
Sebut Aturan Baru TKDN Bukan Efek Tarif Trump, Menperin Mau Geber Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, terbitnyaPeraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bukan efek kebijakan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump.
Di sisi lain, dia mengungkapkan, sebanyak 88 ribu produk dari 15 ribu perusahaan telah tersertifikasi TKDN dan masuk ke dalam e-katalog.
Kata dia, Permenperin No 35/2025 terbit hasil pembahasan mendalam yang dimulai sejak Maret 2025, menggantikan Permenperin Nomor 16 Tahun 2011 yang sudah berusia lebih dari 14 tahun.
Sebab, lanjutnya, regulasi seharusnya tidak boleh dianggap sakral. Artinya, ketika ada dinamika dan kebutuhan baru di lapangan, pemerintah harus berani meregulasi ulang.
"Proses revisi aturan TKD tersebut dilakukan atas kesadaran pemerintah sendiri, bukan karena tekanan dari negara lain. Kalau kita ingat, Trump Tarif baru diberlakukan 1 April 2025. Sedangkan pembahasan revisi sudah kami mulai sebulan sebelumnya. Jadi, bukan karena Trump Tarif," kata Agus dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (16/10/2025).
"Ini menunjukkan kesadaran kolektif bangsa untuk memperkuat produk dalam negeri, bukan karena tekanan eksternal," tambahnya menegaskan.
Permenperin 35/2025, imbuh dia, juga menjadi bagian dari penyesuaian terhadap agenda besar pembangunan nasional, termasuk Asta Cita kedua, ketiga, dan kelima. Yakni peningkatan
nilai tambah sumber daya domestik, penguatan industri, dan perluasan kesempatan kerja.
"Tujuan utama kita sederhana, yakni setiap rupiah belanja produk dalam negeri yang dananya berasal dari pajak taxpayer dalam APBN maka tercipta nilai tambah sebesar Rp 2 di dalam negeri. Nilai tambah tersebut dinikmati oleh pekerja industri, perusahaan dan negara. Lain halnya jika dana APBN dari taxpayer dibelanjakan untuk produk impor maka nilai tambahnya dinikmati oleh industri dan pekerja serta pemerintah negara lain," tegas Agus.
Logika kebijakan TKDN, sambungnya, berangkat dari prinsip keadilan fiskal. Karena dana pengadaan barang dan jasa pemerintah berasal dari pajak rakyat, maka pembelanjaannya harus kembali kepada industri yang menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.
"Kita ingin melindungi tenaga kerja dan ekosistem industri nasional. Karena itu, kalau sudah ada produk dalam negeri dengan nilai TKDN di atas 40 persen, maka belanja pemerintah wajib menggunakan produk tersebut dan tidak boleh impor," ujarnya.
Pacu Investasi, Dongkrak Dominasi Produk Lokal di Belanja Pemerintah
Agus mengatakan, Permenperin No 35/2025 menjadi tonggak penting dalam memperkuat ekosistem industri nasional melalui kebijakan yang lebih murah, mudah, cepat, dan berbasis insentif.
"TKDN berlaku untuk semua jenis produk industri yang dibeli oleh pemerintah dan BUMN/BUMD melalui PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) baik yang berteknologi tinggi ataupun tidak. Ukuran utamanya bukan terletak pada apakah produk tersebut tergolong high-tech
atau tidak, atau dihasilkan oleh industri berteknologi tinggi, melainkan pada kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksinya," paparnya.
"Apabila produk berteknologi tinggi telah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri, maka pemerintah wajib memprioritaskan pembelian produk tersebut dibandingkan produk impor. Namun, jika industri dalam negeri belum memiliki kemampuan untuk memproduksinya, pemerintah diperbolehkan untuk melakukan pembelian produk impor sejenis," sebut Agus.
Target Naik 2 Kali Lipat
Karena PBJ dilakukan lewat e-katalog, jelasnya, kuncinya adalah memperbanyak produk dalam negeri masuk ke dalam daftar. Karena itu, tata cara perhitungan sertifikat TKDN harus dibuat lebih murah, mudah, dan
cepat.
"Di peraturan baru ini, tata cara perhitungannya bukan hanya cepat dan efisien, tetapi juga mengandung nilai insentif yang sebelumnya tidak ada di regulasi lama," beber Agus.
Tak hanya itu, industri yang berinvestasi dan membangun pabrik di wilayah NKRI otomatis mendapatkan nilai tambah 25%. Dari sisi tenaga kerja, 10% nilai tambah diberikan bagi
penggunaan tenaga kerja lokal, serta 15 persen tambahan dari penerapan BMP.
"BMP ini kami sederhanakan dan buat lebih inklusif. Ada 15 faktor penentu BMP yang kami siapkan, mulai dari penerapan tenaga kerja lokal, penambahan investasi baru, kemitraan dan penguatan rantai pasok, hingga substitusi impor. Jika dijumlah, bobot totalnya bisa mencapai 38 persen," jelasnya.
Dengan kombinasi TKDN dan BMP ini, ungkap Agus, pelaku industri dapat mencapai ambang batas 40% dengan lebih mudah.
"Inilah bentuk nyata bagaimana kami menghadirkan regulasi yang murah, mudah, cepat, dan memberikan insentif nyata bagi dunia usaha," ujarnya.
"Hingga saat ini, sebanyak 88 ribu produk dari 15 ribu perusahaan telah tersertifikasi TKDN dan masuk ke e-katalog. Kami menargetkan dalam dua tahun ke depan jumlah tersebut bisa meningkat dua kali lipat," kata Agus.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS Mau RI Bebas Aturan TKDN, Kemenperin Tegas Ingatkan Begini
