
Kasus Korupsi Jerat Raksasa Produsen Minyak Goreng Sunco-Fortune

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyerahkan uang pengganti kerugian negara dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya sejumlah Rp 13.255.244.538.149 kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dari Rp13,255 triliun itu, yang berasal dari Wilmar Group Rp11,88 triliun, Permata Hijau Group Rp186 miliar, dan Musim Mas Rp1,8 triliun.
Penyerahan dilakukan langsung oleh Jaksa Agung ST Burhannudin kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa Gedung Utama Kejagung, Jakarta, Senin, (20/10/2025), disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dalam kesempatan itu, secara simbolis dipamerkan tumpukan uang tunai sebesar Rp 2,4 triliun, yang memenuhi lobi kantor Kejagung. Serta penyerahan plakat bertuliskan Rp 13,25 triliun dari Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menkeu Purbaya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait vonis lepas atas perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 terhadap Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Dengan vonis MA itu, ketiga perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam kasus korupsi fasilitas ekspor CPO tersebut harus membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.926.661,40 kepada negara.
Kronologi Kasus Korupsi CPO
Kasus ini mencuat di tahun 2022 lalu, sebagai efek domino kisruh minyak goreng di dalam negeri. Waktu itu, terjadi lonjakan hingga kelangkaan minyak goreng. Di saat bersamaan, pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi kisruh tersebut, salah satunya wajib pemenuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) bagi eksportir minyak sawit.
Kasus ini menyeret pejabat eselon I Kementerian Perdagangan (Kemendag) kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) kala itu, Indrasari Wisnu Wardhana. Bersama 4 orang lainnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Menurut Kejagung, penetapan status tersangka tidak lepas dari kebijakan Kemendag menetapkan DMO dan DPO (Domestic Price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Namun dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO dan tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4 Januari 2023 pukul 13:00 s/d 16:00 WIB) vonis penjara dan denda dijatuhkan kepda 5 orang terdakwa pada kasus ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung kala itu, Ketut Sumedana mengatakan, putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap di tingkat kasasi. Di mana, kelima terakwa dikenakan vonis penjara 5-8 tahun.
Setelah menjerat 5 terdakwa, Kejagung pada 15 Juni 2023 (hari Kamis) kemudian menetapkan 3 perusahaan jadi tersangka korporasi di kasus tersebut. Yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group dengan dugaan merugikan negara sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini.
Sebagai catatan, ketiga perusahaan tersebut adalah produsen minyak sawit terintegrasi di Indonesia. Memiliki jaringan luas perkebunan sawit, pabrik CPO, hingga memproduksi produk turunannya termasuk minyak goreng (migor).
Musim Mas memiliki produk minyak goreng dengan berbagai merek, seperti Sunco dan Tani. Begitu juga dengan Permata Hijau Group yang memproduksi minyak goreng Permata dan Palmata, sementara Wilmar Group memiliki produk bermerek Sania dan Fortune.
JPU Tuntut 3 Perusahaan, MA Anulir Putusan PN Jakarta Pusat
Dikutip dari keterangan di situs resmi Kejagung, saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menilai Terdakwa Wilmar Group bersama Terdakwa Permata Hijau Group dan Terdakwa Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair.
Dalam kasus ini, JPU dalam tuntutannya meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar. Kepada Terdakwa Wilmar Group, JPU menuntut pidana tambahan berupa pembayaran Uang Pengganti (UP) atas kerugian perekonomian negara sebesar Rp11.880.351.802.619. Lalu kepada Musim Mas Group Rp4,89 triliun, dan Rp937,558 miliar kepada Permata Hijau Group.
Namun dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) PN Jakarta Pusat kala itu (19 Maret 2025) memutuskan, korporasi terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Tapi tidak menganggap perbuatan itu suatu tindak pidana.
Buntut putusan ini, JPU kemudian mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Tercatat di situs resmi Mahkamah Agung, tanggal Diterima Kepaniteraan MA atas kasasi ini adalah Rabu, 30 April 2025, untuk perkara terdakwa PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Musim Mas (d.h. PT Perindustrian dan Perdagangan Musim Semi Mas / PT Musim Semi Mas). Sedangkan untuk terdakwa PT Nagamas Palmoil Lestari (Permata Hijau Group) tanggal Diterima Kepaniteraan MA adalah pada Jumat, 2 Mei 2025.
MA dalam putusan kasasinya lalu mengabulkan tuntutan JPU tersebut dan menganulir putusan PN Jakarta Pusat.
