Resmi! Prabowo Rilis Aturan Pengolahan Sampah Jadi Energi, Ini Isinya

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
15 October 2025 11:00
Foto udara gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (5/11/2021).  Lokasi ini merupakan tempat pemilahan sampah organik dan anorganik, di komplek TPA terbesar di Nusa Tenggara Barat NTB. Dari sini, proses pengolahan sampah menjadi pelet RDF (Refuse Derived Fuel) dibuat, yang merupakan pengganti bahan bakar batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang, Lombok Barat. Sampah diproses di mesin pencacah ukuran 5-8 mm untuk berikutnya dimasukkan ke mesin pengepresan menjadi pelet RDF. Pelet akan dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dikirim ke PLTU Jeranjang. Di pembangkit listrik itu pelet dibakar melalui sistem co-firing.
Setiap hari, sekitar 300 ton sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat diantar ke TPA ini. Namun, menurut jumlah yang diolah menjadi pellet baru 100 hingga 200 kilogram. 
Kementerian PUPR memfasilitasi lahan seluas 40 are (4 ribu meter persegi) di sekitar TPA. Di bangunan tersebut, semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah menjadi pellet disediakan. 
Penelitian masih dilakukan agar sampah non-organik bisa lebih banyak diolah. Saat ini, komposisi pelet terdiri 95 persen sampah organik dan 5 persen anorganik. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Prabowo Subianto resmi merilis aturan terkait pengolahan sampah menjadi energi. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi EBT berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Kebijakan untuk mengolah sampah menjadi energi ini menimbang: kondisi timbulan sampah di Indonesia yang sudah menggunung atau dalam aturan ini tercatat mencapai 56,63 juta ton per tahunnya (2023) dengan capaian pengelolaan sampah nasional tahun 2023 sebesar 39,01% dan sampah belum terkelola sebesar 60,99%.

"Bahwa kedaruratan sampah sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditangani secara cepat, khususnya pengolahan sampah dengan penggunaan teknologi ramah lingkungan," mengutip poin b.

Selanjutnya, pengolahan sampah dapat menjadi sumber energi terbarukan berupa listrik, bioenergi, bahan bakar, minyak terbarukan dan produk ikutan lainnya dengan menggunakan teknologi amah lingkungan untuk mendukung ketahanan energi.

"Peraturan Presiden ini bertujuan untuk: mengatasi Kedaruratan Sampah yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan serta gangguan kesehatan masyarakat akibat tidak terkelolanya timbulan sampah dan timbunan sampah dalam skala besar," tulis poin a Pasal 2 aturan ini.

Selanjutnya, poin b menjabarkan: menangani timbulan Sampah dan timbunan Sampah melalui PSE sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan energi nasional; dan mendorong Pengelolaan Sampah yang mengacu pada asas pencemar membayar (polluter pays principle) agar setiap orang bertanggung jawab terhadap Sampah yang dihasilkannya.

Nah, berkaitan dengan pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan menjadi energi listrik, hal ini termaktub dalam Pasal 4. Di mana ayat 1 pasal ini menyebutkan: Penyelenggaraan PSEL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan pada kabupaten /kota yang memenuhi kriteria:

a. ketersediaan volume Sampah yang disalurkan oleh Pemerintah Daerah ke PSEL paling sedikit 1.000 ton/ hari selama masa operasional PSEL

b. ketersediaan APBD yang dialokasikan dan direalisasikan oleh Pemerintah Daerah untuk Pengelolaan Sampah meliputi pengumpulan dan pengangkutan Sampah dari sumber Sampah ke lokasi PSEL

c. ketersediaan lahan untuk Pengelolaan Sampah dan pembangunan PSEL

d. komitmen penyusunan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan kebersihan

Dalam Pasal 5 disebutkan: BPI Danantara melalui holding investasi, holding operasional, dan atau BUMN atau anak usaha BUMN melakukan: pemilihan BUPP PSEL dan atau pelaksanaan investasi dalam penyelenggaraan PSEL yang layah secara komersial, finansial dan manajemen risiko.

"PT PLN (Persero) ditugaskan untuk membeli listrik yang dihasilkan PSEL," mengutip Pasal 6.

Sementara itu berkaitan dengan harga atau perjanjian jual beli listrik (JBL) tercantum di dalam Pasal 19.

Ayat 1: PJBL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e, disusun antara PT PLN (Persero) dengan BUPP PSEL, untuk mengatur pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero).

Ayat 2: Harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar US$ 0,20 (dua puluh sen Dollar Amerika Serikat per kWh (kilowatt per jam) untuk semua kapasitas.

Ayat 3: Dalam keadaan tertentu, harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan peninjauan kembali oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi.

Ayat 4: Harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam PJBL dan berlaku sebagai persetujuan harga dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi.

Ayat 5: Harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero)

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk biaya pengadaan infrastruktur ketenagalistrikan yang disediakan oleh PT PLN (Persero).

Ayat 6: Transaksi pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan:

a. harga dituangkan dalam PJBL tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga

b. harga berlaku pada saat PSEL dinyatakan telah mencapai tahap beroperasi secara komersial sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dalam PJBL

c. tidak dikenakan denda atau penalti (take-and-pay) apabila besaran daya dalam PJBL tidak terpenuhi yang disebabkan oleh permasalahan teknis di luar kendali BUPP PSEL dan kecukupan pasokan Sampah oleh Pemerintah Daerah

d. prioritas untuk masuk jaringan PT PLN (Persero) (must dispatched), sesuai besaran energi yang diperjanjikan setiap tahun (annual contracted energy).

Ayat 7: PT PLN (Persero) wajib menandatangani PJBL tenaga listrik dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah BUPP PSEL memenuhi kewajiban perizinan sebelum melaksanakan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 avat (1).

Ayat 8: Jangka waktu PJBL adalah selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak PSEL dinyatakan telah mencapai tahap beroperasi secara komersial.

Ayat 9: Hasil penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) merupakan hak dari BUPP PSEL.

"Dalam hal penugasan pembelian tenaga listrik dari PSEL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) oleh PT PLN menyebabkan peningkatan biaya pokok, termasuk pembangunan jaringan ketenagalistrikan dari lokasi PSEL sampai ke jaringan listrik PT PLN. PT PLN diberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan dan pembayaran dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pengolahan Sampah Menjadi Bioenergi

Pasal 27

(1) PSE Bioenergi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:

biomassa; dan b. biogas.

(2) Produk PSE Bioenergi dapat dimanfaatkan sendiri dan/atau dijual kepada masyarakat atau industri sebagai pengganti bahan bakar fosil.

(3) Ketentuan mengenai perizinan berusaha bagi PSE Bioenergi dilaksanakan melalui Sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perizinan berusaha berbasis risiko.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai PSE Bioenergi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi.

Pengolahan Sampah Menjadi Bahan Bakar Minyak Terbarukan

Pasal 28

(1) Sampah yang diolah dapat menghasilkan PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil.

(2) PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa bahan bakar cair.

(3) PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan dapat dimanfaatkan sendiri dan/atau dijual kepada:

a. pembangkit listrik

b. transportasi

c. pemanfaatan lainnya.

(4) Ketentuan mengenai perizinan berusaha bagi PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan dilaksanakan melalui Sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan

berusaha berbasis risiko.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi.

Pengolahan Sampah Menjadi Produk Ikutan Lainnya

Pasal 29

PSE produk ikutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

Tags
Recommendation
Most Popular