Setahun Era Prabowo, Bahlil Paparkan Capaian Kinerja ESDM
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan capaian kinerja di sektor minyak dan gas bumi (migas) dalam satu tahun pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wapres RI Gibran Rakabuming Raka.
"Hari ini tepat satu tahun pemerintahan bawah Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Pak Gibran. Satu tahun adalah fase yang juga tidak lama, tapi juga tidak cepat. Maka saya ingin menjelaskan tentang apa sih yang menjadi hal yang dilakukan di Kementerian ESDM," terang Bahlil dalam acara HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025, Senin (20/10/2025).
Salah satu capaiannya adalah meningkatkan produksi minyak siap jual (lifting). Bahlil mengisahkan, saat awal masuk menjadi Menteri ESDM, lifting minyak hanya mencapai 580.000 barel per day (bph), jauh dari kebutuhan minyak di dalam negeri yang mencapai 1,5 juta - 1,6 juta bph.
Atas hal itu, Presiden RI Prabowo, kata Bahlil memerintahkan untuk mengerek lifting minyak paling tidak sesuai dengan target APBN. Di mana target lifting minyak dalam APBN 2025 mencapai 605.000 bph.
"Per hari ini lifting kita di bulan September-Oktober itu sudah mencapai 619.000 barel per day. Dan rata-rata dari Januari sampai bulan Oktober sudah mencapai 605.000-617.000 barel per day. Jadi sudah melampaui target dari APBN 2025," ungkap Bahlil.
Lalu, menyangkut dengan gas. Sebagaimana diketahui, konsumsi gas dalam hal ini Liquefied Petroleum Gas (LPG) di dalam negeri mencapai 8-9 juta toin per tahun. Namun, kapasitas produksinya hanya mencapai 1,3 juta ton.
"Selebihnya kita impor 6-7 juta. Nah ini juga peluang. Cuma persoalannya adalah kita punya gas yang ada di Indonesia itu C3-C4 yang paling banyak. Eh sorry C1, C2, C3, C4-nya itu sedikit, itulah yang menjadi bahan baku untuk urusan LPG," terang Bahlil
Kemudian berbicara mengenai hilirisasi, Bahlil mengungkapkan bahwa pemerintah sudah membuat peta jalan terkait dengan hilirisasi. Namun untuk capaiannya, Indonesia berhasil menjalankan hilirisasi nikel.
Di mana, dengan menyetop keran ekspor nikel dan mengembangkan hilirisasi, nilai ekspor menjadi naik hingga berkali-kali lipat.
"Saya tahu banyak pengusaha nikel di sini. Nikel itu 2017-2018 ekspor kita itu hanya US$ 3,3 miliar. Sekarang kita menutup ekspor nikel, kita bangun ekosistem baterai mobil, kemudian kita bangun hilirisasi. Sekarang hilirisasinya sudah bisa mencapai kurang lebih sekitar US$ 34 sampai US$ 40 miliar. Ini untuk nilai ekspor komoditas nikel kita," tegas Bahlil.
Kemudian, terkait dengan sumur minyak yang bisa dikelola oleh masyarakat, sebagai implementasi Pasal 33 UU 1945. Bahlil mengungkapkan, sejak Indonesia Merdeka, zaman Belanda, sumur-sumur itu sudah dimiliki masyarakat, hanya belum terdapat legalitasnya.
Maka. "Saya bikin permen. Legalkan aja itu punya rakyat yang penting mereka. Bisa mengelola dengan baik, lingkungan dijaga, keselamatan kerja kita kasih," ungkap Bahlil.
(pgr/pgr)