
Korea Larang Warganya ke Kamboja, Ribuan Orang Diduga Ditipu-Disekap

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Luar Negeri Korea Selatan memberlakukan peringatan perjalanan tingkat tertinggi di beberapa wilayah Kamboja di mana kasus penyekapan dan pelecehan terkait penipuan kerja meningkat tajam. Peringatan Level 4, yang melarang semua perjalanan untuk Gunung Bokor di Provinsi Kampot dan kota Bavet dan Poipet, yang sebelumnya berada di bawah peringatan perjalanan khusus.
Kemudian, Provinsi Sihanoukville telah dinaikkan ke Level 3, dan menyarankan warga Korea Selatan untuk meninggalkan daerah tersebut. Peringatan perjalanan khusus yang sudah ada untuk daerah lain tetap berlaku. Sementara daerah yang sebelumnya berada di Level 1, yang menyarankan untuk berhati-hati, telah ditingkatkan ke Level 2, yang menyarankan para pelancong untuk mempertimbangkan kembali untuk berkunjung.
Tingkat peringatan perjalanan untuk Kamboja telah dinaikkan untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari seminggu, menyusul penyesuaian serupa pada 10 Oktober 2025. Demikian dikutip dari The Korea Herald, Sabtu (18/10/2025).
Kamboja kini menjadi perhatian serius oleh pemerintah Korea Selatan sejumlah laporan warga hilang dan lebih dari 1.000 warga Korea dikhawatirkan berada di kompleks penipuan di negara tersebut. Kondisi diperparah oleh tewasnya mahasiswa Korea Selatan yang diyakini sebagai korban operasi penipuan pekerjaan pada bulan Agustus lalu. Dalam insiden terbaru, dua warga Korea Selatan ditemukan di Sihanoukville di barat daya Kamboja dan diselamatkan oleh polisi setempat pada awal Oktober. Para korban melaporkan mereka diancam, dipukuli dan dipaksa untuk mengambil bagian dalam sebuah operasi penipuan.
Sejumlah upaya dilakukan demi menyelamatkan warganya yang diduga terperangkap di penjara scam dan antisipasi berupa peringatan dan larangan berkunjung ke beberapa zona merah kawasan Kamboja. Hampir 200.000 warga Korea Selatan melakukan perjalanan ke Kamboja pada tahun 2024, menurut pemerintah, dan sekitar 10.000 warga Korea Selatan diperkirakan tinggal di sana. Demikian melansir
Menurut data dari Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, sekitar 80 kasus masih terbuka di antara laporan-laporan tentang warga Korea yang masuk ke Kamboja dan kemudian dilaporkan hilang atau ditahan secara paksa. Kementerian tersebut menerima 330 laporan semacam pada periode Januari hingga Agustus 2025 dan 220 kasus pada tahun 2024. Namun, sebagian besar sekitar 260 kasus tahun ini dan 210 kasus tahun lalu telah diselesaikan.
Data kepolisian secara terpisah menunjukkan total 143 kasus yang melibatkan dugaan penculikan, penyekapan, atau penghilangan warga Korea Selatan di Kamboja yang dilaporkan antara tahun 2024 hingga 13 Oktober 2025. Dari jumlah tersebut, pihak berwenang telah memverifikasi keselamatan dan keberadaan 91 orang, sementara 52 kasus masih dalam penyelidikan.
Sementara berdasarkan data Perwakilan Kim Gunn dari Partai Kekuatan Rakyat yang beroposisi, pemerintah menerima 330 laporan tentang warga Korea yang diculik di Kamboja dari bulan Januari hingga Agustus, meningkat dari 220 laporan pada tahun 2024. Angka-angka tersebut meningkat tajam dari dua laporan penculikan pada tahun 2021, 11 laporan pada tahun 2022, dan 21 laporan pada tahun 2023.
Pada bulan Juni, Amnesty International memperkirakan, setidaknya ada 53 kamp penampungan di Kamboja. Mereka mengklaim, pihak berwenang Kamboja telah gagal menindak fasilitas-fasilitas tersebut dan kemudian membiarkan kamp-kamp tersebut terus beroperasi.
Penasihat Keamanan Nasional Wi Sung-lac pada hari Rabu mengatakan, Seoul akan mencoba memulangkan sekitar 60 warga Korea Selatan yang ditahan di Kamboja pada akhir pekan ini, dan bersumpah untuk mengambil semua langkah yang mungkin untuk mengatasi masalah ini.
Wi Sung-lac menjelaskan, pemerintahan Lee Jae Myung memprioritaskan pemulangan cepat warga negara Korea yang ditangkap oleh pihak berwenang Kamboja selama operasi penumpasan pada bulan Juli dan September.
"Prioritas utama lainnya adalah untuk segera membawa kembali mereka yang keberadaannya masih belum diketahui dan yang mungkin berada dalam tahanan, melalui sistem yang aktif dan terkoordinasi dengan pihak berwenang Kamboja," tegasnya mengutip Korea Times, Sabtu (18/10).
Sebuah tim tanggap darurat tingkat tinggi dari berbagai lembaga berangkat pada hari Rabu lalu ke Kamboja untuk menangani lonjakan tawaran pekerjaan palsu dan kejahatan terkait yang menargetkan warga Korea Selatan, serta untuk mempercepat pemulangan tahanan Korea dan jenazah mahasiswa yang meninggal di sana.
Tim tersebut terdiri dari delegasi yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Kedua Kim Jina, termasuk pejabat senior dari Badan Kepolisian Nasional, Kementerian Kehakiman dan Badan Intelijen Nasional. Di antara mereka terdapat Park Sung-joo, kepala Kantor Investigasi Nasional, yang mencerminkan keseriusan tanggapan pemerintah.
Ok Hae-sil, wakil presiden Asosiasi Korea di Kamboja, yang telah bekerja dalam operasi penyelamatan selama tiga tahun terakhir, mengatakan, ada desas-desus, beberapa kelompok telah pindah ke Myanmar, Thailand, atau Vietnam. "Dalam kasus-kasus tersebut, mereka dapat membawa para sandera Korea," imbuhnya.
Gugus tugas gabungan Korea-Kamboja mengumumkan bahwa kedua pemerintah telah sepakat untuk membangun sistem respon cepat untuk melindungi korban Korea. Mereka juga mencapai konsensus tentang pemulangan awal para tersangka warga Korea yang ditahan sehubungan dengan kejahatan tersebut.
![]() Barang-barang sisa berserakan di sebuah ruangan di dalam kompleks, tempat Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim Jina berkunjung setelah bertemu dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet untuk membahas masalah penipuan pekerjaan yang mengakibatkan kematian seorang mahasiswa Korea Selatan, di provinsi Takeo, Kamboja, 16 Oktober 2025. (REUTERS/Roun Ry) |
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba-Tiba Kamboja Minta Militer Siaga & Setop Drama Thailand, Kenapa?