"Amar Putusan: Kabul JPU=Kabul, Batal JF (batal judex factie, membatalkan putusan: PN atau Pengadilan Tinggi), Adili Sendiri, Terbukti Passal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU TPK," demikian petikan Putusan MA tertanggal 15 September 2025 itu.
Ketua Majelis dalam Putusan MA ini adalah Dengan Ketua Majelis Dwiarso Budi Santiarto.
Maka, dengan putusan MA itu, ketiga perusahaan tersebut diputus harus membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.926.661,40.
Putusan itu menetapkan para terdakwa membayar denda masing-masing Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi denda tersebut.
Apabila harta benda itu tidak mencukupi ungtuk membayar denda, maka harta Personal Pengendali dapat disita dan dilelang untuk menutupi pidana denda tersebut.
Wilmar diputus membayar uang pengganti senilai Rp11.880.351.801.176,11. Berasal dari keuntungan yang tidak sah Rp1.693.219.880.621, kerugian keuangan negara Rp1.658.195.109.817,11 serta kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp8.528.936.810.738.
Sedangkan PT Musim Mas harus membayar uang pengganti berupa keuntungan yang tidak sah Rp626.630.516.604, kerugian keuangan negara Rp1.107.900.841.612,08, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp3.156.407.585.578 dengan total sejumlah Rp4.890.938.943.794,08 dikompensasikan dengan uang yang dititipkan oleh para terdakwa kepada RPL Jampidsus sebesar Rp1.188.461.774.662,2 untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara.
Sementara, terdakwa PT Nagamas Palmoil Lestari yang merupakan bagian dari Permata Hijau Group harus bayar uang pengganti sebesar Rp937.558.181.691,26. Yaitu dari keuntungan yang tidak sah Rp124.418.318.216, kerugian keuangan negara Rp186.430.960.865,26, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp626.708.902.610. Dengan total sejumlah Rp 937.558.181.691,26.
Di sisi lain, pada 13 April 2025, Kejagung menyatakan, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) M Arif Nuryanta (MAN) diduga menerima suap Rp60 miliar untuk mengatur putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dengan terdakwa korporasi.
Musim Mas dan Permata Hijau Minta Penundaan Bayar Uang Pengganti
Kini, masing-masing korporasi tersebut harus membayar uang pengganti kepada negara sebesar yang ditetapkan, yaitu total Rp17.708.848.926.661,40. Dari angka itu, Rp13.255.244.538.149 diserahkan Kejagung kepada Kemenkeu hari ini.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan alasan adanya selisih sekitar Rp 4,4 triliun itu karena adanya permintaan keringanan dari dua perusahaan yang menjadi tersangka itu.
"Dan hari ini kami akan serahkan Rp 13,255 triliun, karena Rp 4,4 triliunnya diminta Musim Mas dan Permata Hijau, mereka minta penundaan dan kami karena situasi perekonomian. Kami bisa menunda, tapi dengan satu kewajiban," kata Burhanuddin, dalam sambutannya.
Burhanuddin mengatakan satu kewajiban yang harus dipatuhi untuk penundaan pembayaran ini dengan menyerahkan kebun sawit yang dimiliki perusahaan kepada Kejaksaan Agung. Sebagai jaminan. Nantinya dua perusahaan itu akan melakukan pembayaran secara mencicil.
"Bahwa terdapat selisih pembayaran itu adalah Rp 4,4 triliun akan dilakukan pembayaran dengan penundaan dengan cicilan. Tapi kami juga meminta pada mereka tepat waktu. Kami tidak mau ini berkepanjangan sehingga kerugian tidak segera dikembalikan," katanya.
Dana untuk Renovasi Sekolah Cs
Presiden Prabowo Subianto mengatakan, akan memanfaatkan uang rampasan Kejaksaan Agung dari kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah kelapa sawit atau CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit untuk renovasi sekolah dan kampung nelayan.
Penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya itu sejumlah Rp 13,25 triliun. Penyerahan secara simbolis dilakukan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan disaksikan langsung oleh Prabowo.
"Rp 13 T ini kita bisa memperbaiki dan merenovasi 8.000 sekolah lebih, dan kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp 22 miliar itu berapa kampung untuk nelayan dengan fasilitas yang selama 80 tahun Republik Indonesia berdiri tidak pernah diperhatikan dan tidak pernah diurus," kata Prabowo dalam acara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/10/2025).
![]() Presiden Prabowo Subianto bersama beberapa Kabinet Menteri Merah Putih dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/10/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) |
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekspor Minyak Sawit RI Diprediksi Anjlok 1,5 Juta Ton, Ini Penyebabnya
