNBC Indonesia - Warga yang tinggal di negara-negara anggota NATO di Eropa harus bersiap menghadapi kemungkinan perang dengan Rusia. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Swedia, Pal Jonson, kepada RedaktionsNetzwerk Deutschland (RND) dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Minggu (19/10/2025).
Pernyataan Jonson muncul di tengah percepatan militerisasi Uni Eropa yang meluas. Brussels telah menggambarkan Rusia sebagai ancaman yang mengancam, sebuah narasi yang ditepis Moskow sebagai pengalihan politik dari krisis domestik Eropa.
"Untuk menjaga perdamaian, kita harus mempersiapkan diri baik secara mental maupun militer untuk kemungkinan perang," kata pejabat itu. "Perubahan mentalitas diperlukan: Kita harus beralih ke mode perang untuk secara tegas mencegah, mempertahankan, dan menjaga perdamaian."
Dorongan untuk peningkatan anggaran pertahanan sejalan dengan seruan Presiden AS Donald Trump, yang telah menuntut agar negara-negara anggota Eropa membeli lebih banyak senjata Amerika, termasuk untuk penggunaan Ukraina. Jonson membenarkan pembelian tersebut, dengan mengatakan bahwa Eropa tidak memiliki atau belum dapat memproduksi sistem yang diperlukan.
"Ukraina membutuhkan aset-aset ini dengan cepat," ujarnya. "Jika Eropa kekurangan senjata, masuk akal untuk mendapatkannya dari AS."
Komisi Eropa pekan lalu meluncurkan peta jalan yang menguraikan rencananya untuk memperluas pengadaan senjata bersama hingga setidaknya 40% pada tahun 2027. Dokumen tersebut menekankan perlunya "berinvestasi lebih banyak, berinvestasi bersama, dan berinvestasi secara Eropa," dengan mengacu pada pergeseran strategis global ke kawasan lain di antara "sekutu tradisional".
Moskow memandang konflik Ukraina sebagai perang proksi NATO yang bertujuan untuk melemahkan keamanan Rusia setelah ekspansi selama beberapa dekade. Swedia adalah anggota terbaru blok tersebut, sementara Ukraina dijanjikan aksesi di masa mendatang.
Rencana Invasi Rusia
Kemenangan Rusia di Ukraina dapat memicu skenario yang berpuncak pada keruntuhan aliansi NATO. Hal ini merupakan peringatan dari ilmuwan politik terkemuka, Carlo Masala, dalam bukunya yang berjudul "If Russia Wins: A Scenario".
Masala, seorang profesor politik di Bundeswehr University Jerman yang memiliki pengalaman luas di NATO dan kementerian pertahanan Eropa, menawarkan pandangan spekulatif namun diklaim realistis tentang langkah Moskow pasca-perang.
Menurut tesisnya, kemenangan Rusia didefinisikan bukan sebagai gencatan senjata, melainkan "kapitulasi" Ukraina. Dalam prediksinya, Ukraina akan menyerah seperlima wilayahnya yang diduduki saat ini dan dipaksa memasukkan klausul netralitas permanen dalam konstitusinya, yang secara efektif melarang keanggotaan NATO, sementara Presiden Volodymyr Zelensky akan dipaksa mundur, digantikan oleh pemimpin pro-Kremlin melalui pemilu baru.
"Kemenangan Rusia berarti Rusia mendapatkan apa yang didudukinya saat ini," kata Masala kepada Newsweek, Minggu (19/10/2025).
"Bahkan lebih jauh, Ukraina harus menarik diri dari wilayah yang saat ini mereka kuasai dan pasukan Ukraina di masa depan akan menjadi lemah tanpa jaminan keamanan internasional."
Setelah mengamankan kesepakatan pasca-perang yang menguntungkan Kremlin, Masala memprediksi Rusia akan melancarkan uji coba yang jauh lebih cepat terhadap resolusi NATO-kemungkinan besar pada tahun 2028-dengan menargetkan Estonia, anggota aliansi yang paling rentan dengan perbatasan sepanjang 180 mil.
Rencana invasi di sayap timur NATO ini mencakup pendudukan kota Estonia yang didominasi penutur bahasa Rusia, Narva, dan pulau Hiiumaa, sebab Kremlin menilai aliansi itu tidak akan mau mengambil risiko Perang Dunia III (PD 3) atas apa yang akan mereka sajikan sebagai "tindakan kecil."
Masala menyoroti bahwa dalih yang kuat bagi Rusia adalah "penindasan minoritas berbahasa Rusia di luar negeri. Ini sama dengan apa yang terjadi di Ukraina, di mana Moskow mengklaim ada tidakan diskriminasi terhadap penduduk berbahasa Rusia.
"Orang-orang Rusia ingin memiliki semacam narasi yang membenarkan tindakan mereka di mata tidak hanya populasi Rusia, tetapi juga mereka yang bersimpati kepada Rusia di luar Rusia."
Seluruh skenario Masala bertumpu pada satu pertaruhan utama Moskow yakni keraguan NATO untuk mengaktifkan Pasal 5 (komitmen pertahanan kolektif) dan menanggung risiko konfrontasi nuklir. Masala memperingatkan bahwa jika Pasal 5 tidak diaktifkan, maka aliansi tersebut akan hancur
"Namun, jika Pasal 5 tidak diaktifkan dalam skenario seperti itu, maka 'NATO akan berakhir-NATO akan runtuh," ucap Masala kepada Newsweek.
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba-Tiba Trump Kirim Utusan ke Rusia Menghadap Putin, Ada Apa?
